7. Kisah di Masa Lalu

113 36 0
                                    

Kini tubuh Arka sedikit lebih tenang daripada beberapa menit lalu. Misella mengurai pelukannya dan beranjak ingin mengambil kotak P3K untuk mengobati luka di jari-jari Arka. Tangan Arka menahan pergerakan Misella dan berkata lirih, “Jangan pergi lagi.”

“Arka, gue cuma mau ngambil kotak P3K buat obatin luka lo,” kata Misella mengelus lembut bahu Arka. Arka menggeleng cepat. “Nanti kamu pergi lagi. Aku gak mau kamu ninggalin aku lagi, Sa.”

Dahi Misella mengernyit. Apa maksudnya? Dan siapa yang dipanggil Arka?

Misella menghela nafasnya dengan berat. Seharusnya kini ia harus fokus kepada luka Arka terlebih dahulu, apa yang diucapkan Arka bisa ia tanyakan jika Arka sudah sadar nanti. “Aku, akan tetap disini Arka.”

Kemudian, Misella pergi ke ruang tamu menanyakan dimana keberadaan obat merah dan kawan-kawannya kepada bunda Arka. Ternyata, bunda Arka sudah mempersiapkannya sejak Misella menyusul Arka tetapi tidak berani mengganggu ketenangan Arka. Setelah itu, Misella kembali ke kamar Arka. Membantu Arka berdiri dan membaringkan tubuh Arka ke kasurnya meskipun sedikit sulit.

“Tahan ya,” ujar Misella saat meneteskan obat merah kepada jari telunjuk Arka yang digores silet. Seakan mati rasa, Arka hanya diam menatap kosong langit-langit kamarnya. Pikirannya terus menerawang ke kejadian masa lalu. Dimana ia bertemu seorang gadis yang sangat manis, cerewet, dan polos. Sangat sempurna jika dimasukkan ke kriteria gadis idaman Arka.

Mengalahkan manisnya seorang Keira Adrena. Mengalahkan cerewetnya seorang Greace. Dan mengalahkan kepolosan Cassandra Melvia. Bahkan mengalahkan kesempurnaan Misella Anastasya. Atau.. Misella telah menggantikan gadis lugu nan polos itu?

Misella tersenyum melihat kedamaian di wajah Arka yang  sedang tertidur pulas. Melihat itu, Misella kembali memikirkan. Bagaimana rumitnya kisah cinta Arka dulu? Apa sama rumitnya dengan yang dirasakan Misella di masa lalu? Tanpa sadar, Misella ikut tertidur dengan posisi duduk.

Beberapa jam kemudian, Arka mendadak bergerak gelisah. Seperti merasakan sesuatu dialam mimpinya.

“Aku sayang kamu, Sa.”

“Aku juga sayang kamu, Rendra.”

“Jangan pernah tinggalin aku, ya?”

“Iya, Rendra. Aku akan tetap disini.”

“Janji?” Arka melayangkan jari kelingkingnya ke udara. Menghadapkannya ke wajah seorang gadis yang sangat imut. Dengan senyum kecilnya, gadis itu menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Arka. “Janji. Aku akan tetap ada meski kamu gak menganggapku apa-apa.”

“SASAAAA! GAK KAMU GAK BOLEH PERGI!” teriak Arka histeris. Arka terbangun dan langsung terduduk. Nafasnya keluar tak beraturan. Ini yang selalu dirasakannya setiap malam. Beberapa bulan ini, Arka sudah tidak bermimpi lagi. Namun, saat bertemu Misella, dekat dengan Misella, mimpi itu kembali lagi. Semakin dekat ia dengan Misella, semakin jelas pula mimpi yang didapatinya.

Misella yang mendengar teriakan Arka, mengerjap-kerjapkan matanya. Sungguh dia kaget tetapi dia juga tidak bisa menyalahkan Arka. “Kamu gak apa-apa?” Arka pun ikut terlonjak kaget saat mendengar suara Misella.

“Maaf aku ketiduran,” ujar Misella mengucek pelan matanya.

“Sorry udah bikin lo kebangun,” kata Arka dingin. Bahkan lebih dingin dari pertama kali mereka bertemu.

“Ka. Maaf kalau aku ganggu privasi kamu. Tapi.. jangan coba pendam itu sendiri,” saran Misella memegang pundak Arka namun sesegera mungkin Arka menepisnya.

“Kalau lo cuma mau kepo dengan kehidupan gue. Mending lo pergi. Gue gak butuh orang kayak lo.”

Perkataan Arka sangat menusuk bagi Misella. Padahal Misella sama sekali tidak bermaksud begitu. Misella hanya ingin membantu dan meringankan sedikit beban Arka. Apa gunanya Misella disini jika membiarkan Arka memendam masalahnya sendiri?

I Can't Stop Loving You || DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang