"Shokiiii!"
Suara Rika menggelegar di penjuru rumah. Anes pun sampai terjatuh ke lantai saking kagetnya, kepalanya berbenturan dengan nakas yang berada di samping tempat tidurnya. Saat tersadar, gadis itu memegangi kepalanya yang terasa ngilu.
"Mama apaan, sih. Pagi-pagi udah teriak-teriak," gerutu Anes. Paginya yang indah harus terganggu oleh suara ibu negara rumah ini. Anes segera bangkit dan melangkahkan kakinya cepat, namun terhenti seketika kala ia baru menyadari dirinya tidur di atas ranjang bukan di balkon. Anes melirik balkon kamarnya yang tertutup oleh kaca, Padahal seingatnya dia tertidur di kursi balkon sana.
"Siapa yang pindahin gue, ya?" gumam Anes bertanya entah kepada siapa sebab hanya ada dirinya di sini.
Anes ingat dengan jelas kalau dia tertidur bukan di atas ranjang, tapi dia terbangun di sana. Lantas siapa yang memindahkannya semalam? apa mungkin mamanya? Anes menggeleng, tidak mungkin mamanya kalau begitu bagaimana cara memindahkannya? mengangkat Anes itu mustahil atau jangan-jangan menyeretnya? Ahh sudah lah mungkin Anes mengigau, berjalan sendiri menuju ranjangnya. Anggap saja seperti itu, Anes tidak ingin menambah beban pikirannya di pagi hari ini.
Anes menghampiri mamanya yang kelimpungan sendiri, mondar-mandir seperti tengah mencari sesuatu yang berharga telah hilang.
"Ada apaan sih, Ma? berisik pagi-pagi." Anes melemparkan tubuhnya di atas sofa. Menguap lebar tanpa memikirkan tabiatnya sebagai perempuan yang harus menjaga kesopanan, ia masih merasa ngantuk.
"Shoki hilang." Rika panik, wanita itu mondar-mandir mencari kucing hitamnya, siapa tau terjebak di suatu tempat.
"Alhamdillah." Anes mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, bersyukur akhirnya kucing itu pergi juga tanpa harus ia usir.
"Alhamdulillah apanya," seru Rika, mengernyitkan keningnya. "Mama nggak mau tau, pokonya kamu cari Shoki sampai ketemu, atau mama nggak bakalan ngasih uang jajan buat kamu," tekan Rika yang membuat Anes langsung kehilangan rasa kantuknya.
"Lah lah lah, kok, jadi bawa-bawa uang jajan sih, Ma." Anes mengangkat punggungnya dari penyangga sofa, tidak terima uang jajannya menjadi taruhan.
"Ini pasti gara-gara kamu, kemarin kamu mau ngebunuh dia, jadinya dia pergi," tuding Rika tepat sasaran.
"Apaan dah, kenapa jadi aku, sih." Anes tidak terima atas tudingan mamanya itu. Lagi pula dia hanya seekor kucing, dia juga bisa hidup sendiri, dia kehilangan seekor kucing bukan anaknya. Aneh sekali mama Anes itu.
"Cari atau nggak ada uang jajan," ancam Rika, dan Anes mau tidak mau harus menurutinya.
"Iya iya, Anes cari." Kalau bukan karena uang jajannya Anes tidak sudi mencari hewan menjijikan itu. Demi uang jajannya Anes rela mencari si kucing hitam, jelek, dan merepotkan itu. Anes terpaksa mencarinya, catet ya, ter-pak-sa. Oke, terpaksa.
Anes meraih jaket abu-abu miliknya yang tergeletak di tangan sofa lalu memakainya dan pergi keluar, mencari kucing hitam milik mamanya yang hilang entah berantah ke mana. Sekarang pun Anes tidak tahu harus mencarinya ke mana. Bodo amat lah, pas pulang nanti bilang saja dia nggak menemukan kucingnya.
Sementara itu Rika diam di rumah, memasak makanan untuk dia dan anaknya. Rika terlihat santai, biarkan saja anaknya itu mencari kucingnya sampai ketemu. Rika mengajari anaknya itu supaya lebih menyayangi hewan dan lebih peduli kepada siapapun, dengan caranya sendiri. Dengan cara merawat kucing itu.
Kalau tidak seperti itu Anes tidak akan berubah. Ibu dari satu anak itu juga sudah lelah bermain halus dengan anaknya, mungkin selama ini ia terlalu memanjakannya. Namun kali ini dia akan bermain cantik untuk mengajarkan anaknya itu.
Selama liburan Anes memang hampir tidak pernah keluar, kecuali kalau ada hujan. Itupun keluar tak jauh dari teras rumahnya. Anak itu memang suka sekali hujan, katanya hujan yang paling mengerti dia. Disaat dia sedih dan ingin menangis, hujan selalu datang menemaninya seakan mengerti perasaan dirinya.
Satu hal itu menurun dari Rika, mama Anes itu juga suka hujan karena alasan yang sama. Anes dan Rika hanya sama dalam hal itu saja, selebihnya bertolak belakang. Sepertinya sebagian lagi menurun dari ayahnya.
Oh iya, Ayah Anes itu pengusaha muda. Dia dari keluarga terpandang, menikah dengan Rika karena perjodohan. Mereka menikah bukan atas dasar cinta, Anes pun lahir bukan keinginan mereka, dan yang pasti Anes juga tidak minta untuk dilahirkan. Namun ini semua sudah kehendak tuhan.
Rika dan ayah Anes berpisah ketika usia Anes menginjak 12 bulan alias satu tahu, masih balita sekali. Kala itu Anes masih sedang belajar jalan, dan masih butuh bimbingan orang tua. Namun kedua orang tuanya justru malah berpisah.
Anes ikut Rika karena alasan papanya tidak ingin merawat anak yang bukan dari wanita yang dia sukai. Rika benar-benar terpuruk, tapi dia tidak boleh menyerah. Anes adalah sumber kekuatannya, dia membesarkan Anes sendirian. Dengan hasil kerja kerasnya dia berhasil membesarkan Anes sampai sejauh ini. Toh Anes juga tidak pernah muluk-muluk soal kehidupannya. Rika cukup bersyukur memiliki anak seperti Anes.
Air matanya turun dari ekor mata Rika tanpa aba-aba, Rika mengusapnya guna menghilangkan jejak air mata di pipinya lalu bergumam, "Bawang kenapa, ya, bisa bikin nangis?" Rika bermonolog.
Rika rasa ia lebih baik menangis karena bawang daripada menangisi masa lalunya.
🐈🐈🐈
Lol :v🤣
Di kira nangis gara-gara apa😌
Gimana? Gimana?
Tertarik untuk melanjutkan ke bab selanjutnya?
Jangan lupa selalu tinggalkan jejak ok!Ajak temannya juga buat baca ya (;
Makin rame makin seru 😵
KAMU SEDANG MEMBACA
Mister Kucing [SUDAH TERBIT]
FantasyFOLLOW JUSEYEO! Anes itu tidak suka kucing, tapi rumahnya selalu didatangi hewan satu itu. "Ma, ada kucing!" teriak gadis itu nyaring. Suaranya menggelegar di penjuru rumah. "Dek, itu cuma kucing loh." Rika --mama Anes-- sudah jengah dengan anak sem...