PERANG IBLIS

2K 254 13
                                    

"Ah hahaha... jadi cuma gini mas?" Ucap Paramitha, yang tengah duduk bersandar sambil melihat Lukman yang terengah engah, dan tampak kesakitan.
     Lukman tak tinggal diam, kemudian menjerat Paramitha dengan lidah miliknya 
"Akh...!"
"Gimana dek?" Tanya Lukman, sambil mendekap erat tubuh Paramitha.
     Perlahan Lukman memutus lidahnya, sementara itu, keluar sepasang taring miliknya. Lukman mengarahkan taringnya yang tajam bak pisau, tepat pada bagian leher Paramitha.
"Ini ndak sakit kok sayang…" ucap Lukman sambil perlahan menggigit leher Paramitha, dan lidah miliknya pun terhempas, saat taring itu, menusuk kulit dan daging dari leher Paramitha.
"Akh..!" Paramitha menahan rasa sakit, ketika kedua taring menancap dengan lembut, menembus kulitnya.
     Lukman menghisap darahnya, ia seolah menikmati makan malamnya. Perlahan tubuh Paramitha lunglai dan Lukman menumbangkan tubuh molek itu diatas ranjang.
"Semudah ini…" ucap Lukman, yang tengah bersiap menggagahi Paramitha.
     Disisi lain, Bisma dan Abdi, "nah, ini kamar para gadis desa, kamu nanti bantu saya untuk bawa mereka." Ucap Abdi.
"Kalo boleh tau, dibawa kemana?" Tanya Bisma.
"Goa."
"Goa?"
"Disana lebih aman." Ucap Abdi.
"Aman?" Tanya Bisma.
"Iya, lebih aman dan pastinya, banyak sekali para gadis yang akan pindah kesana."  Ucap Abdi sambil tersenyum tipis, menyeringai.
"Benar, lebih aman di Goa." Ucap Bisma, diiringi dengan senyuman manis penuh tanda tanya. Matanya teduh menatap lantai penuh debu.
     Seolah tahu, Abdi seketika menghentikan langkahnya.
"Kamu ini…?" Ucap Abdi, tanpa menoleh ke arah Bisma.
     Keduanya saling membelakangi. Perlahan, Bisma berbalik badan dan Abdi pun demikian. Mereka saling berhadapan kini.
"Jebule sampean, putra Sukma, wis dikenal masyarakat akeh." Ucap Abdi pelan. sambil menatap wajah Bisma.
"Ya, kulo." Sahut Bisma pelan, sambil tersenyum dan ia bersiap menerima segala serangan dari Abdi.
"Hahaha...!" Tawa Abdi pecah, memenuhi ruangan bawah tanah. Suara tawa mengerikan itu terdengar menyebar di tiap ruangan kamar para tawanan mereka.
     Para gadis tawanan, tentu saja ketakutan, mereka berteriak meminta pertolongan.
Belum sempat mereka berdua mengadu kekuatan, Paramitha tiba - tiba berteriak kencang diiringi tawa.
"Mitha?" Bisma yang panik, hendak meninggalkan ruangan bawah tanah. Abdi bak kilat, ia dengan cepat menghalangi Bisma.
"Jangan diganggu, dia lagi enak." Ucap Abdi sambil tersenyum dan ia mulai mengeluarkan wujud aslinya, di hadapan Bisma. Sosoknya menyeramkan, Abdi berubah menjadi iblis dengan sepasang tanduk dan taring, sudut matanya meruncing, bola matanya pun berubah bak mata ular.
"Setan!" Tegas Bisma.
     Mereka berdua pun bertarung sengit, sama kuat. Bisma nyaris tanpa luka, terlebih iblis semacam Abdi pun sama hebatnya.
"Hebat juga ternyata, anak Sukma." Ucap Abdi, sambil menyerang Bisma dengan pedang panjang yang terbuat dari tulang manusia.
"Tulang." Ucap Bisma, dengan cepat ia meraih pedang itu.
     Sementara Paramitha, wanita gila ini menggila, saat Lukman hendak memasukkan penisnya. Terang saja, Lukman tak berhasil, ia lupa jika Paramitha adalah jenis yang sama dengannya.
"Hahaha... wes to mas, ayo, masukin lagi…" ucap Paramitha, dengan kedua kaki yang mengait tubuh Lukman.
     Suara teriakan para gadis tawanan yang masih hidup, riuh terdengar ketika mereka menyaksikan pertarungan antara Bisma dan Abdi dari cela lubang pintu. 
     Bisma dan Abdi, menghancurkan semua yang ada pada ruang bawah tanah, beberapa pilar penyangga pun patah, akibat hantaman tubuh mereka berdua.
Paramitha menyadari bahwa Bisma membutuhkan dirinya, sama halnya dengan Bisma, ia merasa jika istrinya membutuhkan dirinya.
     Bak kilat, Paramitha telah berpindah tempat, ia melihat Bisma yang sedang bertarung sengit, melawan Abdi.
"Mas!" Teriaknya sambil ikut membantu Bisma.
Keduanya bekerja sama.
"Hahaha... jadi ini iblis sesungguhnya?" Ucap Abdi, sambil berdiri, tanpa menginjakkan kakinya di bumi.
"Setan njerit setan? Jiancuk!" Tegas Bisma, sambil kembali menyerang Abdi. 
"Mitha, kamu ndak apa-apa?!" Tanya Bisma sambil terus menghalau Abdi.
"Ndak mas, aman. Mas, dia iblis. Mas hati hati, bagian lemahnya ada di…?" Belum sempat Paramitha memberitahu, Lukman pun tepat berdiri di belakangnya dan menarik tubuhnya.
"Akh!" teriaknya sambil menahan rasa sakit dari Lukman.
"Mitha!" Bisma terpecah konsentrasi, ia goyah, dan terang saja, pedang Abdi berhasil menyabet bagian tangannya.
"Mas!" Paramitha tak terima, melihat luka pada Bisma, ia berteriak histeris, dan puncaknya, Paramitha berubah menjadi sosok yang menyeramkan.
     Sambil menahan luka, Bisma terkejut tatkala melihat perubahan istrinya, "Mitha ...?" Gumam Bisma, dengan kedua bola mata terbelalak.
"Abdi!" Lukman meminta Abdi untuk bekerjasama membunuh Paramitha.
"Angel, kita harus lebih baik!" Ucap Lukman,  yang juga mengeluarkan pedang dari tulang manusia.
"Kowe sakloron ora iso nglawan aku!" Ucap Paramitha, yang ternyata memiliki pedang yang sama.
     Akhirnya, mereka berperang habis habisan. Bisma, dengan tangannya yang terluka dan penuh darah pun, masih sempat menyelamatkan para gadis.
"Ayo metu! enggal-enggal menyang bale desa! omah iki bakal ambruk, cepet-cepet!" Perintah Bisma.
Mereka menurut, para gadis berlarian tunggang langgang berhamburan keluar. 
     Bisma kembali membantu Paramitha, mereka berdua melawan Abdi dan Lukman. Nampak sama kuat, bahkan sebagian bangunan pun telah ambruk menindih tubuh Bisma, walau tak terjadi apa-apa pada dirinya.
"Mas!" Teriak Paramitha, yang panik saat melihat Bisma tertimpa bangunan.
Keduanya saling berpelukan, "mas, ndak takut liat Mitha gini?" Ucap Paramitha.
"Saya ndak peduli kamu kayak apa, ayo!" Ucap Bisma. Paramitha mengangguk. 
     Mereka kembali melanjutkan perang, Lukman mengeluarkan api, menjurus kepada tubuh Bisma, namun gagal. Abdi pun menyerang dengan mengeluarkan peluru duri yang menancap ke semua tempat.
"Awas mas! Itu beracun!" Teriak Mitha, sambil menunduk.
     Bisma mencari titik lemah dari Abdi dan Lukman.
Mendapatkan petunjuk, Bisma dengan cepat mendekati Lukman, ia tak peduli dengan semburan api yang terus menerus Lukman keluarkan padanya. Tiba tiba...
"Sampeyan mati wektu iki!" Tegas Bisma, yang telah berhasil menembus api dan ia berdiri tepat di belakang Lukman, kedua tangannya telah melingkar pada leher dan kepala milik Lukman.
"Hahaha... coba aja, wes… tak tunggu!" Ucap Lukman, sambil menjulurkan lidah hitam bercabang miliknya, yang kemudian membelit tubuh Bisma.
     Ditengah kobaran api, mereka saling beradu nyawa.
"Akh!" Bisma menahan rasa sakit dari belitan lidah. Namun, walau begitu, ia tetap pada tujuannya.
"Hahaha…!" Tawa Abdi dan Lukman.
"Ojo ngguyu kakehan, kowe mati!" Ucap Paramitha,  yang ternyata sudah lebih dulu mencengkeram erat leher Abdi dengan satu tangan, dan tangan lainnya telah menembus kedalam perut Abdi.
"Opo iki?!" Abdi pun terkejut, terlebih Paramitha telah mematahkan tulang milik Abdi, dari dalam tubuhnya.
     Sedangkan Bisma pun sama, ia telah setengah perjalanan, dengan sekuat tenaga, ia memutar leher milik Lukman.
"Hahaha…!" Lukman tertawa, ia seolah tak yakin jika Bisma bisa mematahkan lehernya, terlebih tubuh Bisma masih terjebak dalam lilitan lidahnya.
     Tak patah arang, sambil berdoa, Bisma dengan seluruh kekuatannya, ia berhasil mematahkan leher dan menarik paksa kepala Lukman agar terpisah dari tubuhnya. "Aarrgghh!" Teriak Bisma, merasa puas, sambil memegang kepala iblis. Nafasnya tersengal-sengal. Tubuh Lukman ambruk. Tak lama kemudian, tubuh itu berubah menjadi serpihan kayu, pasir dan juga belatung.
     Sementara Paramitha, dengan tulang yang ada di tangannya. Ia menancapkan tulang itu tepat pada leher Abdi. Kemudian, ia menariknya lagi hingga darah hitam pun mencucur deras dan metelahmbanjiri wajahnya. Kepala Abdi pun terputus dan Abdi pun hancur berkeping keping.
"Mas… ndelok mas…" Ucap Paramitha, sambil tersenyum dan memegang kepala iblis.
"Ayo sayang, rumah ini mau hancur!" Ucap Bisma.
"Ayo mas! Kita ke balai desa!" Ucap Paramitha.
     Hitungan menit, ruang bawah tanah menjadi kolam api, merambat ke seluruh bangunan. Hingga terjadilah kebakaran hebat.

KETIKA IBU DATANG  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang