Anna berjalan di bandara Soekarno-Hatta. Ia mengenakan blazer warna krem, celana jeans, sepatu dengan hak yang tak terlalu tinggi, serta kacamata hitam dan menjinjing sebuah tas.
Pandangannya lurus ke depan. Ia berjalan dengan anggun hingga tak jarang beberapa orang yang disana memperhatikannya.
Sementara Farhan dibelakangnya sibuk dengan beberapa koper.
Ya, perempuan itu baru saja sampai dari Mexico.Ia kini memasuki mobil. Sedangkan Farhan sedang memasukkan koper kopernya ke bagasi.
Sejak tadi perempuan itu diam saja. Hanya bicara seperlunya. Perempuan yang biasanya ramah namun tegas itu kini terlihat seperti bos yang galak."Antar aku ke kantor ayah" ucapnya setelah ia melepas kacamata nya.
"Apa tidak sebaiknya anda pulang dulu ke rumah. Anda pasti sangat lelah"
"Kamu pulang saja bawa barang barang ku setelah mengantar ku ke kantor ayah.
Aku butuh jawaban atas semua ini" ucap Anna tegas."Baiklah Nona" Farhan pun menurut.
Setelah berucap Farhan pun melajukan mobilnya meninggalkan area bandara tersebut. Mengantar atasannya ke tempat ayah angkatnya berada sekarang.
Selama perjalanan Anna terus menatap keluar. Sejak beberapa bulan ia tinggal di Mexico, Jakarta masih sama, tidak ada yang berubah.
Kecuali keadaan yang ia takutkan. Mungkin ini adalah jawaban dari segala firasat buruk yang telah ia rasakan bahkan sejak ia belum pergi ke Mexico. Hanya saja saat itu ia tidak mengerti apa yang sebenarnya ia rasakan."Kamu tahu kalau Rekkan menikah dengan dokter itu, Han?" Tanya Anna tiba tiba. Matanya masih saja menatap keluar jendela.
Farhan yang sedang fokus menyetir pun melirik sebentar lewat kaca kecil diatas kemudi. Atasannya itu terlihat melamun di kursi penumpang. Sebenarnya ia tak tega, tapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.
"Ya, saya tahu" jawab Farhan pendek.
"Kenapa tidak ada yang memberitahuku termasuk kamu? Apakah semua orang berusaha menyembunyikan semuanya dariku?" Pertanyaan Anna terdengar menyakitkan.
"Maaf. Tapi saya sendiri juga tidak berani mengatakannya pada anda. Saya tahu posisi saya. Saya tidak mau mencampuri urusan pribadi atasan saya"jawab Farhan.
"Rekkan bilang kalau dia tidak pernah mencintai perempuan itu. Dia bahkan menangis dan mengadu padaku saat perempuan itu mencuri ciuman pertamanya. Mengapa sekarang ia menikahi Anita? Apakah hatinya berubah secepat itu Han?" Pandangan yang terlihat kosong nampak menyakitkan. Airmatanya mulai menetes.
Farhan terdiam. Ia pun tidak tahu harus menjawab apa. Sebab ia hanyalah orang biasa yang tidak tahu bagaimana isi hati seseorang. Ia pun tidak tahu bagaimana cara untuk menghibur atasannya yang sedang dirundung kesedihan itu. Jujur dari hatinya yang terdalam, pria itu juga kecewa dengan Rekkan. Lagi dan lagi atasannya itu harus terluka oleh orang yang sama. Meski ia tahu jika ia tak bisa meminta Rekkan untuk mencintai atasannya.
"Melihat Rekkan dekat dengan perempuan itu sudah membuatku marah. Mendengar perempuan itu mencium Rekkan pun itu sudah membuatku semakin benci. Lalu sekarang mereka hidup berpasangan. Hidup seatap dan tidur seranjang. Makan bersama dan hal lain yang tidak bisa aku bayangkan. Rasanya aku hampir mati Han.
Aku tidak ingin menjadi perempuan jahat dan egois, tapi aku nggak bisa berbohong kalau aku ingin mereka berpisah.
Kenapa Rekkan sejahat ini padaku Han?" Perempuan itu kini telah terisak. Tak bisa lagi membendung kesedihan dan rasa sakit. Sejak awal ia tahu resiko dari sebuah cinta yang terpendam.Beberapa saat kemudian, Farhan menghentikan mobil disebuah jalan yang tak terlalu ramai. Ia tidak fokus menyetir jika melihat atasannya itu bersedih. Ia juga memiliki perasaan. Ia tahu bagaimana sakitnya ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENCINTAI REKKAN 2 : BELENGGU
Roman pour AdolescentsKarena tidak semua orang mengerti, BAGAIMANA CARA MENGGUNAKAN HIDUP