Before you read this chapter, kindly to read previous chapter. Kemarin aku update juga soalnya.
Happy reading!
—
Beberapa waktu berlalu. Sejak kejadian malam itu, hari ketika Haruto kehujanan di depan rumah Jeongwoo. Hari ketika Jeongwoo dengan terang-terangan meminta Haruto untuk tidak pernah datang lagi kepadanya.
Malam itu Jeongwoo dapat melihat sosok rapuh dari diri Haruto. Melihat Haruto menangis memang bukan hal yang pertama untuk Jeongwoo. Ia masih ingat sewaktu ia harus pergi ke Australia, lelaki itu juga menangis di hadapannya. Tapi, tangis Haruto malam itu terasa berbeda. Entah kenapa Jeongwoo dapat merasakan hanya dengan lewat tangis dan sorot mata Haruto, jelas lelaki itu terlihat sangat terluka atas sikapnya.
Sebenarnya Jeongwoo tidak pernah benar-benar bermaksud seperti itu pada Haruto. Melihat lelaki itu terluka tentu juga membuatnya ikut merasakan luka yang sama. Meski luka yang ia rasakan sebelumnya jauh lebih banyak, namun hanya dengan melihat Haruto menangis membuat hatinya ikut hancur. Mungkin benar apa yang dibilang oleh banyak orang, bahwa ketika orang yang disayangi bahagia maka kita akan bahagia. Begitu juga sebaliknya.
Jeongwoo memang meminta Haruto untuk tidak datang lagi. Ia spontan berucap seperti itu karena ingin menyembuhkan lukanya sendiri. Dia hanya tidak ingin kehadiran Haruto yang terus menerus mendekatinya lagi justru membuatnya semakin sulit melepas dan melupakan semua tentang Haruto.
Jeongwoo pikir perkataannya malam itu hanya sebagai angin bagi Haruto karena ia tahu betul kalau lelaki itu tidak mudah menyerah dalam setiap hal. Namun, satu hal yang ia sadari kalau ada yang berubah dari Haruto. Semenjak malam itu Haruto benar-benar tidak pernah menunjukkan batang hidungnya lagi di depan Jeongwoo. Bahkan, Haruto tidak pernah mencoba menghubunginya lagi.
Did you really give up on us?Ketukan pintu terdengar di telinga Jeongwoo. "Sayang?" Suara Irene terdengar dari depan pintu. "Masuk aja, Ma." Ujar Jeongwoo.
Irene membuka pintu kamar anaknya. Wanita paruh baya itu sempat berdiam diri di ambang pintu sebelum akhirnya ia mendekat lalu duduk di pinggir kasur seraya merapihkan rambut bagian depan anaknya. "Selama kamu di rumah sakit waktu itu.. setiap Haruto dateng, kamu selalu cuekin dia."
"Mama denger dari Jaehyuk. Kamu putus sama Haru, itu bener?"
Jaehyuk ember bocor banget sih lo
Jeongwoo sebenarnya agak terkejut ketika Ibunya tiba-tiba bertanya. Tetapi jauh sebelum hari ini terjadi, ia sudah mengira kalau cepat atau lambat mungkin Ibunya akan menyadari ada perubahan diantara Jeongwoo dan Haruto. Perlahan Jeongwoo mengangguk untuk menjawab. "Iya, aku yang mutusin."
Jeongwoo sempat melihat ekspresi terkejut dari wajah Ibunya, namun Irene sekarang hanya mengulas senyum tipis. "Kenapa sayang? Any problem with you two?" tanyanya seraya mengelus rambut anaknya.
"Complicated, Ma." Jawab Jeongwoo. Ia juga bingung harus menceritakan kepada Ibunya bagaimana. "Aku putusin dia karna aku pengen dia seneng dibanding dia ngerasa terpaksa jalanin ini sama aku." katanya. Padahal mengingat kembali keadaan Haruto malam itu tentu membuat Jeongwoo melihat betapa hancurnya lelaki itu.
Sejujurnya mungkin Jeongwoo juga sudah berada pada ambang batas kesabarannya dengan semua perilaku Haruto terhadapnya. Tapi, ia tidak bisa mengelak kalau alasan utama ia memutuskan hubungannya adalah karena ia ingin melihat laki-laki itu bahagia meski tanpanya.
Jeongwoo bukan tipikal orang yang akan memaksakan sesuatu jika sudah merasa tidak nyaman. Dengan mengetahui Haruto jenuh dengan hubungan mereka, maka Jeongwoo pikir melepas Haruto dari ikatan ini merupakan satu-satunya cara untuk membuat lelaki itu bahagia.
![](https://img.wattpad.com/cover/233561341-288-k126645.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna [hajeongwoo] || TELAH TERBIT
Fiksi PenggemarSequel of Arunica [hajeongwoo] "a blank space, a missing part." Apa yang pertama kali muncul di benak setiap orang ketika mendengar long distance relationship? Bagi Haruto berada jauh ribuan kilometer dari orang yang di sayang merupakan ujian terber...