35. Pergi

82 17 1
                                    

Misella sedang berjalan mondar-mandir di depan ruang Instalasi Gawat Darurat atau yang disingkat dengan IGD. Misella benar-benar tidak memedulikan Reynald dan Reyhan yang digiring oleh polisi walaupun Reynald sempat memberontak dan berteriak seperti orang gila kepadanya.

Gino juga ada di dalam. Luka tusukan yang disebabkan oleh pisau kesayangan Reynald harus segera dijahit. Sedangkan Sandra sudah ada di ruang rawat VIP. Greace sengaja menempatkan Sandra di ruang VIP. Sejak Arka tertembak, Sandra benar-benar syok. Sandra tak membuka suara lagi. Bahkan untuk didekati Sandra terlihat ketakutan.

Belum ada yang tahu jika Reyhan sempat membantu Sandra melepas ikatan talinya. Gino masih dalam kondisi tak sadarkan diri. Arka masih dalam proses operasi. Dan Sandra belum bisa berpikir jernih. Sandra masih tenggelam dalam rasa takutnya.

Derry menemani Misella di depan ruang IGD dan Greace menemani Sandra. Bagi mereka, kondisi temannya adalah prioritas untuk saat ini. Mereka menyerahkan Reyhan dan Reynald untuk diinterogasi pada polisi kepercayaan Greace.

Setelah beberapa jam lamanya, dokter keluar dengan pakaian yang berbeda dari biasanya, karena dia baru saja melakukan operasi jadi dia tidak mengenakan jas putihnya. Dokter itu tersenyum penuh makna. Misella dan Derry mendekati dokter itu.

"Pasien atas nama Arka dapat ditangani dengan baik. Meski operasinya berlangsung lama, tapi kini kondisinya cukup stabil. Kami akan memindahkan pasien Arka ke ruangan yang telah mbak Greace sediakan," ucap dokter itu membuat kakak-beradik itu tersenyum lega. Dokter itu pamit undur diri sebab pasien yang lain masih membutuhkannya.

Tak berselang lama, Greace datang bersama Keira dibelakangnya. Misella awalnya heran, namun mengingat Arka adalah pujaan hati Keira, Misella langsung berdiri menghampiri Keira. Misella tahu Keira pasti khawatir.

PLAK!

Misella terdiam, memegang pipinya yang terasa panas. Misella menatap Keira sendu, matanya berkaca-kaca. Greace sontak menarik Keira mundur. Keira datang dan bilang ingin mengetahui kondisi Arka. Maka dari itu Greace mengizinkannya. Tak mungkin juga Greace memutus tali silaturahmi antara Keira dan Arka.

"Maksud lo apa?!" tanya Derry dengan tegas. Ia terngaga tak percaya melihat Keira menampar adiknya dengan sekuat tenaga, sampai-sampai kepala Misella berpaling ke samping.

"Setelah ada lo, hidup Arka gak pernah tenang. Tujuan lo sebenarnya apa sih? Lo itu cuma pembawa sial! Coba lo pikir deh, kalau lo gak ada disini, pasti Sasya gak bakal masuk penjara! Reyhan juga. Sandra, Arka dan Gino pasti gak bakal masuk rumah sakit. Sandra dan Arka pasti gak disekap. Dan semua ini pasti gak bakal terjadi!"

Keira mengabaikan Derry dan meluapkan kekesalannya terhadap Misella. Misella boleh datang, tapi tidak untuk memporak-porandakan persahabatan yang sudah Keira jalin bertahun-tahun.

"Kita sama-sama perempuan, Sel. Kita mempunyai perasaan yang sama kepada Arka. Lo pasti tahu gimana rasanya jadi gue sekarang. Sakit, Sel, sakit." Keira menangis, memegang dadanya yang terasa sesak.

"Walaupun gue gak pernah dilirik Arka, gue tetap peduli sama dia. Keberadaan gue memang buat dia risih. Tapi gue gak pernah buat Arka dalam posisi sekarang ini," lanjutnya. Perkataan Keira seakan menjadi tamparan keras bagi Misella. Rasanya lebih sakit dibanding saat Keira menamparnya tadi.

"Keberadaan lo mau gak mau buat Arka dalam posisi sekarang. Dan lo tanpa sadar dorong dia ke dalam ambang kematian," kata Keira yang Misella akui dalam hati. Greace dan Derry tidak ikut campur. Jika mereka ikut campur, percuma. Yang ada mereka akan membuat masalahnya semakin rumit.

"Jadi lo tahu, kan, apa yang harus lo lakukan sekarang?" tanya Keira. Misella mendongak, menatapnya penuh tanda tanya.

"Tantangan itu. Gue belum pernah kasih lo tantangan." Ketiganya semakin dibuat bingung oleh Keira. Keira tidak ingin langsung berbicara ke intinya. Keira ingin Misella sadar dengan semua yang diucapkannya hari ini.

"Pergi. Lo harus pergi dari kehidupan Arka. Anggap itu sebagai tantangan terakhir dari gue. Dan kisah kita, cukup berakhir sampai disini. Gue harap lo bisa menjalankan tantangan terakhir ini," katanya sungguh-sungguh. Keira menyempatkan menepuk pelan pundak Misella dan pergi darisana. Dia tidak mau membuat kericuhan lebih lanjut.

"Apa benar gue harus pergi?" gumam Misella.

Keira benar. Kisah mereka hanyalah berawal dari tantangan. Tantangan untuk menaklukkan hati Arka. Maka dari itu, kisah mereka juga harus diakhiri dengan tantangan. Dan tantangan terakhir ini sangat berbanding terbalik dengan tantangan awal.

Menjauhi Arka Narendra. Hal yang sangat berat baginya.

Semua yang diucapkan Keira membekas di ingatannya. Dan itu semua adalah fakta yang harus diterima Misella. Fakta yang membuatnya harus pergi jauh dari Arka.

***

Beberapa hari kemudian

Misella memasuki ruang inap Arka dan Gino dengan senyum lebarnya. Misella merapikan bajunya sebelum memasuki kamar itu. Dengan black dress yang dipadukan cardigan putih juga sepatu sneakers berwarna senada, Misella membuka sedikit pintu ruangan itu.

Misella mengintip dan menyembulkan kepalanya. Di dalam sana Arka dan Gino berbincang hangat. Wajah yang tadinya tersenyum kini merengut saat melihat kedua lelaki itu tidak menyadari kedatangannya.

Misella sengaja mengetok pintu dengan keras dengan wajah kesalnya. Kedua lelaki itu menoleh bingung. Misella pun semakin dibuat kesal. Ia memutuskan untuk memasuki ruangan itu. Misella menaruh paperbag putih diatas nakas.

"Kalau gue udah pergi, baru boleh dibuka." Misella berujar ketus. Gino dan Arka saling pandang kemudian mereka terkekeh bersama-sama.

"Emang lo mau kemana?" tanya Gino pura-pura tidak tahu. Ya, Gino tahu tentang kepergian Misella karena dia sadar lebih awal dari Arka. Yang tidak tahu hanyalah Arka. Misella sengaja. Jika Misella membiarkan Arka tahu semuanya, pasti Arka akan melarang keras Misella untuk pergi. Atau bisa saja Arka ingin ikut dengan kondisinya yang belum pulih total.

"Ada urusan ke luar kota, bentar. Biasalah si calon pengacara. Sibuk mulu. Gue sebagai sekretarisnya cuma bisa sabar karena jarang ada hari libur," dusta Misella.

Arka tersenyum hangat. Hal itu mampu membuat Misella goyah akan keputusannya. Arka meraih tangan Misella dan mengecupnya singkat.

"Cepat balik ya. Aku mau resmiin hubungan kita setelah kamu kembali."

Tapi aku gak akan pernah kembali, Ka.

Misella menganggukkan kepalanya. Misella memeluk tubuh Arka. Agak berhati-hati, takut jika tangannya mengenai luka tembak Arka. Arka membalas pelukan Misella. Entah kenapa, Arka merasa sesak.

Mungkin itulah ikatan batin antara Arka dan Misella. Arka mampu merasakan sesuatu yang dirinya belum tahu. Arka hanya merasa, akan jarang lagi mendapat pelukan Misella.

Misella mengurai pelukannya. Tangannya sibuk merapikan surai hitam milik Arka. "Aku pasti bakal kangen sama kamu. Jaga diri kamu baik-baik disini. Jangan sampai sakit lagi."

"Iya, Sayang."

"Eh, belum resmi!" tegur Gino.

Dan gak akan pernah resmi.

Misella tertawa canggung. Ia agak lega sudah berpamitan dengan Arka. Namun di lubuk hatinya, ia ingin tetap disini menemani Arka. Sayang, takdir sekejam itu kepada mereka.

***

Ingat ya guys, takdir yang kejam bukan author😭

Udah guys, gini endingnya. Ketebak gak?

Rencanya mau buat season dua, itu juga kalau kalian masih mau dukung. Jadi tolong komen untuk kali ini aja.

ICSLY : DARE akan berlanjut / berakhir disini, semua tergantung pada pilihan kalian:))

E

pilog menyusul yaaa..

I Can't Stop Loving You || DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang