36. H-2

1.4K 264 6
                                    

Holaaa

Ada yang kangen?

Nggak!

Oke, skip!

Jangan lupa vote sama spam komen!

Happy reading :)

🐈🐈🐈

Anes dan Rangga berjalan beriringan melewati jalanan sepi, karena memang sangat jarang ada orang yang keluar di jam-jam sore seperti ini.

Setelah mendengar penjelasan dari Bi Ina tentang kutukan Rangga, mereka pun kembali pamit untuk pulang --pulang ke rumah Anes maksudnya.

Anes menggigit ujung kukunya, masih berpikir, menyimpulkan segala kemungkinan yang akan membuat Rangga menjadi manusia seutuhnya. Bi Ina juga bilang kalau sekarang Rangga hanya bisa berubah sementara, karena setelahnya dia akan kembali menjadi kucing.

Sungguh ini sangat mengganggu pikiran Anes, biasanya dia tidak pernah peduli terhadap hal-hal seperti ini tapi entah ada dorongan dari mana Anes malah semakin penasaran dengan identitas Rangga yang sesungguhnya ... yang benar-benar sesungguhnya.

Satu alisnya terangkat, Anes tiba-tiba terpikirkan perkataan Bi Ina. Bukankah tadi dia bilang kalau alasan kenapa dirinya yang menjadi 'orang itu' --yang menjadi pematah kutukan-- karena si Rangga ini menyayanginya?

Hah?

Nggak salah tuh?

Bukannya mereka tidak saling mengenal? maksudnya baru kenal, itu pun sebatas teman sekelas.

Ini semakin aneh dan kepala Anes ingin pecah saking terlalu banyak yang dipikirkan.

Baru saja ia akan bertanya kepada Rangga kenapa dia bisa memilihnya, tapi cowok itu sudah tidak ada di sampingnya. Anes panik, dia celingak-celinguk mencari keberadaan Rangga.

"Rangga?!"

"Ga, Lo di mana?"

Anes tidak menemukan cowok itu, dia semakin panik.

Tunggu .... kenapa juga dia harus panik? memangnya kenapa kalau Rangga tidak ada, bukannya itu bagus, dengan begitu dia tidak perlu berurusan dengan cowok itu.

"Miawwww."

Suara kucing terdengar dari bawah sebelah kaki Anes, tempat tadi Rangga berpijak. Anes melirik sumber suara, dan benar saja di sana ada kucing berwarna hitam yang Anes yakini itu adalah Rangga.

Anes melonjak kaget sampai mundur dua langkah sambil menutup mulut dengan kedua tangannya, masih tidak menyangka kalau Rangga benar-benar siluman kucing?

"Ya ampun, ini beneran lo, Ga?" Anes histeris lalu berjongkok supaya bisa menjangkau Rangga yang entah sejak kapan sudah berubah menjadi kucing.

"Gue masih nggak nyangka ada manusia yang bisa berubah jadi kucing ...."

Mungkin sekarang Rangga menjawab dalam hati kucingnya, Hebat 'kan gue bisa jadi kucing. Rangga cekikikan seolah kutukannya itu adalah anugrah.

"Kasian gue sama lo, Ga," ucap Anes menohok relung hati Rangga, memusnahkan kebanggaan yang baru saja dia panjatkan tanpa Anes ketahui.

Rangga mengeong lagi, alis Anes bertaut tidak mengerti maksud Rangga.

"Gue nggak ngerti bahasa kucing, lo ngeong-ngeong sampe kiamat pun gue kaga bakalan paham," ucap Anes realistis.

Benar juga, kalau begitu bagaimana mereka bisa berkomunikasi?

Selanjutnya tidak ada yang bergeming.

Setelah diam beberapa saat akhirnya Anes memutuskan untuk menggendong kucing itu --ahh maksudnya Rangga-- untuk yang pertama kalinya.

"Gue gendong lo aja, deh," putus Anes lalu membawa kucing itu ke pangkuannya. "Nggak buruk juga," lanjutnya, maksud Anes itu nggak buruk timbangannya, dia kira menggendongnya akan berat tapi rupanya tidak.

Kebetulan hari juga mulai menjelang magrib, Anes pun cepat-cepat berjalan pulang menuju rumahnya.

***

Tidak ada siapa-siapa di rumah. Sepertinya Rika belum pulang?

Anes menaruh Shoki di atas sofa lalu dirinya bergegas ke dapur untuk mencari makanan karena sedari tadi perutnya sangat lapar, sebenarnya tadi Bi Ina juga sempat menawarkan makan tapi Anes menolaknya karena alasan sungkan.

Beruntung masih ada makanan tadi pagi yang masih tersisa jadi Anes tidak perlu bingung mau makan apa.

Anes menghangatkan semua makanannya lalu setelah itu menyiapkannya di piring baru, tidak lupa dia juga menyiapkan makanan untuk Shoki.

"Nihh, makan dulu." Anes menyodorkan piring berisi ikan tanpa nasi, Anes pikir makanan kucing memang seperti itu, kan?

Shoki alias Rangga beringsut mendekati piring lalu mulai memakan ikan itu. Anes juga sama melahap makanannya sambil sesekali memerhatikan kucing di depannya itu.

Anehnya, kenapa Anes tidak takut, ya? secara Rangga itu siluman, tapi dia masih peduli kepada cowok itu yang sekarang kembali ke tubuh kutukannya, bahkan memperlakukan kucing itu dengan baik, tidak seperti biasanya. Bukannya Anes itu tidak menyukai mahkluk berbulu itu?

Lantas mengapa dia masih peduli?

Entah lah.

"Gue masih nggak ngerti sama perkataan Bi Ina." Meskipun Anes tahu kalau bahasa Rangga saat ini tidak akan ia mengerti, dia tetap tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

"Lo sayang gue? kok, bisa? sejak kapan?" Anes bertanya sambil melahap makanannya. Di sana Rangga juga masih anteng dengan makanannya seolah tidak mendengarkan ocehan Anes.

"Ohhh, atau dari pertama ketemu lo emang udah naksir sama gue, ya?" Anes mulai menerka-nerka, bukannya ke ge-eran atau apa, tapi semenjak kejadian pertama kali mereka bertemu saat di halte bus Rangga memang sudah aneh saat menatapnya.

"Pantesan waktu itu lo sudi nolongin gue," ucap Anes setelahnya. Sekarang dia sudah menyelesaikan makannya lalu mengambil air untuk dia minum.

Rangga juga sudah selesai. Anes mengambil piring itu lalu kembali ke dapur untuk mencuci piring itu.

"Nanti kita cari cara biar lo bisa balik ke tubuh lo," ucap Anes setengah berteriak. Di atas sofa sana Rangga merebahkan tubuhnya menunggu Anes menyelesaikan pekerjaannya.

Di dalam hati Rangga bersyukur ternyata Anes tidak takut padanya atau bahkan membuangnya karena dia seorang siluman, manusia yang dikutuk. Namun, ternyata gadis itu bereaksi di luar dugaannya, bahkan dia mau membantunya untuk mengembalikan tubuhnya.

🐈🐈🐈

Author ngantuk

Selamat malam guyss:)

Mister Kucing [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang