*****
"Al... Bangun, buka matamu Sayang, maafkan aku, hikss,,hikss,, ALL!!!"
*****
"ALLL!!!" Odetee terhenyak dari tidurnya dengan pipi basah. Nafasnya terengah-engah memburu hampir tercekat di tenggorokan membuatnya kesulitan bernafas hingga bulir-bulir keringat dingin menetes membasahi sekujur tubuhnya. Odetee baru saja mengalami sebuah mimpi buruk, mimpi yang amat mengerikan, ia menyembunyikan tangisnya di balik kedua telapak tangan yang bergetar. Perasaan sakit yang baru saja ia alami terlalu nyata bahkan membuatnya kesulitan mengatur nafas.
Odetee bangkit lalu meraih mantel persis dengan apa yang dia lakukan di dalam mimpinya. Dengan perasaan kacau ia menciumi pipi gembul Moana yang tengah terlelap seraya menahan tangis lantas bergegas ke luar menuju kamar Ester.
"Nyonya, ada apa? Apa yang terjadi?" Ester terkejut melihat majikannya yang sangat panik.
"Tolong jaga Moana dulu, saya akan ke luar sebentar" Odetee bergegas pergi seraya menyambar salah satu kunci mobil yang berderet rapih di tempatnya, kemudian segera melajukan mobilnya memacu kecepatan semampu yang ia bisa.
Sesampainya di kantor Odetee memarkirkan mobilnya sembarangan tidak perduli menghalangi jalan, "Nyonya, ada apa malam-malam begini?--
Bahkan sapaan seorang staf pun tidak sampai usai Odetee sudah melesat jauh berlari, bergegas untuk mencari Almero. Sesampainya di depan ruangan Almero, ia merasa gamang antara masuk atau tidak, teringat mimpi buruknya tadi, bukankah dalam mimpi ia ingin waktu berhenti dan akan memilih untuk tidak datang ke kantor, lalu mengapa sekarang ia malah berdiri di depan pintu tinggi menjulang itu dan hanya mematung tidak mampu untuk sekedar mengetuk, memegang gagang pintu saja tangannya gemetar hebat.
Odetee menangis sejadi-jadinya meremas tangannya kuat agar berhenti bergetar, seketika ia tersentak saat terdengar pintu berusaha di buka dari dalam, Odetee lalu menggeser posisinya berdiri, memberi jalan untuk orang yang akan segera ke luar ruangan.
Kening Odetee berkerut saat pintu terbuka menampilkan dua sosok pria paruh baya yang saling merangkul berusaha susah payah saling membantu menjaga keseimbangan masing-masing agar tetap bisa berjalan dengan benar.
Keduanya sama-sama mabuk berat, Almero dan Reymond tertegun sesaat ketika melihat Odetee yang berdiri di depan pintu tepat di hadapan mereka, "Lihat Rey, aku bahkan melihat bayangan Istriku di mana-mana, apa mungkin karena aku begitu merindukannya" Almero terkekeh geli lalu dengan cueknya kembali melangkah meninggalkan Odetee yang menurutnya itu hanya halusinasi. Melihat itu Odetee menangis semakin kencang, bersyukur karena kengerian dalam mimpinya benar-benar hanya sebuah mimpi, nyatanya Almero hanya sedang menikmati malam terakhir di ruangan bersejarahnya bersama sahabatnya Reymond.
"Tapi Aku tidak dapat melihat Sarah, apa itu berarti aku tidak merindukannya?" Reymond rupanya juga ikut ngelantur.
"Lalu apa Kau melihat Odi baru saja di sana?"
"Yeah, aku melihatnya"
"Oh shit!! Jangan bilang Kau juga merindukan Odi hingga dapat melihat bayangannya juga" sentak Almero tidak terima.
"Tidak, tidak, tidak Dude tenanglah, mana mungkin aku merindukan menantuku"
"Reymond sialan apa maksud perkataanmu itu!"
Kedua pria itu meracau tidak jelas dengan langkah sempoyongan, di ikuti Odetee yang tidak henti-hentinya menangis tapi kali ini tangisannya adalah tangisan haru bercampur lega, rupanya semua ini jauh berbeda dengan apa yang ada dalam mimpinya, malahan saat ini suaminya tengah cekikikan bertingkah konyol bersama sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Old Husband (THE END) ✓
Fiction généraleWARNING!! YANG MASIH DI BAWAH UMUR JANGAN BACA PLEASE! Michaela Odetee. jika dicari perempuan paling beruntung di dunia ini mungkin aku akan mengajukan diriku diurutan pertama. Ini adalah kisahku dalam menemukan teman hidup.