# Sepuluh Ribu Senja

3.4K 699 276
                                    

"Teh? Pulang sama siapa?!"

"Sendiri pake-"

"Ih hujan atuh! Kenapa gak bilang si Aa biar dijemput?"

"Si Aa juga belom pulang kerja, Ma..." kubilang.

"Iya, tapi-"

"Udah, gak apa-apa. 'Kan udah nyampe ini. Udah, ya? Teteh capek, mau mandi dulu."

"Ya udah, Mama panasin makan-"

"Iya..."

Selanjutnya aku langsung ke kamar. Aku merebah sebentar, langsung bangun lagi karena nanti lama-lama kasurku ikutan basah.

Janar mengalami kecelakaan, kejadiannya ketika libur semester. Ketika aku waktu itu sedang ada acara keluarga diluar kota dan aku nangis di rumah saudara sampai ketika kembali ke Bandung, Janar sudah mau dimakamkan. Seminggu sebelum itu dia mengajakku pergi, aku ingat yang dibilangnya,

"Minggu depan pergi jalan-jalan, yuk?"

"Aku ada acara keluarga, Nar."

"Iya nanti aja besoknya, atau lusanya kalo kamu udah pulang." katanya.

Siapa yang tau, dia lebih dulu pulang, betulan pulang. Janar meninggal di usianya yang ke-20. Katanya motor Janar ditabrak mobil besar dari arah berlawanan. Kejadiannya di ujung kota. Lalu setelah dibawa ke Rumah Sakit pun Janar sudah gak sempat ditangani.

Aku hancur sekali. Sebab aku merasa selain Janar gak ada lagi orang yang kusukai di bumi. Aku menyayangi Janar namun tetap saja gak pernah berani mengatakannya sampai dia pergi. Aku menyesal sampai rasanya aku ikut mati.

Selesai mandi aku cuma diam saja di kamar, mau lanjut mengetik biar ceritaku yang ini cepat selesai. Aku belum mempublikasikannya dimanapun, selama aku merasa aku belum cukup kuat menyelesaikannya mungkin gak bakal kutunjukkan. Bahkan kalau sampai kapanpun aku gak cukup kuat, maka gak apa-apa. Kuselesaikan saja sebisanya atau didalam kepala.

Setelah Janar pergi, gak ada hal lain yang sangat aku inginkan selain aku ingin melihat dia lebih lama lagi. Atau kalau gak diizinkan kelamaan, sedikit lebih lama saja gak apa-apa. Aku ingin melihat Janar. Aku ingin melihat Janar lagi.



Ctak! Ctak!

Katanya cara paling romantis dalam
mencintai adalah cukup mendoakan
meski yang didoakan tidak tahu.
Kalau mendengar kalimat itu dulu
jelas aku kurang setuju, sebab aku
dekat dengan dia dan kupikir aku
sudah memiliki dia dan tentu
ingin terus memiliki dia sampai
kapanpun, sampai dunia kiamat,
aku pikir berdoa saja gak cukup.

Namun sekarang, romantis atau sadis?
Sebab hanya cara itu satu-satunya
yang bisa aku lakukan|



Karena aku merasa aku dan Janar tidak pernah punya kesempatan untuk benar-benar bersama, maka kubuat semua jadi cerita. Kubuat Andrea dan Janar punya kesempatan didalam dunia cerita. 29 bagian yang sudah kau baca adalah cerita, yang mana separuh dari semua itu tidak terjadi pada kenyataannya. Sebab seperti yang sudah kubilang, Janar sudah tiada dan kami gak pernah benar-benar bersama.

Aku ingin semua orang mengetahui Janar, aku ingin semua orang menyayangi Janar meski jika itu harus sama seperti bagaimana aku menyayanginya. Meski kau mengenalnya dengan nama lain, tetap saja orang itu adalah Janar. Agak menyedihkan, sebab, lihat, sampai Janar gak ada pun aku gak cukup berani untuk menyampaikan yang sejujur-jujurnya.

