IBU MENDADAK KAYA

10.3K 850 139
                                    

     10 tahun berlalu. Semakin hari, semakin ramai yang melahirkan di tempat Sukma. Rumah Sukma, sekarang sudah mendapatkan aliran Listrik.
"Alhamdulillah dek, rumah ibu tidak seperti dulu lagi." Ucap Pandji, yang sekarang berusia 24 tahun.

Pandji menjadi lelaki dewasa yang tampan dan tidak ada yang berubah darinya, ia masih setia berkebun dan menjual hasil kebunnya serta membantu Sukma.
"Mas, Ajeng bantu Bisma dulu." Ucap Ajeng, sambil membantu Bisma menulis dan berhitung.

Ajeng kini berusia 20 tahun, dia pun kini terlihat semakin cantik di usia beranjak dewasa.
"Mbak, Bisma mau ke kamar mandi dulu." Ucap Bisma, yang kini berusia 10 tahun, sambil berlari, menuju kamar mandi.
"Cepat ya dek, kamu harus selesaikan tugas kamu." Ucap Ajeng.

Gubuk mereka kini berganti menjadi rumah batu, semua barang di rumah mereka pun terlihat baru.

Sukma resmi menjadi bidan di Desa. Kasus Kematian pun minim, Sukma bahkan sering datang kerumah warga desa lain yang ingin melahirkan.
"Ayo tarik nafasnya, matanya jangan terpejam ya… ayo…" Ucap Sukma, saat sedang membantu persalinan.
"Tambah cantik saja kamu sekarang…" kalimat itu yang sering didengar oleh mereka jika ada pasien datang untuk melahirkan.

Sukma memang semakin hari semakin cantik, ia pandai merawat diri, semenjak ia didapuk menjadi bidan di desa, uang pun datang dengan sendirinya.

*****

Malam hari.
"Ayo makan dulu…" Sukma mengajak ketiga anaknya untuk makan bersama.
"Berdoa dulu bu." Ucap Pandji.
"Ibu sudah melakukannya, kalian saja yang berdoa." Ucap Sukma.

Mereka bertiga berdoa dan memulai makan malam bersama.

Pukul 9 malam, Sukma selalu meminum air rebusan bunga dan rempah-rempah.
"Minum ini, manfaatnya supaya apa ya bu?" Tanya Ajeng.
"Ini supaya ibu lebih sehat dan bangun tidur nanti... ibu lebih segar, kamu lebih baik tidur, ibu masih harus meramu jamu dan obat." Ucap Sukma.
"Baik bu." Sahut Ajeng, sambil berjalan menuju kamar tidurnya.

Pukul 12 malam, Sukma kembali membuat rempah daun sebagai campuran obat obat herbal nya. Kemudian Sukma melakukan ritual lainnya agar jamunya laku keras di pasaran. Darah ayam hitam dan bunga, Sukma selalu menyiapkannya di atas altar.

Setelah satu jam berjalan, Sukma kembali ke dalam kamarnya, untuk beristirahat.
"Ternyata seperti itu…" gumam Ajeng, sambil menutup pelan pintu kamarnya, saat ia baru saja mengintip kegiatan Sukma, malam itu.

*****

Pagi hari, Sukma lebih dulu terbangun dan bersiap untuk bekerja. Sukma menggelung rambut panjang miliknya.

Rambut tebal dan hitam serta berkilau yang dimiliki Sukma adalah dambaan setiap wanita.
"Tolong bu... istri kedua Pak Bagas, mau melahirkan." Ucap salah satu tetangga yang datang.

Bagas adalah pria kaya dan tampan, yang memiliki istri lebih dari satu. Sukma datang dengan membawa perlengkapan.
"Ajeng, ikut ibu. Bisma dirumah sama mas Pandji." Ucap Sukma.
"Baik Bu." Sahut Bisma.

Sukma mengenakan payung hitam dan berjalan bak wanita terhormat dengan segala pesonanya.

Tak heran jika Bagas sering kali mengirimkan Sukma pakaian yang mahal dan uang untuk mendekatinya, namun Sukma menolaknya.
"Pak, ibu Sukma sudah datang." Ucap salah satu pembantu rumah tangganya.
"Suruh segera masuk." Sahut Bagas.
"Bu Sukma, masuk saja ke kamar istri pak Bagas." Ucap pembantu rumah tangga, sambil menunjuk kamar istri kedua dari Bagas. Seorang wanita muda dan cantik yang rela dijadikan madu oleh Bagas.
"Saya siapkan dulu semuanya." Ucap Sukma, sambil tersenyum melihat calon pasiennya.
"Ajeng, bantu ibu." Pinta Sukma, pada Ajeng.
"Iya bu." Sahut Ajeng.

Bagas pun muncul dan berdiri di dekat Ajeng, ia tersenyum melihatnya. Sementara Ajeng menunduk dan berpaling.
"Pria hidung belang." Gumam Ajeng dalam hati.

Kemudian, proses melahirkan dimulai. Sukma begitu cekatan dalam hal ini. Tugas Ajeng hanya membantu memandikan bayi.
"Bisa siapkan air untuk memandikan bayi yang hangat dan secangkir teh hangat tanpa gula." Ucap Sukma, pada pembantu rumah tangga.
"Segera bu." Ucap pembantu rumah tangga itu.
"Ajeng, bawa bayinya, nanti mandikan disana dan bawa lagi kesini." Ucap Sukma.

Ajeng berjalan menuju kamar bayi."mandi ya, jangan nangis." Bisik Ajeng sambil tersenyum.

Bagas melihatnya. Ia tertarik dengan wajah cantik Ajeng dan juga tubuhnya, terlebih usia Ajeng sama seperti usia istrinya yang baru saja melahirkan.

"Eh maaf. Jangan terlalu dekat pak." Ucap Ajeng sambil menghindari Bagas.

"Saya mau lihat anak bayi saya. Tidak ada masalah kan?" Ucap Bagas sambil tersenyum. Ia memang menarik perhatian di usia 40 tahun, ia tampak seperti pria berusia 25 tahun.

Tak beda jauh dengan Sukma, usianya bahkan mendekati angka 50, namun Sukma, seperti wanita berusia 30 tahun.

"Permisi." Ucap Ajeng, saat hendak membawa bayi.

Bagas menghalanginya.
"Pak, maaf, saya tidak tertarik dengan bapak, sedikit pun!" Tegas Ajeng dan menerobos tubuh Bagas.
Bagas tersenyum melihatnya. Ia justru menyukai karakter wanita seperti Ajeng.
"Bu... ini." Ucap Ajeng, sambil membawa bayi dan meletakkan di dekat istri muda Bagas.

Kemudian mereka kembali kerumah, setelah menerima uang dari Bagas dengan jumlah yang fantastis untuk bidan desa.

Mereka pulang dan berjalan bersama. Bagas memperhatikan mereka berdua dari kejauhan.
"Cantik sekali dia." Gumam Bagas sambil tersenyum.

*****

Tiba di rumah, "uang ini lumayan buat kita selama 3 Minggu." Ucap Sukma.
"Bu, apa ibu tidak curiga, sama pak Bagas?" Ucap Ajeng.
"Curiga? Dia selalu mengincar ibu, ibu tau. Bahkan jangan jangan dia menyukai kamu?" Ucap Sukma, sambil tersenyum.
"Bu, tidak bu, jangan sampai itu terjadi." Sahut Ajeng yang berjalan menuju kamarnya.
"Hmmm... Bagas, aku menolak kamu, karena belum saatnya." Gumam Sukma, sambil tersenyum sinis.

Tak lama kemudian Pandji dan Bisma kembali pulang kerumah dari menjual hasil kebun.

"Bagaimana kabar anak ibu hari ini?" Tanya Sukma, pada Pandji dan Bisma.
"Semua dagangan kami habis bu, uangnya banyak, bisa ditabung." Ucap Pandji.
"Pandji, apa tidak cari pendamping saja? Anak kades di sana cantik loh, cocok buat kamu." Ucap Sukma, sambil duduk menikmati udara segar sore itu.
"Nanti bu, kalo sekarang, jaga mereka dulu." Ucap Panji, sambil merangkul Bisma. Berjalan menuju ruang makan bersama.
"Panggil Ajeng, dia kok tidak keluar kamar?" Ucap Sukma.
"Bisma saja bu yang panggil." Ucap Bisma.
"Wah… ayo panggil mbaknya sayang, bilang kalau ibu mengajak makan, cah bagus..."
"Njih, bu…"
Bisma pun mendatangi kamar Ajeng.
"Mbak Ajeng, mbak…" ucapnya dari balik pintu kamar.
Ajeng membuka pintu kamar, tampak matanya sedikit sembab.
"Mbak Ajeng kenapa?" Tanya Bisma.
"Tidak apa-apa kok dek, yok kita makan sama-sama." Sahut Ajeng sambil mengajak Bisma menuju meja makan

Mereka makan bersama dan tak lupa, selalu berdoa, kecuali Sukma. Sejak saat ini, ia tak pernah lagi berdoa. Entah apa yang mengubah Sukma, yang jelas, Sukma tak lagi sama.


KETIKA IBU DATANG  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang