BERTEMU ADJIE DAN SARAS, NAMUN MEMILIH JALAN SENDIRI

3.2K 322 26
                                    

     Bisma mengajak Adjie bekerja sama dengan mencari Laksmi yang kini masih mengganggu warga desa. Sementara Paramitha kini jauh lebih terlihat sensitif dengan aura negatif yang datang mendekat.
"Jadi, gimana?"
"Ya, itu, saya juga bingung, kita harus cari kemana?"
"Istri kamu baik baik aja kan Bisma?"
"Iya, tapi dia tadi kayak kesurupan gitu e, ngeri..."
"Wah, biasanya?"
"Ndak gitu sih, tapi kalo liat hantu ya dia bisa dari dulu ndak takut,"
"Saras juga, hantu kok dicari, heran. Masa lagi nganu karo aku dikamar, dia malah ndelok kunti?" Ucap Adjie.
"Hahaha..." tawa Bisma.
"Mangkel, wes tak hajar habis habisan, sampe ndak bisa ngelawan." Ucap Adjie.
"Di siksa ta?!" Tanya Bisma dengan wajah serius.
"Di siksa tapi yang enak enak." Ucap Adjie.
"Oalah... kirain." Ucap Bisma.
"Mana tega mukul istri, perempuan."
"Podo karo aku, kecuali mukul Laksmi."
"Hahahah..." tawa mereka berdua.
Lain hal Saras dan Mitha sayang sama kentirnya.
"Mbak, liat punyaku." Ucap Saras, sambil bercermin, menunjukkan payudaranya.
"Wah, gede ya?" Ucap Paramitha.
"Asli loh mbak, punyamu juga, coba liat di kaca."
     Keduanya berdiri melihat cermin, sambil membuka pakaian dan adu ukuran dada, "sama persis." Ucap keduanya
"Iya ya?"
"Hahaha...'
"Aku suka ndak pake baju kalo dikamar."
"Sama, aku juga,"
"Mas Adjie mainnya lama."
"Loh, iya podo karo suami ku."
"Sampe pegel loh mbak..." ucap Saras.
"Kadang mau nyerah..." ucap Paramitha.
"Tapi enak."
"Hahahah..." tawa mereka berdua sambil berdiri melihat cermin.
     Tak di sengaja, muncul sosok wanita dari pantulan cermin, "Asu!"
"Kenapa mbak Mitha?"
"Kamu ndak liat ta?"
"Ono opo?"
"Tadi mirip wanita juga, tapi kok nakutin?"
"Bayangan?"
"Ndak, wujud beneran,"
"Lah mesti yang aku liat berapa hari lalu." Ucap Sara.
"Kenapa?"
"Pas lagi buat anak sama mas Adjie, aku liat kuntilanak."
"Masuk nek kamar sini?"
"Iyo, berdiri di atas situ, melayang mbak..."
"Terus awakmu?"
"Aku bilang ke mas Adjie, eh dia malah ndak suka, katanya memecah konsentrasi dia, terus aku dihajar di ranjang."
"Kok kamu diem aja?"
"Wong enak kok, aku sampe teriak gini 'ah ... mas... aah... ' gitu mbak..."
"Hahaha..." tawa keduanya yang mirip seperti Kunti versi on the spot.
"Aku mau banget punya anak loh Saras,"
"Podo mbak, aku juga, mbak tau nggak? Aku lagi hamil sekarang."
"Selamat ya Saras, aku seneng dengernya." Ucap Paramitha, "aku kapan ya?" Lirihnya.
"Sabar mbak e, pasti dikasih, mungkin kita masih harus selesaikan masalah dulu, Laksmi,"
"Dia datang lagi, kurang ajar banget. Maunya apa yq?"
"Kita bantu suami kita mbak,"
"Pasti, tapi apa mereka mau?"
"Paksa, kalo ndak ngajak kita, kita nggak usah kasih jatah."
"Tapi aku ndak bisa kalo sehari nggak gitu loh Saras... minimal pelukan atau ciuman lah..."
"Halah, tahan, akting, biar dia takut."
"Kalo katanya ndak apa apa? Piye?"
"Garai misu, pokoknya kita paksa sampe kita ikut!"
"Hahaha..." tawa mereka berdua.
"Wes mangan mbak? Mangan sik yok, aku masak banyak loh."
"Boleh, kita panggil suami kita ya."
"Ayo..."
"Makan nek kebun yok, adem."
"Boleh."
     Keduanya menyiapkan makanan namun lupa menurunkan pakaian mereka, "eh jaran!"
"Kenapa mbak?"
"Ini, lupa nutup..." ucap Paramitha, sambil merapikan pakaiannya.
"Walah... untung belum kesana mbak..."
"Hahaha..."
"Mas Adjie, ms Bisma, ayo makan dulu, di kebun, sudah disiapin." Ucap Saras.
"Oh iya, ayo Bisma." Ucap Adjie.
"Iya Adjie."
     Keduanya berjalan menuju pondok yang ada di kebun. Mereka makan bersama dan bercengkrama, "Mas, kalo jadi cari si setan Laksmi, kita ikut!" Ucap Saras.
"Tapi bahaya dek... kamu lagi hamil." Ucap Adjie.
"Emoh, pokoknya ikut! Ya kan mbak Mitha?"
"Iya, ikut!" Ucap Paramitha.
"Wah bahaya sayang?" Ucap Bisma.
"Kalo mas ndak mau, mas ndak usah buat anak sama aku." Ucap Paramitha.
"Eh kok?" Ucap Bisma.
"Hahaha... puasa rek..." ucap Adjie.
"Mas Adjie juga, berlaku buat mas kok..." ucap Saras.
"Jaran, kompak rek?" Ucap Adjie, sambil menggaruk kepalanya.
"Tapi ndak hari ini, kita butuh mikir, istirahat dulu, lagian kalian kan belum istirahat." Ucap Adjie.
"Terimakasih Adjie." Ucap Bisma.
"Sama sama, tinggal sini saja, gimana?" Ucap Adjie.
"Iya, aku sepi loh mas, ada mbak Mitha aku seneng..." ucap Saras.
"Tapi ndak enak, kalo boleh, kami nanti izin bangun rumah kecil di sana." Ucap Bisma.
"Di kebun?"
"Iya."
"Yowes rapopo..." ucap Adjie.
"Tapi jangan jauh jauh ya, biar bisa saling kunjungi..." ucap Saras.
"Iya, pasti, dan terimakasih sudah mau bantu kami." Ucap Bisma.
"Saling bantu aja Bisma." Ucap Adjie.
"Iya Adjie."
     Mereka pun melanjutkan ibadah, hanya Mitha yang tidak ikut dalam kegiatan sembahyang. Mitha bak kembali dari nol, ia tak bisa mendengar suara adzan.
"Mas, sampe kapan mbak Mitha gitu, kasian..." ucap Saras.
"Semoga dia bisa normal lagi dek, doain aja." Ucap Adjie.
"Itu suaminya sabar ya mas, untung." Ucap Saras.
"Iya, Bisma baik, dia juga jujur." Ucap Adjie.
"Iya mas, ndak kayak kamu, liar." Ucap Saras.
"Tapi gelem?" Ucap Adjie.
"Hahaha..."
"Nanti sore aku mau ambil sayur sama mbak Mitha ya Mas?"
"Boleh, jangan jauh jauh... lagi hamil muda gini, anak pertama loh dek."
"Ndak Mas, deket kok."
"Hati hati loh."
"Belum pergi kok Mas..."
"Oh iya..."
"Mas, ambil air, isi lagi..."
"Ya udah, aku sama Bisma isi air, dek..." ucap Adjie, sambil meminta Saras menciumnya. Mereka berdua berciuman mesra hingga terbaring diatas ranjang.
"Mas... ehm... kelamaan..." ucap Saras, sambil berbisik.
"Oh lupa..."
"Mas?"
"Iya?"
"Punyamu berdiri, turunin dulu, masa keluar kayak gitu..." ucap Saras, saat melihat Adjie yang sedang merasakan ereksi pada penisnya.
"Oh... normal dek."
"Ya kira-kira mas, masa di biarin gitu aja, aku kan pengen..." ucap Saras.
"Malem ya?"
"Oke..."
"Suaramu tapi kecilin..."
"Iya mas..."

*****

     Sepuluh menit kemudian Adjie mengajak Bisma mengambil air untuk mereka mandi, "Adjie?" Ucap Bisma.
"Iya? Kenapa?"
"Udah 2 tahun, saya belum dikasih anak." Ucap Bisma.
"Sabar, ndak apa apa, belum waktunya."
"Iya, tapi Mitha kalo liat anak bayi suka nangis, dia mau banget, apalagi pas tau saras lagi hamil, dia tadi nangis."
"Sama, Saras juga waktu itu, saya bilang ya sabar aja, eh dikasih cepet juga. Eh Mitha tidur?"
"Iya... ya gitulah, dia ndak bisa denger suara adzan."
"Kasian, tapi bisa sembuh kok..."
"Mudah-mudahan, tapi biar dia gitu, saya tetep cinta sama dia..." ucap Adjie.
"Sama, saya sekarang kayak gila karena Saras, padahal waktu itu masih susah melupakan istri saya yang hilang."
"Adjie, kalo istri kamu balik lagi?"
"Pertanyaan mu? Wah susah nih..."
"Itu gimana Adjie? Seandainya loh."
"Tapi Saras sudah saya kasih tau, dia bilang gini salah sendiri, kenapa pergi lama!' gitu katanya dia."
"Hahaha..." tawa Bisma.
"Tapi jadi mikir, kemana ya dia?"
"Bener Adjie, apa masih hidup apa sudah...?"
"Mati?"
"Iya, maaf ya Adjie."
"Ndak apa apa, sudah hampir 2 tahun dia hilang. Tapi sejak Saras hadir, saya nyaris lupa akan sosok dia."
"Artinya kamu sekarang bahagia, mungkin ini jalannya Adjie."
"Benar juga, Gusti Allah sudah ngatur, kita cuma jalanin saja toh."
"Saya juga kehilangan mas Pandji, saya kangen banget."
"Dia kemana?"
"Kerja ke kota, rumah sudah terbakar, saya bingung gimana."
"Berat juga yang kamu hadapi Bisma."
"Iya, tapi saya ikhlas, ndak apa apa, saya sekarang mikirin kesembuhan Mitha aja."
"Iya, itu utama."
"Udah penuh Adjie?" Ucap Bisma, saat melihat air di dalam sebuah bak. Yang sedari tadi mereka isi.
"Sampe banjir." Ucap Adjie.
"Hahaha..." tawa mereka.
"Kita istirahat dulu Adjie."
"Oh iya... ayo."
     Keduanya duduk diatas kursi bambu sambil menikmati udara sore itu. "Tapi Bisma, saya penasaran, kuntilanak yang dilihat Saras?"
"Iya ya, apa disini emang anter?"
"Disini paling aman Bisma, saya mikir, itu dari mana ya?" Ucap Adjie.

*****

KETIKA IBU DATANG  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang