XXVIII

757 144 1
                                    

--

Pandangan Jungkook mengabur kala ia menyingkap mata, ia berada di ruangan berwarna putih dan aroma menyengat. Serta tangan yang sulit digerakkan. Kemudian tidak lama dari itu, suara gaduh terdengar serta seseorang yang mulai menanyakan pertanyaan aneh. Jungkook sama sekali belum sadar, orang itu berusaha menyadarkan dengan menyalakan semacam senter ke arah bola matanya.

"Jungkook-ssi, kau mendengarku?" tak ada jawaban dari Jungkook ia hanya masih perlu menyadari keberadaan dirinya. Rasanya sama seperti dulu, Jungkook tidak asing dengan rasa ini. Semacam dirinya remuk sehabis mati.

"Jungkook, sayang. Ini ibu, apa yang kau rasakan?" lirih ibunya disertai tangis.

"I-ibu, aku dimana?"

"Rumah sakit, kau kecelakan seminggu lalu. Kau koma, selama itu." Sahut ayahnya yang berada di sisi kanannya.

"Ibu bersyukur kau bangun, ibu takut kehilangan dirimu Jungkook.." ucap ibunya lagi yang masih menangis disertai menggenggam tangan Jungkook yang tertancap infus.

"Aku tidak akan kemana mana ibu, maafkan aku sudah membuat kalian khawatir lagi," ucap Jungkook lemas, ia tahu bagaimana perasaan ibunya. Karena ini bukan kali pertamanya Jungkook membuat orang tuanya nyaris mati berdiri. Lalu Jungkook tiba tiba menyadari sesuatu, memorinya langsung berputar pada saat itu di jalanan.

"A-ayah, Rose. Bagaimana Rose, dimana dia?" tanyanya disertai emosi dan ketakutan.

"Tenang Jungkook, jangan terlalu banyak bicara," jawab ayahnya mencoba tenang.

"Bagaimana keadaannya?" tanyanya lagi, jawaban dari ayahnya sama sekali tidak membuatnya tenang.

"Kau harus pulih dulu, jangan bergerak terlalu banyak. Tanganmu retak, tulang rusukmu juga patah Jungkook. Tenangkan dirimu." Kini ibunya yang membantu menjawab. Jungkook juga sedang sakit, dan ibunya sangat khawatir tentang itu.

"Tidak ibu, bukan jawaban seperti itu yang ku inginkan. Bagaimana Rose!" suaranya meninggi dan mata Jungkook sudah berair, ia sungguh tak ingin mendengar sesuatu yang membuatnya menyesal. Kemudian seseorang dari pintu masuk, seseorang yang sangat ia kenal.

"Bibi! Bagaimana Rose, bibi jawab aku.." suara Jungkook terdengar sangat frustasi. Ibu Rose menggeleng sebagai jawaban, ia menangis dan menggenggam tangan Jungkook.

"Bibi tidak ingin kau menyalahkan dirimu, semua kecelakaan. Bibi tidak menyalahkanmu."

"Bibi! Kenapa kau berkata seolah semua yang ada di pikiranku benar. Jawab aku!"

"Jungkook.." ibunya juga ikut menangis didalam pelukan suaminya.

"Rose, belum bangun. Dokter tidak tahu kapan ia akan bangun."

"Andwae! Tidak mungkin, katakan kalian bohong padaku. Tidak, please.." Jungkook yang terbaring lemas menangis tersedu diatas ranjang rumah sakit.

"Rose akan bangun kan bibi? Katakan padaku!" ucapnya lagi seolah dunianya benar benar hancur. Ibu Rose masih menangis, ia juga sama kalutnya karena jawaban dokter tak membuatnya tenang sama sekali. Dokter bahkan juga tidak tahu kapan anak gadisnya akan bangun. Semua yang ada di sana menangis, bahkan ayah Jungkook tak dapat membendung tangisannya lagi. Sementara ibu Rose dan ibu Jungkook kini saling berpelukan berusaha menenangkan satu sama lain.

Sudah lebih dari 2 minggu Jungkook tidak diperbolehkan keluar kamar, ia hanya menonton televisi kemudian bertemu teman temannya yang bergiliran menjenguknya. Kemudian makan makanan hambar, kemudian jarum suntik, kemudian obat obatan. Persetan, ia ingin segera menemuinya Rose. Semua orang bahkan teman temannya melarang Jungkook untuk bepergian.

"Jim, aku sudah sehat, aku bahkan bisa berjalan. Kenapa aku tidak diperbolehkan keluar kamar. Aku ingin melihat Rose." keluhnya pada Jimin yang sedang telaten mengupaskan jeruk mandarin pada Jungkook.

"Tugas akhirmu sudah selesai, minggu depan kau sudah diwisuda sama denganku. Professor memberi kelonggaran padamu."

"Kau tuli? Aku tidak menanyakan soal tugas sialan itu. Kenapa kalian seolah mencegahku bertemu Rose!"

"Jungkook, demi kebaikanmu."

"Argh! Pergi Jim, kalian sama saja. Tak ada yang mengerti perasaanku!" usirnya. Jimin paham yang apa dirasakan sahabatnya ini. Tapi hanya saja ia dan teman teman lain tidak tega jika jungkook harus melihat Rose dengan alat bantu yang ada pada tubuh Rose. Selang untuk membantu pernafasan, dan segala macam yang menempel di tubuh Rose sangat menyayat hati teman temannya.

--

"Maafkan anakku.." lirih ibu Jeon yang sedang melihat Rose di balik kaca bersama ibu Rose.

"Ck, sudahlah. Jangan merasa bersalah, aku juga sedih. Kau juga sedih. Ini semua kecelakaan, Jungkook tidak membuat kesalahan, begitu pula pengendara truk dan mobil kala itu."

Ibu Rose mengusap pundak ibu Jeon dengan halus. "Kita sama sama terpukul, aku memahami perasaan karena kita sama sama seorang ibu." Ibu Jungkook mengusap air matanya dan tersenyum kemudian.

"Oh iya bagaimana dengan pekerjaan baru Jungkook?"

"Dari mana kau tahu? Bulan Maret dia akan berangkat."

"Tentu saja aku tahu, anakmu memberitahuku terlebih dahulu daripada Rose. Dan yang ingin aku katakan adalah, aku mohon pastikan Jungkook berangkat."

Ibu Jungkook terkejut, ia bahkan berencana untuk mengundur atau bahkan membatalkan kontrak anaknya. "Mwo?"

"Jangan jadikan anakku beban anakmu. Biarkan Jungkook mengejar mimpinya."

"Ini bulan Oktober, aku yakin jika Rose akan bangun sebelum bulan maret," ucapnya meyakinkan diri sendiri.

Ibu Rose terkekeh dan menghela napas. "Bagaimana jika Rose tidak bangun sampai bulan Maret, atau bahkan masih tidak tahu kapan?"

"Jangan bicara seperti itu!"

"Aku harus terbiasa dengan itu, aku harus menyiapkan hatiku untuk bagian terburuk dari akhir ujian yang diberi Tuhan ini."

Kemudian ibu Jungkook menghela napas dan melamun pada pikirannya sendiri. Bagaimana nasib keduanya jika seperti ini?

--

When Your Eyes TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang