05. Senja Di Ambang Rancu

5.9K 1.2K 65
                                    

Aku ingin belajar membuat jarak antara derita dan dia sebab setiap aku merasa ditimpa cerita yang tak pernah jadi sederhana, aku mengantarai diriku dari semua perihal tentang dia. Konyolnya, menyiksa.

Meski kota ini penuh riuh juga ingar bingar disetiap sudutnya, ada kalanya Bandung berubah begitu dingin, hening, sepi, sampai asing rasanya menginjakan kaki ditempatku biasa berdiri. Tidak dengan kepalaku tapi, disini selalu ribut tanpa jeda seperti Bandung hari ini.

Langitnya abu-abu kalau ditebak sebentar lagi hujan atau enggak, aku udah bosan menebak-nebak. Sudah kutebak sepuluh kali soalnya dari tadi pagi, baskara tak lajak nampak. Beberapa menit tadi, barulah langit menghangat. Aku selesai pada pukul lima lewat dua. Ragaku bergerak bebas tapi tak seiring jiwaku. Haha, hihi.

"An!"

"Euy?"

"Tuh ada yang nungguin!" kata Sian yang beberapa detik tadi ngacir keluar tapi kepalanya menyembul lagi di pintu.

Aku berdiri tanpa bawa barang-barangku. Begitu keluar, lanang itu duduk pada kursi merah terang di seberang. Kemeja kotak-kotak hitam putih dipadu celana hitam. Beberapa detik aku cuma diam menatapnya sebagaimana dia pun begitu. Tapi dia tak acap bicara jadi aku kembali masuk.

Sekali lagi,

"Anya!"

"Naon?"

"Galak! Itu kata Adi." kalau ini kata Mina yang kebetulan lewat depan kelasku lalu kepalanya menyembul di pintu.

Aduh!

"Galak apa dih hahah. Makasih,"

Aku beresin barangku berantakan kedalam tas dan langsung keluar, dia sekarang berdiri dekat pintu.

"Kok gak bisa dihubungin?"

"Mati hpnya."

"Seminggu matinya?" tanyanya lagi.

Satu minggu gak kulihat wajahnya. Alasannya, dijelaskannya nanti aja.

"Ngapain disini? FT 'kan disana." kataku sambil nunjuk arah jam sebelas.

"Iya tapi tujuanku disini." katanya sambil nunjuk aku.

"Mau apa?" tanyaku.

"Ayo, aku anterin."

"Gak kelas emang?"

"Udah selesai dari jam dua juga." katanya.

Semalam aku tetap gak baca pesan darinya, cuma kulihat dari luar.

luvcas: an,
luvcas: besok kelas jam berapa

Di jalan pulang, dia malah berhenti di kedai kopi. Lalu parkir dan aku gak banyak tanya, aku cuma ikuti bagaimana maunya dia aja. Aku juga gak bicara apapun bahkan waktu dia tanya aku mau apa. Sampai dua kopi sampai di hadapanku pun aku gak bicara, toh dia juga gak nanya apa-apa lagi. Tanganku keulur ambil kopi itu tapi ditahan dia.

"Enak aja langsung minum, ngomong dulu!" katanya.

Apa sih, gak jelas. Aku taruh lagi kopinya di meja. Ya udah mending aku gak usah minum. Sementara dia mulai minum. Waktu melirik ke arahnya, dia lagi natap aku. Buru-buru kulempar pandanganku ke arah jalanan.

"Eh, A! A!"

"Ke saya?"

"Ini kata pacar saya aa ganteng ceunah, boleh minta line nya enggak." kata Lucas sambil noel-noel lenganku.

"Eh, enggak. Aku gak bilang gitu!" kataku.

Si Aa yang pake kaos merah itu cuma senyum bingung dan berlalu.

"Nah, sekarang boleh nih minum." katanya sambil nyodorin kopiku.

"Kok nyebelin sih?!"

"Siapa? Aku?" katanya.

Aku gak jawab dia dan langsung berdiri. Dikira aku bohongan kali, males tau aku ketemu dia kalau kayak gini.

"Eh, mau kemana? An!"

Aku buru-buru jalan ninggalin dan dia juga gak nyusul tuh jadi ya udah!!!! Sesampenya di luar aku langsung buka aplikasi ojek online dan pesan.







Sesuai aplikasi, kak?

Ya

Ditunggu ya. Otw








"Kamu mau kemana?"

Aku langsung balik badan waktu Lucas tiba-tiba dibelakangku.

"Pulang."

"Ya udah, yuk pulang yuk. Nih!" dia nyodorin kopiku. "Pegang nih, minum." sambungnya.

"Kamu pulang aja." kataku.

"Hah?"

"Aku udah pesen ojol."

Lucas diam, lalu gak lama dia berdecak dan tanya aku lagi.

"Itu abangnya udah dimana?"

"Deket, sekarang juga nyampe."

Lucas diam lagi. Kesel, ya? Hehe sama, aku juga. Males aku kalau lagi gak mau bercanda tapi dia bertingkah gak jelas, kayak gak ada apa-apa.

"Gojek!" panggilku.

Belum sempat menghampiri, Lucas lebih dulu menghampiri drivernya lalu,

"A, punten. Tapi saya kakaknya, terus dia pulangnya harus sama saya soalnya kabur dari rumah udah seminggu. Ini orderannya nanti adik saya cancel aja gak apa-apa ya, A?"

Abang gojeknya kelihatan bingung. Mau aku samperin juga telat! UDAH MALU.

"O-oh gitu,"

"Iya, punten ya. Ini ada rokok, baru beli da saya. Punten nya,"

"O-oh siap, siap." abang gojeknya ngangguk ke si Adi, lalu beralih ke aku, "Dicancelnya sama kakaknya ya,"

"A-ah iya." jawabku.

Bangsat.
































bangsat yang paling kusayangi,

bangsat yang paling kusayangi,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sepuluh Ribu SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang