33. Terungkap

51 15 0
                                    


Greace sedang sibuk membolak-balik halaman buku paketnya. Ia mendapat hukuman yaitu menulis ulang yang ada di buku paket sebanyak tiga bab. Gadis itu tak ada henti-hentinya mengoceh dan mengutuk guru yang menghukumnya.

"Gila sih! Capek loh ini. Gak mikir apa gurunya? Iyalah gak mikir, orang gak punya otak!" celanya. Meskipun mulutnya sibuk mengomel, tangannya tetap menulis dan mengerjakan apa yang disuruh oleh guru yang sekarang dimaki-makinya.

Sedangkan murid disampingnya hanya mendengarkan dan menikmati makan siangnya. Sambil memainkan handphone-nya, Misella mengangguk-anggukan kepalanya mendengar curhatan Greace.

"Padahal gue lihat di buku nilai, nilai gue tuntas! Kenapa jadi gue yang dihukum sendiri?! Kesell ah," ucap Greace sebal. Greace menghentikan aktivitasnya yang super duper melelahkan itu. Ia sudah selesai merangkum tiga bab pelajaran PKN dengan waktu satu jam setengah. Sungguh hebat tangan Greace. Apalagi catatannya terlihat sangat rapi. Berbeda dengan Misella, menulis lambat dan tulisannya kadang rapi kadang tidak.

Greace memakan sayur-sayuran yang ada di bekal Misella. Misella pun menaruh ponselnya ketika menyadari telinganya tak lagi mendengar suara Greace. Misella ikut makan bersama Greace tanpa bicara apapun.

"Lo jadi berangkat ke luar negeri?"

Greace meletakkan sendoknya. Ia melirik sekitar, ternyata sepi dan tidak ada orang. "Awalnya jadi dalam waktu dekat. Mama juga udah maksa-maksa buat aku langsung kuliah disana. Urusan nilai kelulusan bakal diurus sama orang suruhan Mama."

"Tapi kalau gue pikir-pikir lagi, gue akan disini sampai beberapa hari setelah kelulusan. Lo ikut gue, kan?" Misella menggigit bibir bawahnya. Baru kali ini dia ragu.

"Gimana ya, Re. Lo tau kan Bang Derry bakal nerusin kerjaan Ayah gue disini. Gue kurang tau bakal diizinin atau gak buat pergi bareng lo," jawabnya sedikit tidak enak. Padahal, mengejar cita-cita bersama Greace sudah menjadi salah satu impiannya.

"Sandra mana?" tanya Greace.

Misella mengedikkan bahunya, acuh. "Paling ke toilet," balasnya.

Bel masuk berbunyi. Murid-murid lain berbondong-bondong memasuki kelasnya masing-masing. Mereka duduk di bangku dan segera membuka buku agar terlihat serius dan semangat mempelajari pelajaran kali ini.

"Ssst.. Greace kok gak balik-balik?" tanya Greace ditengah-tengah kegiatan belajar. Sambil menulis soal yang diberikan oleh guru di depan, Misella menggeleng pelan. "Gak tau. Gak mungkin kan dia bolos."

Di belakang Misella, Derry ikut menyahut, "Reyhan juga gak ada."

Misella mengedarkan pandangannya. Pergerakannya berhenti ketika melihat bangku Gino juga kosong. Rasa khawatirnya memuncak. Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu yang buruk bisa saja terjadi pada teman-temannya.

Arka yang tadinya serius menjawab soal-soal yang ada di papan tulis kini berhenti sebab mendengar suara bisik-bisik dari temannya. Mereka berempat saling melempar pandang. Tiba-tiba Arka mengangkat tangan kanannya.

"Ada apa, Arka?" tanya Bu Rana. Masih ingat Bu Rana, kan? Itu loh, saudari Bu Rani.

"Saya izin ke toilet, Bu." Bu Rana sempat heran. Tak biasanya Arka ingin keluar kelas ditengah-tengah berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar. Jika Arka mau, Arka bisa membolos dan tidak masuk kelas saat jam pertama. Bu Rana menepis rasa herannya dan mengangguk mengizinkan.

Sebelum bangkit dari kursinya, Arka menatap Misella dengan sungguh-sungguh.

***

Waktu Istirahat. Waktu yang sama saat Greace dan Misella berbincang.

Sandra baru saja keluar dari toilet. Sandra berjalan dengan santai. Karena dikiranya waktu istirahat berakhir masih lama, Sandra pun memutuskan untuk jalan-jalan sebentar sambil menikmati angin sepoi-sepoi. Saat hendak berbelok melewati ruang kepala sekolah, Sandra melihat Reyhan sedang berbincang dengan seorang laki-laki yang lebih tua darinya. Refleks, Sandra mundur.

"Bagaimana? Mereka tidak curiga, kan?" tanya laki-laki itu. Reyhan mengangguk mantap.

"Tenang saja, Mas. Semua sudah saya urus. Saya yakin mereka tidak cukup pintar untuk tau pelakunya," ucap Reyhan meyakinkan laki-laki tadi. Laki-laki itu menepuk bahu Reyhan dan tersenyum lebar.

"Kalau ada yang tau bahwa kita yang membuat rencana pembunuhan Ayahnya, bunuh saja, Rey. Tidak usah dipedulikan dia perempuan atau lelaki. Itu tidak penting."

Sandra menutup mulutnya dengan tangan yang bergetar. Ia mundur beberapa langkah. Rencananya, ketika ia berbalik, saat itu juga ia pergi memberitahukan teman-temannya perihal ini. Namun naas, baru saja berbalik Sandra dikejutkan oleh Reyhan yang berdiri tidak jauh darinya. Sandra melotot kaget. Dari arah belakang, Mas yang diajak bicara oleh Reyhan langsung membekap Sandra dengan kain bius.

Mata yang tadi melotot kini tertutup sempurna. Si Mas tadi menahan tubuh Sandra agar tidak jatuh kemudian menggendongnya dan membawanya pergi ke suatu tempat diikuti dengan Reyhan di belakangnya.

Gino keluar dari tempat persembunyiannya. Tanpa berpikir lagi, Gino segera mengikuti mereka diam-diam. Gino berhenti. Gino kehilangan jejak mereka.

Di balik tembok, ada Reyhan yang tersenyum miring. Dia sengaja bersembunyi dan akan menyerang Gino saat Gino sudah melewati tempatnya berdiri. Dan benar saja, ketika Gino melewatinya, Reyhan langsung menyuntikkan sesuatu pada Gino. Hal itu membuat Gino terkapar lemas di lantai.

Pandangan Gino buram. Sebelum pingsan, Gino sempat melihat wajah datar Reyhan yang menatap tak suka ke arahnya.

***

GUYS GUYS GIMANAAA?

Gimanaa? Kecewa gak sama Reyhan?

Aku harap gak ya. Susah banget bikin tokoh yang tadinya baik jadi jahat. Gak rela😭

Btw, hari ini banyak hambatannya. Siang tadi aku mau update, tapi kuotanya mendadak habis.

Setengah jam lalu aku mau update, tapi naskahnya ilang dong😭😭 Dengan kecepatan turbo aku ngetik dan inilah jadinya. Maaf kalau ada kesalahan kata atau apapun itu, karena aku gak sempat ngerevisi karena kejar waktu banget.

Jadi, semoga kalian suka dan sampai ketemu di chapter selanjutnyaaa! Luvv-♡

I Can't Stop Loving You || DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang