MITHA VERSUS AJENG

5.3K 534 23
                                    

*****

"Mas, tapi Mitha takut..." Bisiknya.

"Jangan takut, ada mas kan..."

"Nanti aja mas, Mitha mau liat Rinjani dulu..."

Mereka berdua mendekati Ajeng yang sedang bersedih.

"Mbak..." ucap Bisma pelan, sambil menggandeng tangan Paramitha.

"Ndak usah banyak cerita, mbak ndak mau liat dia disini!" Sambil menunjuk wajah istrinya.

"Astarfirullah..." Ucap warga yang hadir melihat kemarahan Ajeng.

Matanya mendelik tajam, urat biru halus nampak pada wajahnya.

"Istighfar dek..." bisik Pandji kepada Ajeng.

"Ndak mas! Dia penyebabnya! Hantu itu datang karena ada dia disini!" Teriak Ajeng.

"Mbak! Justru dia yang jagain Rinjani mbak, ndak ada yang salah dari istri saya!" Ucap Bisma, dengan nada tinggi.

"Menurut kamu? Apa jaminannya tinggal serumah dengan orang ndak waras! Apa?! Bahkan ibunya saja bunuh diri karena ndak tahan dengan anak seperti ini!" Teriak Ajeng.

"Bukan karena dia kurang waras seperti yang kalian lihat, lantas ibu Sastra bunuh diri, bahkan Dia ( Mitha ) jauh lebih baik dari pada kalian yang terlihat waras mbak!" Tegas Bisma.

"Mas... ayo pulang..." ucap Paramitha, dengan syara yang terdengar lirih dan menangis.

"Keluar! Keluar dari rumah ini, keluar!" Teriak Ajeng.

"Dek, kamu kenapa?" Tanya Pandji.

"Ndak mas, ndak terima kalo harus ada korban lagi, keluar!" Teriak Ajeng.

"Baik, Bisma keluar dari rumah ini, Bisma bawa istri Bisma dari sini, permisi mas Pandji, Bisma pamit!"

Bisma mengambil beberapa pakaiannya dan juga pakaian milik istrinya, Paramitha kini terlihat ketakutan.

Mereka berpamitan dengan warga disana, mereka berdua pergi meninggalkan rumah.

"Kita kerumah ibu aja ya Mitha. Maafin mbak Ajeng." Ucap Bisma, sambil menggandeng tangan istrinya.

"Iya mas..."

Mereka berdua berjalan kaki bersama menuju rumah Sastra.

Kembali kepada Ajeng...
Ia masih menangisi kepergian Rinjani, sementara Pandji bersedih atas kepergian anaknya juga adiknya.

Mereka memandikan Rinjani dan melakukan sholat jenazah, lalu bersiap menguburnya di penguburan umum.

Bisma dan istrinya masih berjalan menuju rumah yang tak banyak bicara, ia memikirkan sesuatu yang ia tahu.

"Kamu capek?"

"Iya mas..."

"Sini, naik." Ucap Bisma, sambil berjongkok, dan meminta istrinya, naik pada tubuhnya.

"Mas, makasih ya..."

"Sudah kewajiban mas, Mitha."

"Mas... mas ndak malu kan punya Mitha? Mitha kurang waras katanya Mas..."

"Sedikit pun ndak malu, Mitha lebih baik dari pada mas sendiri."

Paramitha tersenyum mendengar ucapan Bisma.

Tibalah mereka di rumah Sastra.

"Kita beresin rumah sama kandang ya..."

"Iya mas..."

KETIKA IBU DATANG  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang