Fukuoka, Japan.
Suasana sore itu cukup ramai karena semua orang tampak berlalu-lalang. Ada yang tengah menunggu sanak saudara atau teman, maupun orang-orang yang sibuk berjalan di sepanjang gate kedatangan internasional. Begitu juga dengan Haruto dan Jeongwoo, mereka sibuk menggeret dua koper berukuran sedang ketika baru saja tiba di Fukuoka International Airport sore waktu setempat. Bandar udara bertaraf internasional itu terletak di distrik Hakata, Fukuoka, Jepang. Dari bandara dapat langsung terhubung ke pusat kota dengan melalui jalan raya dan kereta api bawah tanah sehingga tidak sulit untuk pendatang mencapai pusat kota dari bandara Fukuoka.
"Woo, mau aku bawain nggak tasnya?" Haruto menawarkan bantuan untuk membawakan ransel hitam milik Jeongwoo yang hanya disampirkan sebelah di salah satu bahu lelaki yang lebih muda beberapa bulan darinya.
Jeongwoo sempat berhenti karena tawaran dari laki-laki yang memakai turtleneck hitam tersebut. Namun, ia memilih untuk menggeleng seraya memberi senyum hangatnya pada Haruto. "Nggak usah. Liat tuh! Kamu juga ribet bawa koper sama tas kamu sendiri." Ia berucap sambil melirik koper dan tas ransel lelakinya.
Haruto akhirnya hanya mengangguk. Meski ia sama sekali tidak keberatan jika harus membawa ransel milik Jeongwoo sekaligus. "Oh iya, Haru."
Mendengar namanya disebut lantas membuat Haruto kembali menatap Jeongwoo. "Kenapa, hm?"
"Bunda jadi jemput?"
Haruto sendiri bahkan hampir saja lupa dengan itu. Memang kemarin Kaori bilang kalau keluarga Watanabe akan menjemput kedatangan Haruto dan Jeongwoo dari Indonesia. Tapi, ia bahkan belum sempat menghubungi Ibunya lagi untuk sekedar mengabari kalau dirinya dan Jeongwoo sudah sampai di bandara Fukuoka.
"Oh iya, aku lupa belum ngabarin Bunda kalo kita udah sampe."
Jeongwoo menghela nafas. "Lupa terus. Apa sih yang kamu inget?"
"Kamu..." Haruto tersenyum sambil mengusak kepala Jeongwoo dengan sayang hingga membuat lelaki yang lebih pendek darinya beberapa senti itu langsung memberikan sebuah cubitan di pinggangnya.
"Aww.. Kok dicubit sih?!" Tatapan Haruto yang semula menatap Jeongwoo dengan penuh kasih sayang. Kini justru berganti dengan tatapan galaknya.
Jeongwoo tersenyum geli. "Lagian sempet sempetnya ngegombal."
"Aku nggak lagi gombal tau." Haruto mengelak sambil mengusap pinggangnya yang habis dicubit.
Jeongwoo yang memperhatikan otomatis langsung menatapnya dengan tatapan serius. "Sakit?"
Haruto yang mendengar pertanyaan konyol dari Jeongwoo otomatis langsung mengasah kemampuan aktingnya dengan berpura-pura kesakitan. "Sakit.. kamu kekencengan nyubitnya! Kalo kulit aku lepas gimana?!" katanya sambil meringis.
Jeongwoo sedikit membungkuk dan memajukan kepalanya. Tangan lelaki itu mengusap pinggang Haruto yang tadi dicubit olehnya. "Sorry," Haruto menunduk menatap Jeongwoo sambil tersenyum dari posisinya berdiri. Dia mengelus kepala Jeongwoo, "It's okay, baby." katanya membuat Jeongwoo mendongak menatap ke arahnya.
Haruto dan Jeongwoo saling bertatapan dengan posisi yang sama. Melihat wajah polos Jeongwoo yang menatapnya membuat Haruto jadi gemas sampai tidak sadar ia bergumam sendiri, "Tahan.. Masih di bandara." gemes banget sialan.
Jeongwoo yang tidak mengerti dengan gumaman Haruto otomatis mengernyit. Lelaki itu kembali menatap tangannya yang masih di pinggang Haruto sebelum akhirnya ia menegakkan tubuhnya. Namun, Jeongwoo yang tiba-tiba kembali berdiri sempurna tidak sengaja kepalanya membentur dagu Haruto membuat keduanya meringis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna [hajeongwoo] || TELAH TERBIT
FanfictionSequel of Arunica [hajeongwoo] "a blank space, a missing part." Apa yang pertama kali muncul di benak setiap orang ketika mendengar long distance relationship? Bagi Haruto berada jauh ribuan kilometer dari orang yang di sayang merupakan ujian terber...