"Teh?"

Aku berbalik sontak, sedikit kaget sebetulnya kalau Mama masuk gak mengetuk pintu.

"Apa?"

"Mama bikin bubur kacang ijo, masih panas. 'Kan Teteh tadi keujanan."

Kututup layar laptop, "Makasih, eh awas..." kubilang sewaktu mangkuk yang dibawa beliau agak oleng.

"Kamu masih kerja?"

Aku menggeleng, "Ini bukan kerjaan." kugeser mangkuk yang ditaruhnya di meja.

"Oh. Teh..." panggilnya.

Aku menoleh.

"Rambutnya jangan dipotong lagi, sayang. Ini udah agak manjangin. Terakhir kamu dipotong kayak cowok, jangan lagi."

"Iya."

"Teh,"

Aku menoleh lagi.

"Bayu lagi mau kesini."

"Mau ngapain?"

"Ya mau ketemu kamu mungkin. Apa lagi..." jawab Mama.

"Hm..." kubalas saja seadanya.

"Bentar lagi makan, ya?"

Aku mengangguk, "Kalo gak kenyang."

Mama keluar kemudian. Dihadapanku, kutangkap layar menyala, lampu belajar, sebuah buku, mangkuk isi bubur kacang ijo, foto dan figura kecil, lalu beberapa botol obat. Ada antidepresan, obat tidur, dan beberapa vitamin punyaku.

Mendadak terlintas sedikit untuk bagian epilog, jadi segera aku kuketik saja.



Setiap malam aku punya
tiga juta pendar asterik
makanya lanskapmu hampa.
Pula buritmu redum sampai
lekat kau dengan nyata
meski tidak punya jiwa|



Seperti yang sudah kubilang, aku ingin semua orang menyayangi Janar. Namun pada bagian awal cerita aku malah memperingati kalian untuk jangan jatuh cinta padanya. Tentu aku tau peringatan itu akan jadi sia-sia karena sudah kupastikan siapapun yang mengenal Janar pasti jatuh cinta padanya.

Aku keluar dari halaman mengetik, lalu mencari sebuah foto yang waktu itu beredar dari anak kampus. Sesak, ya. Dia sudah gak di bumi lagi. Kadang-kadang kupikir harusnya aku gak khawatir ketika Janar memang sudah seharusnya pulang ke pelukan-Nya. Janar sudah di tempat paling tepat meski sempat kupikir bersama di bumi adalah yang paling tepat untuk kami.

Janar adalah cinta pertamaku yang paling nyata sekaligus menyakitkan. Namun mengajarkanku rupa-rupa pandangan. Aku masih menangisi Janar namun tersenyum juga ketika melihat fotonya.

Kututup bagian akhir ini, dengan judul 'bab akhir+epilog' yang kutaruh didalam sebuah folder dengan nama Sepuluh Ribu Senja. Masih berantakan, perlu kususun lebih rapi lagi.

Terima kasih karena sudah ikut menyayangi Janar-atau yang kalian kenal sebagai Adi, atau Lugas, yang lengkapnya kalian kenal sebagai Adimarga Lugas Mahatma. Gak masalah, kau tau sekarang bahwa Janardana dan Adimarga Lugas adalah orang yang sama.

Setelah ini, bilang kalau kalian sayang mereka. Bilang kalau kalian naksir mereka. Bilang kalau kalian seneng mengenal mereka di hidup kalian, ya? Tunjukin! Ok? Ok!!!






SEPULUH RIBU SENJA
bluehanabi

TAMAT

***tonton 1080p & pakai headset buat kualitas lebih baik he he

kita masih punya satu chapter lagi setelah ini.
saya mau minta... temen-temen ungkapin apa yang dirasain dong selama baca Sepuluh Ribu Senja? :D

Sepuluh Ribu SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang