XXX

774 150 8
                                    

--

"Jadi kau sudah menentukan?" tanya Jimin saat pria itu berkunjung ke rumah Rose bersamaan.

"Aku akan berangkat Jim, benar kata kata ibuku. Aku akan kembali setelah diriku benar benar pantas untuk Rose. Karena aku merasa aku tidak menjadi pria yang baik untuk Rose selama ini."

"Hei jangan bicara seperti itu, kau sudah menjadi pria yang baik untuk Rose. Percaya padaku, kau sudah banyak berubah." Jawab Jimin sembari berjalan menuju kamar Rose. "Sudah memberitahu ibu Rose?"

Jungkook menggeleng dan menghela napas berat. "Belum, aku tidak tega mengatakan ini Jim,"

Kemudian Jimin menepuk pundak Jungkook. "Katakan sekarang."

Seperti kata Jimin, Jungkook langsung menemui ibu Rose yang sedang berada di depan televisi mengerjakan sesuatu.

"Bibi, aku ingin bicara sesuatu padamu," Ucapnya meminta izin.

"Kemari, duduk."

"Maafkan aku sebelumnya, aku sungguh tidak bermaksud untuk meninggalkan Rose. Bibi aku mencintai Rose, aku bersungguh sungguh. Jadi soal pekerjaanku, a-aku akan berangkat. Bulan Maret aku akan berangkat, dan akan pulang setelah kontrak selesai. J-jadi bibi maafkan aku..."

Tak terduga pada pikiran Jungkook, bahwa ibu Rose justru tersenyum dan semakin mendekat pada Jungkook. Ibu dari gadis yang dicintai Jungkook menggenggam tangan Jungkook erat.

"Bibi bangga padamu Jungkook, ini bukan persoalan Rose penting atau tidak. Kau mencintai Rose atau tidak. Ini persoalan tanggung jawab, bibi bangga kau sudah menemukan jawabanmu sendiri. Jika bibi berada di posisimu, pasti akan sangat berat. Jadi kumohon jangan merasa bersalah, urusan Rose akan aku tangani"

"Bibi, terima kasih banyak. Maafkan aku. Dan apakah aku boleh meminta sesuatu?"

Ibu Rose mengangguk dan mengusap air matanya. Ibu Rose juga pasti akan paham jika seseorang membatalkan kontrak akan ada denda yang harus dibayar, dan itu tidak akan ibu Rose lakukan. Jungkook harus mengejar mimpinya.

"Beri aku kabar tentang semua perkembangan Rose."

"Iya Jungkook, bibi juga berniat ingin memasang cctv di kamar Rose. Kau bisa memantau dari sana,"

"Dan oh iya bibi, sebenarnya aku tidak ingin berekspektasi tinggi tentang perasaan Rose padaku. Jadi rahasiakan saja kepada semua orang sampai aku pulang."

Jungkook sudah memutuskan untuk berkata hal semacam itu pada bibi Park. Dia tidak yakin pada dirinya sendiri jika ia sudah cukup membuat Rose nyaman. Segala pikiran berkecamuk dan memutar pada otak Jungkook.

"Jungkook, kenapa berkata seperti itu huh?"

"Aku tidak yakin selama ini bisa membuat Rose bahagia, aku justru takut jika selama 3 tahun mendatang aku akan makin menyakiti anak gadismu bibi. Aku akan pulang dan menanyakan sendiri pada Rose. Bisakah bibi?"

"Jungkook.. kenapa berkata seperti itu? Rose sudah cukup sangat bahagia bersamamu.."

"Bibi aku takut, jika aku justru menyakiti Rose.."

Ibu Park langsung menghampiri Jungkook dan memeluk pria itu erat, tubuh Jungkook bergetar dan menangis dalam pelukan. Ia sangat takut jika ia justru menambah sakit pada Rose.

"Jangan berkata seperti itu, cukup. Maka dari itu kembalilah setelah pekerjaanmu selesai. Rumah bibi terbuka untukmu, bibi akan tetap menerimamu."

--

Tahun telah berganti, bahkan bulan pertama di tahun baru sudah terlewati tanpa ada pergerakan yang berarti dari Rose. Gadis itu masih setia tertidur cantik dengan badan yang kian kurus dan wajah yang kian pucat. Sudah banyak sekali rapalan doa yang ibu dan teman teman Rose panjatkan agar Rose bangun dari tidur panjangnya. Sungguh ujian terberat ibu Rose ketika setiap hari melihat anaknya terbaring tak berdaya di atas ranjang. Ia harus menahan tangis ketika setiap hari, melihat betapa banyak orang orang yang menyayangi Rose menunggu kesadaran anak gadisnya. Jungkook adalah manusia yang sangat bebal, ia masih saja terus meminta maaf dan mengucapkan banyak terima kasih pada bibi Park. Sungguh pria itu adalah pria baik yang pernah ibu Rose temui selama ini.

Bulan Februari hari ke sebelas menjadi hari terberat Jungkook, ia mendatangi Rose. Sengaja ibu Park membiarkan Jungkook menghampiri anaknya. Hari istimewa terberat dari Jungkook, seharusnya hari ini ia dan Rose mungkin saja merayakan hari spesial, namun lagi lagi tak ada pergerakan berarti yang Rose tunjukkan untuknya dan semua orang yang setia mendoakannya untuk bangun. Jungkook bahkan sudah beberapa kali menyalahkan diri sendiri karena selalu berpikir jika Rose pergi. Apalagi melihat sorot mata ibunya, sungguh Jungkook tidak ingin membuat beliau seperti itu.

Banyak sekali bunga dan kado ulang tahun yang Rose dapatkan, sengaja memang teman temannya tetap membelikan Rose hadiah impian Rose dengan lagi lagi harapan Rose segera bangun.

"Rosie..katamu kau ingin gitar baru bukan? Eonni sudah membelikanmu yang baru. Apakau tidak ingin bangun hm?" ucap Jisoo lirih dan tak lupa tangisan yang ia tahan sedari tadi. Kemudian Lisa ikut menyahut dan mengelus kepala Rose.

"Hei chipmunk, aku membelikanmu banyak sekali makanan. Kau harus bangun dan memakan semua ini.." ucapan Lisa diakhiri tangisan yang membuat kekasihnya Kim Taehyung reflek merangkulnya untuk menenangkan. Jangan tanyakan bagaimana Jennie yang sudah menangis dipelukan Min Yoongi, kekasih barunya.

"Terima kasih kalian semua yang sudah datang dan mendoakan Rose..." ucapan itu Ibu Rose sampaikan karena ia sangat terharu dengan perlakuan teman teman anak gadisnya.

"Dimana Jungkook bibi?" tanya Jimin.

"Dia sudah datang tadi pagi, sekarang dia sedang ada urusan.." ucapnya sedikit berbohong, sesuai permintaan Jungkook. Pria itu tidak ingin semua orang mengetahui perihal kepergiannya ke UK. Jadi Jungkook sedang mengurus visa dan passportnya.

--

Hari dimana Jungkook berangkat telah tiba, ia akan diantar oleh ibu dan ayahnya. Jadilah keluarga Jeon sekarang berada di rumah Rose untuk berpamitan. Jungkook mengenakan setelan santai, hoodie berwarna putih dan celana jeans berwarna hitam.

"Bibi, aku akan berangkat..."

"Iya Jungkook, kau sudah berjanji akan pulang bukan?"

Jungkook mengangguk dan tersenyum simpul. "Aku akan ke kamar Rose terlebih dahulu."

"Ya, puas puaskan saja dulu menatap anakku hehe."

Dan tinggal lah para orang tua yang berada di ruang tamu. "Park, jangan sungkan untuk meminta pertolongan pada kami ya?" ucap ayah Jungkook sambil tersenyum.

--

"Halo, Rose.."

"Selamat pagi...kau sudah mandi?"

"Lihat bibirmu sangat kering, aku oleskan lipbalm ya?"

"Aku mencintaimu.."

Percumah saja Jungkook berkata panjang lebar atau bahkan menyatakan cintanya, semuanya tak ada jawaban. Terlambat, seharusnya Jungkook mengatakan ini sebelum kecelakaan itu terjadi. Seharusnya juga Jungkook tidak perlu meragukan perasaannya pada Rose. Kenyataannya memang Jungkook yang bodoh, waktu yang seharusnya Jungkook gunakan dengan baik justru ia buang sia sia.

"Bangun hm? Aku akan pergi, tak ingin melihatku?"

"Rose...aku menyayangimu. Sangat, dan kau tahu itu kan?"

Baiklah Jungkook sudah tidak tahan lagi. Tangisnya pecah seketika saat ia kian mendekatkan wajah untuk mencium kening Rose.

"Aku akan pergi, aku janji akan pulang menemuimu dengan pantas. Kau juga harus bangun ya? Tunggu aku, kau harus berjuang. Aku juga akan berjuang disana dan segera pulang hm?"

--

Dan kinilah Jungkook berada di atas awan bersama air mata yang turut ikut membasahi segala dalam dirinya. Sungguh dia tidak tega meninggalkan Rose, ia ingin melihat Rose bangun dan memeluknya dengan erat. Tersenyum kembali bersama dan bercanda gurau. Serta tak lupa Jungkook juga tidak akan membuang waktu lagi untuk mengungkapkan perasaan cintanya.

Jungkook juga bisa menangis, Jungkook juga bisa sedih. Jangan memandang gender jika sedang bersedih atau ingin menangis. Jungkook hanya bersedih, letupan sebuah emosi yang keluar dengan tangisan. Jungkook akan pulang, ia harus pulang dan memang seharusnya ia pulang. Menemui dia yang tersayang. 

--

Halo maafkan aku, entah mengapa moodku menulis anjlok parah karena beberapa hal. 

So... 

See you ya! Ku endingin ya? Ganti cerita wkwk 

When Your Eyes TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang