Seperti biasa, kalo ada typo bilang (;
Happy reading (;
🐈🐈🐈
"Liat deh dia nggak punya papa."
"Mamanya juga jarang jemput dia, dia sendirian."
"Kasian ya dia, nggak punya papa," ucap salah satu anak kecil yang rambutnya ia kuncir satu.
"Jangan-jangan dia anak haram lagi makanya nggak punya papa, di tinggalin tuh pasti," timpal anak yang berkuncir dua, satu sebelah kiri dan satu lagi sebelah kanan.
"Haha, kasian, ya," tambah temannya satu lagi.
Anak-anak nakal itu, masih kecil sudah bisa berkata menyakitkan seperti itu. Sementara orang yang sedari tadi mereka bicarakan --dari ujung koridor sampai ke kelasnya-- terus saja mendapat gunjingan dari teman-teman sebayanya. Ahhh sepertinya mereka bukan teman Anes, ya, kalau teman mana mungkin seperti itu?
Anes meneteskan air matanya, sakit. Selalu saja dia di katai anak tanpa bapak, atau bahkan ada yang bilang dia anak haram, tentu saja itu membuat mental Anes tidak baik. Sedari kecil Anes selalu di perlakukan tidak adil oleh semesta.
Rika yang menyadari keterpurukan anaknya, ia memutuskan untuk pindah ke desa yang jauh dari perkotaan. Setidaknya dengan itu anaknya tidak mendapatkan gunjingan lagi.
"Emang aku anak haram, Ma?" Anes kecil bertanya begitu polos. Sorot mata teduhnya membuat hati Rika teriris, matanya berkaca-kaca.
"Bukan, Sayang." Rika membelai rambut panjang Anes.
"Terus kenapa teman-teman sekolah Anes bilang Anes anak haram, anak yang nggak diinginkan?" Anes bertanya lagi. Membuat hati Rika semakin teriris, dadanya sesak. Rika tak kuasa menahan tangisnya.
"Nggak, itu semua nggak bener, kamu jangan dengerin omongan orang lain." Rika memeluk anak kecilnya, diam-diam menangis di balik punggung anaknya, sungguh malang. Seharusnya dulu dia tolak saja perjodohan itu, dengan begitu Anes tidak akan menderita seperti ini.
"Kalo gitu di mana papa?"
***
Sekolah menengah pertama Anes di desa. Di sini jauh lebih baik daripada di sekolahnya dulu, namun Anes mengalami paranoid.
Ya, setiap kali dekat seseorang dia selalu menjaga jarak, nyaris tidak pernah berbicara. Hanya seadanya, Anes hanya tidak ingin kejadian di sekolahnya dulu terulang lagi.
Kalau dia terlalu dekat dengan seseorang, dia selalu takut sewaktu-waktu orang itu tahu keadaan Anes yang sebenarnya dan malah menggunjingnya seperti orang-orang dulu yang selalu menggunjing dan mengolok-oloknya.
Anes selalu sendirian, sepulang sekolah dia selalu pergi ke lapangan yang terdapat ilalang, begitu banyak menutupi hamparan tanah di sana. Anes bersandar di pohon besar yang ada di sana. Memejamkan matanya, menghirup udara segar, menyatu dengan angin, itu selalu membuat suasana hati Anes tenang.
Sesaat melupakan kekelaman hidupnya. Anes suka sekali menyatu dengan alam.
Ketenangan Anes mulai terusik saat sebuah bola meluncur tepat di kepalanya, membuat Anes membuka matanya.
"Awwww." Anes meringis, alisnya saling menaut. Anes memegangi kepalanya yang terkena bola yang entah dari mana datangnya. Siapa yang berani membangunkan singa yang sedang tidur?
Seorang anak laki-laki berlari menghampiri Anes, mengambil bolanya lalu melengos pergi tanpa memedulikan Anes yang sedang meringis dan menyumpah serapahi siapapun pemilik bola itu.
"Hehhhh!" panggil Anes, yang merasa terpanggil pun menoleh. "Lo udah nimpuk kepala gue, nggak mau minta maaf apa?" Sulut Anes.
Setelah apa yang dia perbuat apa tidak ingin bertanggung jawab? sekedar meminta maaf pun? Anes memdecih.
"Sorry... nggak keliatan." anak laki-laki itu pergi. Sesuatu terlihat ada yang jatuh dari pergelangan tangannya, dia tidak sadar dan langsung pergi begitu saja.
Tubuh Anes memang kecil, Anes yang bersandar di pohon dengan rimbunnya rumput ilalang tentu saja membuatnya tidak terlihat, Anes benar-benar menyatu dengan alam.
"Awas aja lo kalo ketemu lagi, gue hajar lo," tunjuk Anes. Enak saja dia pergi begitu saja.
Setelah beberapa hari berikutnya Anes tidak pernah bertemu anak laki-laki itu, sayang sekali. Pertemuan mereka pun baru pertamakalinya, sepertinya anak itu memang bukan orang desa sini. Pikir Anes.
Tidak, Anes tidak bermaksud mencari-cari anak laki-laki itu, hanya saja gelang yang ia temukan waktu itu mungkin saja punya dia yang jatuh?
Sambil mengembalikan gelang itu Anes juga ingin menepati omongannya untuk menghajar anak itu. Tapi sayang dia tidak pernah bertemu lagi dengan anak itu.
Gelangnya Anes simpan, siapa tahu suatu hari nanti mereka bertemu kembali?
Selanjutnya Anes kembali menjalani hidupnya seperti biasa. Tidak ada yang istimewa, Anes tidak pernah terbuka kepada siapapun, hidupnya terlalu monoton.
Saat Anes menginjak sekolah menengah atas, tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Anes tetap introvert, untungnya sekarang dia mendapatkan teman sebangku yang sepertinya memang baik.
Dia ceria, humble, berbanding terbalik dengan Anes. Meski Anes selalu diam, teman sebangkunya itu selalu berusaha mengajak Anes berbicara walaupun Anes tetap bersi kukuh dengan pendiriannya untuk menutup diri, teman sebangkunya itu tidak pernah menyerah supaya Anes tidak terlalu dingin kepadanya.
Karena Anes mulai muak dengan ocehan teman sebangkunya karena setiap hari mengganggu ketenangannya akhirnya dia membuka suara, demi membuat teman di sampingnya itu berhenti mengoceh.
"Bisa diem nggak, cape kuping gue dengernya," pinta Anes.
"Akhirnya, lo buka suara juga." Arika -nama teman sebangku Anes- dia bersujud sukur, akhirnya usahanya membuat Anes buka suara berhasil. "Sebagai merayakan lo bicara, pulang sekolah gue traktir lo makan bakso langganan gue, ya," ajak Arika antusias.
Anes mendengus geli melihat perilaku teman sebangkunya itu, dia menggelengkan kepalanya. "Terserah." putus Anes, dia hanya tidak ingin repot.
Sejak saat itu Arika mendeklarasikan dirinya menjadi teman Anes dan memberi Anes ultimatum supaya dia tidak terlalu menutup dirinya.
Anes tidak keberatan, hanya saja dia selalu ragu untuk memulainya. Paranoid-nya selalu menghantui pikiran Anes.
Arika memang baik, tapi itu tidak membuat pendirian aneh runtuh untuk berhenti diam. Anes masih terlalu takut, dia tidak tahu kejutan apalagi yang akan di sediakan semesta untuk Anes.
🐈🐈🐈
Hayo tinggalin jejaknya, karena kamu bukan setan 'kan?
Lanjut ke bab selanjutnya?
Ayo dong ajak juga temannya buat baca ini biar lapaknya makin ruameeee :v
KAMU SEDANG MEMBACA
Mister Kucing [SUDAH TERBIT]
FantastikFOLLOW JUSEYEO! Anes itu tidak suka kucing, tapi rumahnya selalu didatangi hewan satu itu. "Ma, ada kucing!" teriak gadis itu nyaring. Suaranya menggelegar di penjuru rumah. "Dek, itu cuma kucing loh." Rika --mama Anes-- sudah jengah dengan anak sem...