KUNCORO BERHASIL MENGELABUI WARGA DESA, BISMA DAN MITHA TIBA

2.3K 268 6
                                    

     Siang itu, warga desa mulai berdatangan, terutama dari kalangan gadis muda. Diantara mereka, terlihat diantar oleh orang tua masing masing. Ada pula yang datang sendiri. Gadis gadis muda ini akan bernasib buruk. Mereka seolah mengantarkan nyawa mereka, tanpa disadari.
"Wah, sudah ramai..." ucap Kuncoro beserta Lukman dan Abdi yang setia di sisinya.
"Tolong anak saya Kuncoro." Ucap salah satu wanita paruh baya, pada Kuncoro.
"Anak saya juga." Ucap lainnya lagi.
Riuh suara warga desa, meminta anak gadis mereka, agar mendapat tempat.
"Tenang tenang, tempat ini bisa menampung 20 orang saja, 1 kamar untuk 3 orang, semua mendapatkan tempat tidur layak, itu juga atas sumbangan dari calon kepala desa kita. Jadi tenang saja, bagi yang belum berkesempatan untuk menempati diri disini, akan kita usahakan secepatnya dalam waktu 1 minggu, kami masih membutuhkan biaya dan tenaga dari warga desa sekalian." Ucap Kuncoro.
     Terdapat lebih dari 30 orang gadis di sana, mereka menunggu dan terlihat tidak sabar. 20 orang gadis muda, kini telah masuk perangkap.
"Mohon maaf sekali lagi, untuk sementara, kalian jaga anak gadis kalian masing masing, usahakan lakukan apa yang kita umumkan di balai desa, tadi pagi." Ucap Kuncoro.
     Raut wajah kecewa dari warga desa, saat mereka tak dapat menitipkan anak gadis mereka.
"Kuncoro, tolong anak bude ini, satu aja... kebetulan ada dua anak gadis. Tolonglah bude." Ucap wanita itu, pada Kuncoro, dengan wajah memeluk dan menggandeng anak gadisnya.
"Ndak bisa bude, ndak cukup, satu miggu lagi saja kesini, bude sabar saja." Ucap Kuncoro.
"Ini aku punya duit, ndak banyak, tolong lah anak bude ya...?"
"Aduh gimana ya bude? Masa satu kamar ada yang empat ?" Ucap Kuncoro.
"Ayolah Kuncoro, bude ini kan kerja terus, takut ndak bisa perhatian ke anak, tolong lah ya."
"Ya sudah, bisa bisa, tapi Bude jangan kasih tau yang lain."
"Iya iya, ayo Sulastri, masuk sini cepet." Ucap wanita itu, pada anak gadisnya.
     Sulastri, gadis cantik usia 17 tahun ini nampak ragu untuk melangkah. Ia berpisah dengan ibu dan saudara perempuannya, "bu..." ucap Sulastri yang ragu melangkah.
"Wes, kamu aman di sana, biar adik kamu sama ibu, ibu jaga." Ucap ibunya itu.
"Iya mbak. Nanti kita ketemu lagi mbak." Ucap adiknya.
     Sulastri mengangguk, melangkah pelan dan sesekali menoleh pada ibu dan adiknya.
Sementara Kuncoro, Abdi dan Lukman, bak hewan buas kelaparan, melihat Sulastri yang sedang berjalan mengarah mereka.
     Berpisah Sulastri dengan keluarganya. Ia disambut oleh ketiga setan.
"Ayo sini." Ucap Kuncoro, sambil tersenyum.
"Siapa namanya?" Tanya Abdi.
"Sulastri..." ucap Sulastri, sambil menunduk.
"Ayo, ikut saya, ke kamar kamu, saya kasih tau." Ucap Kuncoro.
     Kuncoro membawa masuk korbannya, sementara korban lainnya, telah berada di ruang bawah tanah.
"Kun, ini buat aku saja..." bisik Abdi.
"Enak saja, ini beda." Ucap Kuncoro.
"Buat aku saja lah..." Ucap Lukman.
     Mereka bak kehausan darah dan daging manusia saat melihat Sulastri. Sulastri nampak ketakutan, saat melihat mereka.
"Jangan takut, kamu aman kok." Ucap Kuncoro.
     Kuncoro mengantarnya hingga ke kamar.
"Kamu disini, nanti kalo ada tempat di bawah, kamu bisa gabung sama temen kamu." Ucap Kuncoro.
"I... iya mas." Ucap Sulastri.
"Kenapa? Takut?" Tanya Abdi.
"I... itu, saya boleh ke kamar mandi?" Ucap Sulastri.
"Oh silahkan..." ucap Lukman.
"Biar saya anterin..." Abdi mengambil alih.
"Jangan mendahului..." bisik Kuncoro.
     Abdi hanya tersenyum sinis. Ia mengantar Sulastri ke kamar mandi. Tiba disana, Lukman lebih dulu menunggu, "kita bagi dua." Ucap Lukman, pada Abdi.
Ia tergoda mendengar detak jantung Sulastri yang berderu kencang, darahnya mengalir deras.
"Tutup pintunya." Pinta Abdi.
     Mereka menutup pintu dan menguncinya.
Sulastri pun telah usai membuang air kecil, ia sedikit ragu untuk keluar dari sana.
"Dek, apa sudah?" Ucap Abdi dari balik pintu kamar mandi.
"Kok diem?" Bisik Lukman.
"Dek?" Ucap Abdi lagi.
     Kedua iblis ini tak tahan lagi ingin menikmati tubuh Sulastri, gadis malang. Sulastri tampak ragu, ia mencoba mencari jalan keluar, namun sayangnya, tak ia temukan. Sulastri keluar dari dalam kamar mandi, "saya mau keluar mas, saya pulang aja." Ucap Sulastri.
"Loh, kok mau pulang?" Ucap Abdi.
"Iya, disini aman loh buat kamu." Ucap Lukman.
     Kedua iblis berparas tampan ini mencoba menggoda Sulastri. "Saya..." ucap Sulastri, bingung dan ragu.
Tak sabar, Abdi mengangkat tubuh Sulastri ke atas meja. Kemudian ia melucuti pakaiannya.
"Jangan! Tolong!" Teriak Sulastri.
"Hahaha!" Tawa mereka berdua.
     Sulastri di gagahi oleh mereka secara bergantian dan paksa. Sulastri menangis tanpa suara. Tak lama kemudian, mereka menghisap darah Sulastri dan memakan dagingnya.
     Gadis cantik itu kini tak bernyawa, tubuhnya hancur, dagingnya nyaris tak bersisa. Tulangnya pun terlihat dan hanya tersisa kepalanya yang masih tertinggal pada tubuhnya.
"Masih 20 orang lagi." Ucap Lukman, dengan darah yang menempel pada bibirnya.
"Mudah." Ucap Abdi.
Kuncoro pun datang, "jancuk, kenapa kalian duluan? Aku nunggu dari tadi...?"
"Kita laper Kuncoro, ini cukup buat sebulan." Ucap Abdi.
"Duh... kalian iki, ndak mikirin aku ta? Yowes kubur mayatnya, jangan sampai mereka tau." Ucap Kuncoro.
     Kedua iblis itu memasukkan mayat Sulastri ke dalam karung. Mereka menguburkan nya ke dalam hutan. Bisma dan Paramitha, tengah melakukan perjalanan mendekati musuh.
"Mas?"
"Kenapa?"
"Laper mas..." ucap Paramitha.
"Kita cari burung?" Ucap Bisma.
"Ayo mas."
Mereka berdua mencari burung untuk dimakan.
"Mas bawa korek api?"
"Bawa, badik juga ada, tali juga,"
"Buat ngiket siapa Mas?"
"Iket kamu biar ndak jauh dari saya." Ucap Bisma.
Paramitha tersenyum mendengar ucapan Bisma, "eh mas, disitu ada pondok, kosong juga kayaknya." Ucap Paramitha.
"Kita makan disana aja? Gimana?" Ucap Bisma.
"Tapi dari tadi belum dapet manuk e mas..." ucap Paramitha.
"Sabar toh sayang..." ucap Bisma.
20 menit kemudian, mereka mendapatkan hasil tangkapan. Paramitha berbahagia, ia tak sabar menunggu kapan daging burung itu matang.
30 menit kemudian, mereka makan bersama.
"Mas, perjalanan kita masih jauh, kita tidur dimana lagi? Apa di pondok ini?"
"Iya, ndak apa-apa kan?"
"Iya mas, kayu kayu ini cukup buat dibakar mas." Ucap Paramitha, sambil menunjuk kayu kayu kering.
"Kita cuci tangan dulu di sungai itu." Ucap Bisma.
"Ayo mas." Ucap Paramitha.
Mereka berdua menuju anak sungai, "mas, airnya dingin banget mas. Seger..." ucap Paramitha.
"Iya, jernih, dan kok ndak ada ikan ya? Mitha?" Ucap Bisma, sambil melihat dasar sungai yang jernih.
"Mungkin belum lewat aja mas..." ucap Paramitha.
"Iya. Nggak bau, bisa diminum kayaknya." Ucap Bisma.
Mereka berdua meminum air sungai itu dan tak lama kemudian, nampak darah mengalir, mengikuti aliran sungai.
"Mas, ini kenapa? Kok darah?" Ucap Paramitha.
"Darah?" Ucap Bisma.
"Mas..." ucap Paramitha, yang mulai panik.
Mereka berjaga jaga dan melihat sekitar, "mas, kira-kira ini darah apa?" Ucap Paramitha.
"Ndak tau Mitha, apa kita susuri sungai ini?" Ucap Bisma.
"Ayo mas..." ucap Paramitha.
Mereka berdua berjalan menyusuri sungai mencari sumber darah. Tak disangka, "mas? anak - anak!" Teriak Mitha. Mereka mendekati anak kecil tersebut yang terluka dan tergeletak, "kasian mas?" Ucap Paramitha, sambil menangis.
"Masih hidup, ayo kita bawa ke pondok sana." Ucap Bisma.
Bisma menggendong anak kecil itu hingga ke dalam pondok, "mas, dia masih hidup mas?" Ucap Paramitha.
"Masih, liat punggungnya luka, Mitha." Ucap Bisma, saat melihat luka pada punggung gadis kecil itu.
"Mas, kita obati." Ucap Paramitha.
Bisma mencari daun sirih liar disana, kemudian akar jati dan juga daun lainnya. Mitha menumbuk daun daun itu dan mereka menutup luka anak tersebut.
"Mas bajunya?"
"Pake baju mas aja, Mitha." Ucap Bisma dan membuka pakaiannya, menutupi tubuh bocah malang tersebut.
"Mas dia anak perempuan..." ucap Paramitha.
"Iya? Kirain laki laki sayang." Ucap Bisma.
"Mas, siapa yang tega nyakitin anak ini?" Ucap Paramitha.
"Kayaknya ini bekas kuku dek." Ucap Bisma, saat melihat luka bekas cakaran itu.
"Apa perbuatan hewan liar mas?" Tanya Paramitha.
"Beda, kamu coba liat Mitha." Ucap Bisma.
Paramitha memandangi bentuk cakaran tersebut, "iya mas, ini kuku, kuku Laksmi. Mitha pernah dicakar kayak gini mas, ini sama persis." Ucap Paramitha.
"Berarti dia beneran dateng dan ndak jauh dari sini Mitha." Ucap Bisma. Sambil melihat sekitar.
"Atau kita tanya sama anak ini, pas dia udah bangun mas?" Ucal Paramitha.
"Yowes, aku cari burung lagi, kasian, dia pasti laper, kamu juga harus makan. Tunggu ya?" Ucap Bisma.
"Iya mas, aku tunggu sini."
Bisma berburu, sedangkan Paramitha menemani bocah malang tersebut yang belum diketahui asal usulnya.

*****

KETIKA IBU DATANG  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang