FAKAT

2.5K 246 86
                                    

FAKAT

MELAMUN

****

Rekkan duduk dibangku ditaman belakang rumah. Ia duduk dengan memeluk kedua kakinya. Ia letakkan dagunya dilutut. Dengan mata yang memandang kearah kolam didepannya.

Rekkan tidak tahu yang terjadi akhir akhir ini adalah hal yang nyata ataukah fiktif.
Benar kata orang lain, semakin dewasa seseorang, medan yang dilalui akan semakin terjal.
Masalah rumit akan semakin gencar berdatangan.

Beberapa hari yang lalu, tepatnya satu minggu setelah kedatangan orang tua Anita ke rumahnya. Bu Rossa kembali menemuinya.
Tidak lain adalah untuk membahas tawaran yang sama.
Itu yang membuat Rekkan terus melamun. Gadis yang biasanya selalu riang itu terus terlihat murung. Membuat orang orang disekitarnya merasa khawatir.

Tapi semakin kesini, Bu Rossa sepertinya semakin menyudutkannya. Seolah memaksanya agar menerima tawaran itu. Mengungkit ungkit jika Anita hampir mati karena dirinya.
Terlebih, perusahaan ayahnya yang menjadi taruhannya.

Setetes airmatanya terjatuh. Membasahi punggung tangannya yang berada dilutut.
Sungguh, tak pernah ia sebingung ini. Tak pernah ia segundah ini.
Ia bahkan merelakan sebuah keadilan yang harusnya ditegakkan saat kecelakaan itu menimpanya.
Ia merelakan orang yang menabraknya itu berkeliaran bebas hingga kini.
Tapi menikahi Anita, ini terasa jauh lebih sulit daripada bangkit dari koma nya.

"Sayang, ngapain disitu??"

Rekkan buru buru mengusap airmatanya saat mendengar teriakan dari Anna. Sebisa mungkin ia harus bisa menyembunyikan tangis itu agar kakaknya tak tahu.

Rekkan menoleh dan tersenyum kecil meski terasa susah saat melihat kakaknya menghampirinya.
Perempuan itu tersenyum lebar dan meraih pipi kanannya untuk dicium.

Setelah melepaskan ciumannya, Anna duduk disamping Rekkan.
Namun ia terhenyak saat melihat mata Rekkan yang memerah dan sedikit basah.

"Kamu nangis?"

Perempuan itu menatapnya lekat lekat. Rekkan hanya berdehem dan tersenyum kecil.

"Mana ada. Cuma kena angin. Dari tadi anginnya lumayan gede. Jadi agak sedikit perih dimata"

Sempurna sekali ia berbohong. Hingga kakaknya itu percaya padanya.
Meski sebenarnya ia merasa bersalah karena lagi lagi harus membohongi Anna.

"Oh iya, tadi kakak dapat telpon dari Naredo" ucap Anna.

"Naredo? Orang kepercayaannya papa Peregrin?" Rekkan mengulang.

"Iya. Kamu benar. Orang kepercayaannya papa" jawab Anna.

"Apa katanya?" Tanya Rekkan.

"Naredo bilang kalau sudah beberapa hari ini papa masuk rumah sakit. Ada Santana yang nemenin. Dan perusahaan dipegang sementara sama Naredo.
Kakak pengen ke Mexico, ketemu papa, ngerawat papa sampai sembuh" ucap Anna.

"Ya itu harus kan? Papa Peregrin kan lagi sakit.  Papa pasti butuh kakak.
Meskipun disana ada Santana yang nemenin, tapi kan tetep aja lebih nyaman sama anak sendiri. Apalagi kan Santana juga punya kerjaan" ucap Rekkan.

"Iya. Pastilah kakak pengen nemenin papa. Kakak juga nggak enak kalau keterusan bikin Santana repot. Meskipun Santana itu sepupu kakak yang suka nolong, tapi tetep aja nggak enak kalau keseringan"

"Santana si Cristopher Uckerman KW 17 itu pasti ngerti Kak. Dia pasti sabar nunggu sampai kakak dateng"

"Tapi kerjaan kakak lagi banyak banget. Mungkin beberapa hari lagi baru bisa pergi.
Sayang, kamu minta izin ke kampus buat libur ya? Kamu mau kan ikut kakak ke Mexico?"

MENCINTAI REKKAN 2 : BELENGGUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang