12. Gara-gara Nasi Goreng

4.4K 976 110
                                    

"Kamu kemana aja?!"

"Low bat, gak bawa chargeran, colokan juga penuh."

"Ya 'kan bisa ngasih tau lewat Sian lewat siapa, biasa juga gitu."

"Gak main sama Sian ih, tadi kamu liat ada Sian gak?"

Ia merapal desisan panjang, "Bisa ngasih tau aku 'kan sebelumnya?!"

"Ya maaf."

"Ah!"

Adi itu manusia, itu sebabnya dia bisa marah dengan nada bicara yang gak biasa. Wulan setengah bertelanjang namun masih cukup berpendar bak menayangkan opera dimana aku dan Adi lah lakonnya.

"Tau gak aku nyari kamu kemana?! Aku nanyain kesana kesini kemana-manaaaa! Kamu nyantai weh di kostan Yuqi, aku pusing nyari!"

"Ya maaf, 'kan yang penting aku gak kemana-mana? Aku juga mikirㅡ"

"Mikir dimananya?!" Lugas setengah membentak, lekas aku menunduk.

"A Winan nanyain, masa aku bilang gak tau terus gak nyari kamu?! Jangan bikin pusing!"

"Iya."

Kalau kalian berpikir mungkin aku dimarahin dimana, jawabannya adalah diatas motornya. Entitas tujuh belas ribu delapan ratus enam puluh lima cerita perihal aku dan dia. Baik yang senang atau yang gamang atau yang redup redam atau yang rupa-rupa warnanya macam balonku ada lima.

"Jangan ngebut ih!" kupukul bahunya tapi si tali hati berakting tuli.

"Adi!"

"Adi ih!"

"Apa?!"

"Lapar!"

"Ya terus?!"

"Atuh lah!"

Kau harus tau kalau Adi marah, aku juga marah. Kalaupun aku yang salah, maaf, tapi aku emang galak.

"Ck," berdecak dulu dia lalu kembali mendesis panjang. "Mau beli apa?" katanya.

"Terserah."

"Yang mau makan siapa?!"

Ngegas terus ah.

"Kamunya marah-marah!" kataku.

"Ah gak tau lah!" katanya.

Perjalanan pulang jam sembilan malam lebih itu sepi, gak seperti biasanya dimana kadang aku mengadu atau si Adi ngawangkong. Padahal aku baru sebentar, baru sampai. Kelasku hari ini selesai jam delapan malam. Ah! Dia gak nanya aku mau apa jadi ya sudah aku juga gak ajak dia bicara. Tapi begitu mau masuk ke komplek dia berhenti didepan tukang nasi goreng. Tapi dia gak kunjung turun dari motornya, maka begitupun aku.

"Beli." katanya sambil ngasih aku uang lima puluh ribu selembar.

"Gak usah, aku juga punya uangㅡ"

"Eeeeh! Beli!" katanya pelan tapi penuh penekanan, dia ngasih uang itu paksa sambil menghadap belakang dan melotot ke aku.

Kau harus tau si Adi kalau marah itu kayak, berubah jadi orang lain. Aku turun dari motor dan langsung pesan.

"Bikin berapa?" tanyaku.

"Kamu aja." jawab Adi si gas elpiji tanpa menoleh ke tempatku berdiri.

Dih? Ya sudah. Aku pesan nasi goreng pakai cabe banyak soalnya lagi mumet juga harus nugas malam itu lalu besoknya ada praktek. Tukang nasi gorengnya sedang sepi, cuma aku dan dua pelanggan yang nasi gorengnya sedang dimasak dibumbui.

Sepuluh Ribu SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang