ADA APA DENGAN MITHA? DAN SOSOK MENYERAMKAN

6.2K 616 96
                                    

Bisma melanjutkan mengambail air wudhunya, ia tak peduli dengan apa yang ia lihat.

Bisma melaksanakan ibadahnya di ruang tamu, rumah Sastra.

Allahuakbar ...

Bisma memulai ibadahnya dengan khusyuk.

Menyusul Sastra yang beribadah di dalam kamarnya. Paramitha sedang melamun menatap keluar jendela. Entah apa yang ia lihat, ia berdiri secara terbalik dan tak bergerak sama sekali.

Assalamualaikum warahmatullahi ...

Bisma telah menyelesaikan ibadahnya dan ia berdoa, doa yang sama dan kali ini ia sematkan nama Mitha.
Kemudian, ia kembali merapikan sajadah dan ia letakkan di meja ruang tamu.
Bisma duduk menunggu Sastra, ia hendak berpamitan untuk pulang. Tak lama kemudian, Sastra pun muncul dari dalam kamarnya dan menyapa Bisma.
"Bisma, sudah sembahyang?" Tanya Sastra.
"Sudah bu, pamit mau pulang dulu bu, sudah malam." Sahut Bisma sambil tersenyum.
"Opo kowe ndak mangan dulu, karo Mitha?" Sambil berjalan menuju kamar Paramitha.
"Emh..." Bisma berpikir untuk pulang lebih cepat, karena khawatir akan keponakannya, Rinjani.
"Ya Allah?!"  Sastra terkejut saat melihat Mitha yang berdiri tegak dengan cara tak biasa.
"Kenapa Bu?" Tanya Bisma yang ikut panik.
"Mitha?" Lirih Sastra sambil menunjuk Mitha yang berdiri dengan cara terbalik.
Bisma mendekati Mitha dan mencoba membenarkan posisi tubuh Mitha. Setelah kembali normal, Bisma menanyakan apa yang terjadi pada Mitha.
"Mitha, Mitha kenapa? Kamu liat apa?" Bisik bisma sambil menatap wajah Mitha.
"Itu mas... hantu..." Bisik Mitha dengan mata tak berkedip.
"Jangan di lihat..." bisik Bisma sambil menutup matanya.
"Bu, tutup semua tirai jendela kalau perlu sembunyi bu, jangan liat apa-apa." Ucap Bisma pelan.
"Baik nak Bisma." Sastra menuruti apa yang Bisma katakan dan ia menutup semua tirai jendela.

Kemudian Sastra bersembunyi di dalam kamarnya, sambil berdoa.

Mitha masih berdiri tegak sambil melihat mengarah jendala. Bisma mencoba memintanya untuk duduk.
"Sini, duduk disini..." ucapnya pelan, sambil perlahan menarik tubuh Paramitha dan mereka berdua pun duduk di bawah jendela.

Bisma melihat apa yang Paramitha lihat dan pemandangan itu amat mengerikan, sosok wanita yang menyerupai kuntilanak, sedang memakan seekor sapi, tak jauh dari jalan seberang rumah mereka.

Suasana Desa mencekam ketika magrib dan setelah isya, terlebih jam dua belas malam, teror mulai berdatangan.
"Mitha, lain kali jangan dilihat ya, nanti dia tau kalau kamu lihat dia dan dia nanti dekati kamu." Bisik Bisma.
"Tapi... tadi dia sudah melihat Mitha," lirihnya pelan sambil menoleh kearah Bisma.
"Astagfirullah... Mitha." Bisiknya sambil memeluk Paramitha, "Apa kamu tidak takut?" Tanya Bisma.
"Tidak mas, senang malah..." bisik Mitha.
"Mitha, itu bahaya. Jangan dilihat lagi ya, janji?" Pinta Bisma, sambil memberi jari kelingkingnya.
Mitha tak mengerti apa maksud dari jari itu, justru ia menghisapnya dengan lembut.
"Mitha, jangan..." Bisma merasa ada yang aneh di tubuhnya, ketika Paramitha menghisap jarinya dan ia tarik dengan cepat.

Mitha tersenyum melihat Bisma. Kemudian, gadis cantik itu mendorong tubuh Bisma hingga terbaring di lantai.
"Mitha kenapa?" Tanya Bisma, kebingungan dan ia sedikit gemetar serta jantungnya berdebar.

Mitha menaiki tubuhnya dan membuka pakaiannya.
"Mitha, jangan Mitha..." Ucap Bisma, sambil menahan tangannya, agar tak melanjutkannya lagi.
Mitha lalu membuka pakaiannya, Bisma memanggil Sastra, meminta pertolongan.
"Bu... Bu... Tolong Bu...!" Teriak Bisma, sambil menutup mata dan menahan tangan Mitha, yang telah membuka seluruh pakaiannya dan terlihat kedua payudara itu dari balik pakain dalam.
"Loh loh... Mitha..." Sastra datang, mendekati Mitha dan menutupi tubuhnya dengan pakaian. Mitha berteriak, ia mengamuk dan memukuli Sastra.
Bisma melerainya dan menahan tubuh Mitha yang masih telanjang. Ia tak sengaja memegang payudaranya dan ia turunkan kembali tangannya pada pinggul Mitha, namun serba salah karena semua yang ia sentuh terasa berbeda.
"Kenapa dia kumat lagi...?" Lirih Sastra sambil merapikan rambut yang berantakan akibat ulah dari Mitha.

Bisma mengenakan pakaiannya lagi. Mitha tergeletak dan tertidur di atas lantai.
"Bu, Bisma minta maaf..." Ucap Bisma, sambil menunduk.
"Bukan salah kamu, ibu tau kok nak... ibu beruntung itu kamu, kalau orang lain? Sudah habis Mitha diperkosa." Ucapnya, sambil menyelimuti tubuh Mitha dengan selimut.
"Terimakasih bu, sudah percaya sama Bisma. Bisma pamit pulang bu..." Sahutnya sambil bersalaman.
"Hati-hati le, sesuk datang lagi yoh, biar Mitha ada teman nya." Ucap Sastra sambil mengiringi langkah Bisma yang hendak keluar dari rumah.
"Iya bu, nanti kesini lagi, tutup pintunya bu assalamualaikum." Ucap Bisma.
"Waalaikumsalam..." sahut Sastra.

Bisma berjalan menuju rumah, sepi dan hanya ditemani lampu yang berjajar di pinggir jalan. Tiba-tiba, sosok menyeramkan itu melintasi dirinya, Bisma mengejar sosok itu yang berlalu begitu cepat, menghilang dan hanya meninggalkan jejak tetesan darah di atas tanah.
"Darah sapi tadi." Ucap Bisma saat melihat darah itu.
Terdengar sayup suara tawa dan tangis meminta tolong.

"Hahaha... hahaha..."
"Hiks... hiks.... huu... huu... tolong... tolong..."

Bisma mengetahui jika itu adalah ulah setan, ia abaikan dan terus melangkah pergi. Namun tak lama kemudian sosok menyerupai Sukma kini muncul di hadapannya.

"Ibu..." ucap Bisma dan melihat dengan jelas.

Sosok itu berjalan mundur dengan kedua tumit yang terbalik, lama kelamaan sosok itu berubah dan berjalan dengan mengunakan tangan dan kaki sambil terkekeh. Bisma tak habis pikir dengan apa yang baru saja ia saksikan.

Bisma berlari menuju rumahnya, ia khawatir sosok itu akan mengganggu keluarganya. Tiba di depan rumah, ia mengetuk pintu.
"Assalamualaikum, Mas Pandji ... Mbak Ajeng ...," Ucapnya sambil berdiri melihat sekeliling rumah.

Tak lama kemudian ia melihat sosok yang sedang berdiri di balik jendela, menyerupai Rinjani.
"Rinjani? Kok belum tidur?" Ucapnya pelan dan sosok itu menghilang, bersamaan dengan pintu terbuka.
"Astagfirullah, kaget mas..." ucap Bisma, sambil melihat Pandji yang  berdiri di depan pintu.
"Ndalah ... kagetan. Ayo masuk." Ucap Pandji dan kemudian menutup pintu.
"Mas, Rinjani belum tidur?" Tanya Bisma, sambil mencuci tangan dan kakinya.
"Wah sudah tidur. Dari jam piro yo? Oh... jam tujuh tadi, menunggu kamu dia, mau main sama paklek katanya. Eh ketiduran juga." Sahut Pandji sambil duduk di kursi makan dan menemani Bisma untuk makan malam.
"Makan yang banyak, kamu itu kurus sekali." Ucap Pandji sambil tersenyum.
"Masa mas?" Ucap Bisma, sambil menarik pakaiannya dan melihat otot perut pada tubuhnya.
"Halah... Pamer otot ceritanya? Hahaha..." ucap Pandji.
"Ndak kok mas... ini karena kerja di pabrik, angkat kain sambil cetak... jadi gini." Sahut Bisma sambil kembali mengunyah makanannya.
"Iya ya, mas juga merasa, kita sudah kayak olahraga." Sahut Pandji.
"Eh dek, kamu pacaran sama Mitha?" Tanya Pandji lagi.

Seketika Bisma tersedak dan ia mengambil air minumnya dan meneguknya.
"Lah, mesti pacaran iki... Hahaha ..." ucap Pandji.
"Mas, saya tidak paham, pacaran itu bagaimana? Terus pegang tangan atau pelukan itu bisa hamil atau tidak mas?" Tanya Bisma.
"Hahaha... Iya, buktinya mbak kamu hamil, gara-gara awalnya pegang tangan, peluk, terus sampai ke..."
"Ojo mas, tidak usah di teruskan, saya tidak siap mendengarnya, isin e mas..." ucap Bisma sambil menunduk malu dan menghentikan kalimat Pandji.
"Kamu itu udah delapan belas tahun, sudah bisa kayak begitu kok, tapi ya jangan sampai anak orang hamil
Pacaran ya tidak aapa-apa kok dek, orang anak disini seumur kamu bahkan ada yang sudah menikah." Ucap Pandji.
"Malu mas, pacaran saja saya tidak mengerti, malah disuruh menikah." Sahut Bisma, sambil merapikan meja makan dan mencuci piringnya.
"Ya sudah... sekarang tidur dulu, besok kerja lagi kita, jangan kesiangan loh dek." Ucap Pandji.
"Iya mas, mau baca buku sebentar terus tidur." Sahut Bisma.

3 : 23 PM




KETIKA IBU DATANG  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang