I

4.6K 260 16
                                    

Langit hari ini sangat cerah, begitu cerah dan nyaman. Tapi tidak dengan gadis berusia 20 tahun ini. Ia benci hari ini, ia benci dengan langit yang seakan menghina dihari menyedihkannya. Ayahnya pergi tanpa berpamitan dengan pantas padanya dan pada sang ibu. Ia pergi bersama dengan sebuah peti dan bunga yang menemaninya di bawah sana, meninggalkan orang terkasihnya.

Roseanne Park, kehilangan ayahnya hari ini. Di hari yang sangat cerah, langit membiru, awan seputih kapas dan burung yang berterbangan yang seperti berusaha menghiburnya. Tak mempan, ia tetap membenci hari ini sekalipun ia sangat menyukai cuaca seperti ini di hari biasa.

"Rosie, kau harus kuat. Ibu disini bersamamu."

"Ibu..kenapa ayah tak memberitahu kita tentang penyakitnya?"

"Ibu juga tak tau mengapa, tapi ibu juga sama kecewanya denganmu. Sama marahnya denganmu. Tapi kau harus tau dan yakin, Tuhan memiliki rencana lain."

Ayah Rose meninggal karena penyakit kronis yang telah ia sembunyikan selama 4 tahun. Ayah Rose, seorang dokter dan professor cukup terkenal di Seoul. Ayahnya menjadi figure seorang dokter hebat dan dipercaya sebagai dokter mata handal di rumah sakit pusat kota Seoul. Ayahnya juga seorang dosen universitas dimana Rose menimba ilmu. Rose benar benar hancur, kehilangan orang terdekatnya.

--

2 minggu kemudian

"Rose, kau mau ikut aku ke rumah Lisa?" ajak Jennie pada Rose saat berada di cafeteria.

"Tidak eonni, aku ingin ke rumah sakit. Mengambil barang barang ayahku.."

"Ah begitu, apa kau mau kutemani?" tanya Jennie sekali lagi.

"Tidak perlu, Lisa pasti sudah menunggumu. Lain kali aku akan ikut bergabung dengan lainnya. Sampaikan salamku pada Lisa dan Jisoo eonni.." jawabnya kemudian membersihkan sisa makanannya bersiap untuk segera pergi menuju rumah sakit.

"Oke dear, hati hati. Jangan lupa sampaikan salamku pada Yoongi oppa ya?"

"Iya eonni...akan aku sampaikan jika bertemu Yoongi oppa nanti"

Rose segera pergi menuju parkiran gedung fakultas kimia miliknya, membuka pintu mobil dan segera menuju rumah sakit menyelesaikan berkas berkas yang ayahnya sempat tinggalkan.

"Halo Rose, selamat sore.." sapa Profesor Song teman dekat ayahnya.

"Hai paman...apa semuanya sudah beres?"

"Sudah tentu saja, ayahmu sangat rapi jika menata dokumen. Tak ada yang tercecer, semuanya hanya dokumen dokumen pasien dan beberapa foto foto masa kecilmu. Dia benar benar menyayangimu, kau harus tau itu Rose.."

"Hh.. tapi kenyataannya ayah pergi, mungkin dia lelah menghadapi anak nakal sepertiku.." jawabnya dengan senyum kecut.

"Ei..jangan bicara seperti itu. Ayahmu benar benar orang baik, di tengah sakit saja ia tetap menangani pasien dengan benar. Lalu, kau tau sendiri jika ayahmu mendonorkan matanya untuk pasien yang kecelakaan 1 bulan lalu bukan? Pria itu kecelakaan dan sudah mencari pendonor kesana kemari, dan berakhirlah dokternya sendiri yang mendonorkan matanya."

"Iya aku tau paman, aku jadi ingin mencari pria itu. Mungkin aku masih bisa melihat mata ayah darinya.."

"Tapi sayang sekali, aku tidak tau siapa namanya. Dokumennya sudah tidak ada disini"

"Tak perlu repot repot, aku akan menemukannya jika memang dipertemukan."

Profesor Song mengangguk dan menyalami Rose yang berpamitan pulang.

--

"Jeon Jungkook! Bangun! Appa mu akan mengamuk jika tau kau mabuk lagi, pindah kekamarmu!"

Suara ibu Jungkook terlampau kencang sehingga membuat ayah Jungkook yang sangat galak itu bangun dari tidurnya, keluar dari kamar dan menuju lantai bawah dimana suara gaduh itu berasal.

"Anak nakal! Bangun! Kau ini mau jadi apa huh? Setiap malam mabuk, menghabiskan uang, balapan liar di jalan?! Apa kau tak cukup sampai matamu itu tercongkel? Seharusnya aku tak mencarikan pendonor itu untukmu! Anak kurang ajar!" amarah ayah Jungkook benar benar tak akan ada habisnya jika Jungkook bertingkah seperti ini setiap hari.

Jeon Jungkook, pria berusia 26 tahun yang tak kunjung lulus kuliah. Anak malam yang selalu menghabiskan uang, mabuk, dan balapan liar adalah hobinya semenjak 3 tahun belakangan ini. Beruntung ayah Jungkook itu kaya raya atau jika tidak orang tua Jungkook sudah mati berdiri karena tingkah Jungkook yang macam setan.

"Urusi anakmu! Aku lelah!" ucap ayah Jungkook dan meninggalkan istri dan putranya di ruang tamu.

"Paman, bantu aku membawa Jungkook naik. Aku tak sanggup jika sendirian."

Paman Kang, orang kepercayaan rumah membantu ibu Jungkook menuju kamarnya. Setelah sudah sampai di ranjang king size milik Jungkook, paman Kang meninggalkan ibu dan anak.

"Kenapa kau jadi seperti ini hm? Jungkook.."

"Eomma...hiks..eomma..." Jungkook menangis dan menggerutu kesana kemari, entah apa yang ia bicarakan, yang jelas malam itu ia menangis di dalam pelukan ibunya.

Pagi harinya Jeon Jungkook dengan sisa pening menuju dapur berniat untuk sarapan. Perutnya sakit dan sangat lapar. Ia sudah menempatkan dirinya duduk di seberang ayahnya yang sedang menyeruput kopi, sedang sang ibu makan makanannya.

"Ini sup pengar untukmu.." ucap bibi Kang sambil menyerahkan semangkuk sup pengar untuk Jungkook.

"Terimakasih bibi.." ucapnya santun sambil menundukkan kepala.

"Kapan sih sarapanmu diganti menjadi yang normal normal saja?" tanya ayahnya tiba tiba dan sudah melipat koran yang tadi di bacanya.

"Apa ini tidak normal?" Jungkook bertanya balik dengan nada super dingin.

"Tentu saja! Sup pengar tiap hari? Aku bahkan sudah mual hanya dengan mendengar namanya saja." Jawabnya tak kalah ketus dari anaknya.

"Jeon, kenapa sekarang sering sekali membuat kami marah?"

Jungkook tak menggubris, ia sibuk menikmati sarapan yang kata ayahnya tak normal ini dengan senang. Masakan bibi Kang memang terbaik kedua setelah milik ibunya.

"Pergi kerumah sakit, ambil dokumen pendonoran mata. Kau harus menandatangani dokumen itu. Kau bahkan tak malu sama sekali? Memakai mata orang lain tapi tak mau memperbaiki hidupmu. Profesor pasti akan kecewa jika tau matanya berada di dalam kelopak anak sepertimu.."

Jungkook membanting sendoknya sangat keras membuat sang ibu terkejut. Pria itu marah dengan ucapan ayahnya. Ayah Jungkook juga tidak sadar mengatakan itu pada anaknya. Atau mungkin itu hanyalah sebagai gertakan pada Jungkook agar anak itu, seedikit berubah atau jadi takut padanya. Namun rupanya Jungkook sakit hati kali ini. Dengan sopannya ia segera pergi dari meja makan tak lupa berterimakasih dan menundukkan badan berpamitan. Entah pergi ke mana sepagi ini, yang terpenting ia tak dirumah dulu. Selepas anaknya pergi, ibu Jungkook mulai bertanya pada suaminya.

"Jeon, kenapa berkata seperti itu?"

"Biarkan saja, agar dia tahu dan mengerti arti kehidupan. Dia sudah hampir mati jika aku tak mencarikan pendonor untuknya kemarin. Inilah tujuanku mati matian mencari pendonor, bahkan jika aku harus menjual asset rumahku...aku akan memberikan semua asal Jungkook tak mati menyedihkan. Dia benar benar harus diberi pelajaran hidup"

Ibu Jungkook tersenyum, suaminya benar benar luar biasa. Semarah apapun ayahnya pada Jungkook terselip sebuah pelajaran di dalamnya. Semoga Jungkook segera menyadari itu. 

--

Enjoy! 

Thankyou...  :")

When Your Eyes TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang