Aku duduk di kursi belakang mobil. Disampingku ada Luky dan Vallen yang duduk didepan dengan kakaknya yang ikut mengantarku. Mengendarai mobil milik kakaknya Vallen.
Sementara orangtuaku ada di mobil di depan kami. Diantar oleh supir dan membawa barang barang kami.
Sore ini kami akan berangkat ke Uruguay. Dan kedua sahabatku ini merengek untuk ikut mengantar ke bandara.Aku banyak diam selama perjalanan ke bandara. Mataku terus fokus ke pemandangan diluar. Tidak peduli dengan Luky disampingku yang bermain game, ataupun Vallen yang mengikuti lagu yang terputar dimobil ini.
Menatap langit yang begitu cerah, harusnya aku ikut merasa nyaman. Tapi tak tahu kenapa rasanya tak ada rasa nyaman sama sekali.
Kendaraan yang berseliweran disekitar, terasa seperti sebuah masalah yang keluar masuk di kepala.
Ingin diabaikan, namun kebisingannya tak mampu teralihkan.Aku memejamkan mataku. Lebih baik aku tidur, aku merasa pusing tiba tiba. Aku hanya berharap saat aku terbangun nanti, semuanya akan tetap baik baik saja.
****
Aku membuka mata saat mendengar suara Luky yang memanggilku. Aku mengusap wajahku sekejap, lalu keluar dari mobil.
Kami berjalan memasuki area bandara. Bersama Luky dan Vallen yang beriringan denganku. Berjalan dibelakang ayah dan ibu. Aku masih diam, tidak seperti kedua sahabatku yang terus berceloteh.
"Pak Hengky sudah menunggu. Sebaiknya kita lebih cepat"
Aku mendengar ayah yang menyuruh kami berjalan lebih cepat. Keluarga kak Anita sudah lebih dulu sampai rupanya. Mereka sedang menunggu kami.
Entah kenapa tanganku gemetar tiba tiba. Aku merasa udara menjadi dingin. Seperti akan ada kehadiran Dementor. Si pemberi ciuman maut. Aku meremas ujung jaketku._
Dari kejauhan aku melihat ketiga orang yang sebentar lagi akan menjadi keluarga baruku. Mereka belum menyadari kedatangan kami dari arah belakang.
Dan aku melihat ayah menunjuk ke arah sana.
Aku bahkan tidak mengerti, ayah masih begitu baik pada mereka meskipun prahara pernah terjadi diantara kami."Wah, baru sampai?" Pak Hengky bersuara
Kini kami semua sudah berada bersama mereka. Kedua orangtuaku sudah saling menyalami dengan Pak Hengky dan Bu Rossa. Sementara aku hanya bisa memaksakan senyumku.
Aku ingin tetap baik baik saja, namun nyatanya aku memang tidak baik baik saja.Kak Anita tersenyum dan memberiku pelukan sekejap. Dia begitu bahagia, bisa dilihat dari mimik wajahnya yang berseri.
Ah, aku bahkan tidak memperhatikannya tadi."Kok sama Dokter Anita?
Oh, jadi ceritanya kolaborasi nih?" Celetuk Vallen."Mulutnya!" Luky mendelik pada Vallen yang terasa kurang sopan.
Semua orang itu tertawa. Tapi tidak denganku. Rasanya untuk tersenyum saja begitu berat.
"Ya, kami akan pergi ke Uruguay bersama. Tidak apa, anggap aja emang lagi kolaborasi kan Len?" Itu suara Kak Anita.
Aku malah menatap ke sembarang arah. Aku tidak bisa masuk ke obrolan mereka. Bahkan Luky dan Vallen pun bisa begitu akrab dengan Kak Anita.
"Betewe, Uruguay sebelah mananya Jakarta sih" celetuk Vallen tiba tiba.
"Dari kemarin Jakarta mulu yang lu omongin koreng" Luky menimpali.
"Yaaaa gimana ya? Namanya juga namanya.
Di Jakarta kan ada Oshi gue" Vallen nyengir lebar.Dari kemarin masih pembahasan yang sama rupanya. Oshi dari Jakarta, padahal yang dari Jakarta banyak. Ya aku tahu, Vallen hidup dengan penuh Oshi. Meski dia mengaku hanya satu Oshi yang terdepan.

KAMU SEDANG MEMBACA
MENCINTAI REKKAN 2 : BELENGGU
Novela JuvenilKarena tidak semua orang mengerti, BAGAIMANA CARA MENGGUNAKAN HIDUP