TEKEN BINTANG SEBELUM BACA!
note : chapter kali ini pendek dan garing :((
|||||
Wisnu keluar dari kamar Malik pukul tujuh pagi, selepas sholat subuh tadi ia kembali tidur karena begadang bermain game online bersama Malik. Bahkan, saat adzan berkumandang saja mereka masih nikmat tidur tapi berkat suara Karin terdengar membangunkan mereka membuat Wisnu orang pertama yang terlonjak dari kasur. Menjaga image didepan Karin.
Dengan segara ia membuka pintu kamar Malik dan langsung melihat wajah Karin yang sudah cerah menggunakan mukena putih. Cantik banget, sampai bikin Wisnu tidak berkedip.
Mengingat kejadian subuh tadi membuat Wisnu tersenyum malu. Gadis yang selama satu tahun hanya dipandanginya lewat foto terlihat sangat cantik jika secara langsung. Sekali lagi, Wisnu bersyukur karena tidak ada tiga sahabatnya. Wisnu tidak bisa membayangkan caci-maki apa yang akan dilontarkan hanya karena sikap Wisnu yang terlihat seperti budak cinta, padahal baru diberi sebuah senyuman.
"Pagi, Mas ..." sapa suara halus nan merdu yang sejak kemarin sudah didengarnya.
"Pagi, Rin." balas Wisnu selembut mungkin.
Karin hanya tersenyum setelahnya ia kembali berkutat pada masakan yang sedang dipanaskan. Masakan yang sudah dibuat sejak lepas sholat subuh tadi sudah dingin, sedangkan dua orang laki-laki berusia muda belum sarapan. Makanya, Karin memanaskannya agar adik dan tamu dirumahnya sarapan dengan baik.
"Mas Wisnu, mau dibikinin kopi apa teh manis?" tanya Karin.
Wisnu yang sejak tadi menatap Karin langsung menunduk, takut ketauan. "Kopi aja, Rin." katanya pelan. Karin tidak menjawab, ia hanya mengangguk lalu mengambil secangkir gelas dan kopi bubuk kesukaan ayah Brata. Semalam, Wisnu dan Malik sudah meminum kopi buatan Karin dan terlihat Wisnu menikmatinya.
Wisnu menatap sekeliling, baru sadar karena tidak mendengar suara ayah dan papinya. "Rin, orangtua pada kemana?" tanyanya.
Karin yang kebetulan sudah selesai membuat kopi lalu mengantarnya pada Wisnu, meletakan cangkir kopi panas itu tepat didepam Wisnu yang kini mendongak menatapnya. Gadis berhijab langsungan itu memilih duduk dikursi seberang Wisnu, keningnya terlihat berkerut halus karena heran.
"Emang gak ada yang bilang ke Mas?" tanya Karin dan Wisnu menggeleng. "pada pergi, Mas. Katanya, ke tempat wisata sekalian mau nikmatin quality time tanpa anak-anak." kata Karin yang membuat Wisnu menghela nafas.
"Jauh?" tanya Wisnu memastikan jaraknya, Karin mengangguk. Wisnu langsung mengeluarkan ponsel dari saku celananya mencoba menghubungi ponsel sang mami. "Assalamualaikum, Mi?" sapa Wisnu.
"Waalaikumusalam, sayang, ada apa?" tanya mami diseberang sana.
"Kok pergi engga ngabarin Wisnu?" tanya Wisnu dengan suara yang lembut, Karin memperhatikan laki-laki yang berbicara dengan ibunya, melihat bagaimana sikap Wisnu pada orangtuanya.
"Astagfirullah, maaf Mami lupa." sesal Yuni. Terdengar orangtuanya mengobrol sebentar dan Wisnu hanya diam menyimak.
"Nu?" sapa Alde, papi Wisnu.
"Iya, Pi?"
"Maaf ya, Nak. Beneran lupa ngasih tau kamu." kata Aldebaran, menyesal.
Wisnu menghela nafas pelan, lalu tersenyum walau sang ayah tidak akan melihatnya. "gak apa-apa, Pi. Take your time, have fun Pi." kata Wisnu, lalu terlibat obralan sebentar dan akhirnya sambungan diputus setelah memberi salam.
Wisnu tersentak baru menyadari bahwa Karin memperhatikannya, membuat ia tersenyum canggung. Sedangkan, Karin hanya melemparkan senyuman tipis. Entah mengapa, gadis berhijab itu terlihat kagum karena pembawaan Wisnu yang sangat santun walau tak dipungkiri Wisnu kesal tapi ia berusaha agar tidak membuat orangtuanya merasa bersalah dan kecewa. Berbanding terbalik dengan Karin yang kadang tidak bisa mengontrol sikapnya saat marah. Contohnya, saat ayah Brata menegurnya Karin malah langsung pamit pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR CINTA - fairbi✔️
FanfictionTAKDIR CINTA Aku kira kau terus bersedia untuk memperjuangkanku, sesiap aku berjuang untukmu. Tapi, aku tersadar kau tidak pernah berjuang untukku yang bukan bagaian dari kebahagianmu. Aku hanya sebuah persinggahan, buktinya kau pergi dengan nyaman...