*****Acara pernikahan yang terhitung lumayan singkat dan sederhana tetap membuat Odetee merasa lelah. Almero tadinya ingin membawa Odetee pulang dan menunjukan jati dirinya yang sebenarnya, tapi Odetee meminta untuk sementara waktu tinggal di apartemennya saja karena jarak ke kantor lebih dekat, dan Almero menyetujuinya saja mencoba memberikan Odetee sedikit waktu.
Sesampainya di apartemen mereka berdua berdiri di depan lift yang lagi-lagi rusak, tidak terbayangkan betapa lelahnya Odetee hari ini dan harus menaiki tangga dengan high heels-nya.
"Di sini memang sering terjadi seperti ini" ucap Odetee lemas.
Almero melihat ke arah tangga lalu berjongkok di hadapan Odetee
"Ayo naik" titahnya sambil menepuk pundaknya sendiri."Lantai 10, apa Kau serius?" Odetee ragu meskipun tubuhnya kecil tapi menaiki tangga dengan menggendong seseorang bukankah akan menjadi dua kali lipat bebannya?
"Ayo cepat. Sudah malam, Kau perlu segera beristirahat"
Meski Odetee ragu, mengingat baju yang dia kenakan akan sulit baginya untuk membuka lebar kedua kakinya, kecuali dia menyingkap bagian bawah gaun tersebut sampai di atas lutut, akhirnya Odetee naik ke atas panggung suaminya yang begitu lebar dengan susah payah, begitupun Almero yang mau tidak mau sepanjang undakan tangga akan terus bersentuhan dengan paha mulus istrinya yang terbuka.
"Apa aku berat?"
"Tidak, tapi karena Kau bertanya jadi terasa berat" ledeknya.
"Apa aku berat? apa aku berat? apa aku berat?" tanyanya mengejar seolah sengaja agar Almero semakin merasa berat.
"Kau menggodaku?"
"In your dreams pak tua" cibirnya semakin berani.
"Pria tua penyelamatmu"
"Terima kasih untuk itu" ucapnya tulus.
Almero hanya terdiam, lalu memulai kembali obrolannya karena ujung tangga masih lah sangat jauh. "Orang tuamu, di mana mereka?"
"Tidak begitu jauh dari kota ini"
"Kalau begitu bagaimana jika kita ke sana? Aku bahkan belum meminta ijin pada mereka untuk menikahi putrinya bagaimana jika besok?"
"Ide yang bagus, setelah itu kita ke tempat orang tuamu" Odetee menyandarkan kepalanya di pundak Almero mulai merasa nyaman.
"Mungkin bulan depan."
"Kenapa harus menunggu bulan depan?"
"Mereka jauh, kita perlu paspor untuk ke sana"
"Hmmm... Di negara mana mereka berada?"
"Itali. Kita akan segera ke sana untuk bulan madu"
"Kyaaa!" Odetee hampir terjungkal karena terkejut.
"Jangan bergerak Kau semakin berat" protesnya.
"Usia memang tidak bisa dibohongi" cibir Odetee, lalu tanpa diduga dengan gagahnya Almero berlari untuk mengakhiri satu lantai terakhir dan merekapun sampai di depan pintu apartemen Odetee.
Sesampainya di dalam Almero mandi terlebih dahulu, selesai dengan aktivitasnya dia menghampiri Odetee yang sudah lelap di atas kasur dengan baju pengantin yang masih melekat ditubuhnya. Odetee tidur telungkup dan model baju gaun kemben itu tentu mempertontonkan bagian pundak dan sebagian punggungnya yang begitu mulus, kulitnya teramat putih bisa dibilang pucat, tentu saja pemandangan itu menyiksa Almero, tapi sebagai suami yang baik pria itu tidak melanjutkan untuk menikmati pemandangan gratis itu. Almero menghampiri Odetee berusaha membangunkan istrinya lembut dengan cara mengguncang lengannya perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Old Husband (THE END) ✓
General FictionWARNING!! YANG MASIH DI BAWAH UMUR JANGAN BACA PLEASE! Michaela Odetee. jika dicari perempuan paling beruntung di dunia ini mungkin aku akan mengajukan diriku diurutan pertama. Ini adalah kisahku dalam menemukan teman hidup.