Pagi itu Haruto beringsut bangun dari tempat tidur. Dengan posisi duduk di atas tempat tidur, ia merenggangkan tubuhnya yang terasa pegal akibat semalam. Haruto mengusap wajahnya sendiri kemudian menyesuaikan pandangannya dengan keadaan sekitar. Tidak ada yang berbeda dari biasanya memang karena setiap ia bangun tidur hanya suasana kamar apartemen yang menyambutnya.
Haruto memijit dahinya sendiri ketika merasakan kepalanya berdenyut lantas ia menatap ke samping. Kosong. Alisnya mengkerut seraya ia beralih menatap pintu kamarnya. Where is my Woo?
Haruto perlahan bangkit lalu berjalan keluar kamar. Netra lelaki itu menerawang ruangan seraya mencari seseorang. Dengan suara serak Haruto memanggil, "J-Jeongwoo..."
Hasilnya nihil. Tidak ada jawaban dan ia tidak menemukan Park Jeongwoo di seluruh ruangan. Haruto akhirnya duduk di sofa ruang tamu seraya bersandar dan memejamkan mata berusaha berpikir kemana perginya Jeongwoo. Lelaki itu kembali membuka matanya lalu melirik jam dinding di ruang tamu. Jarum jam menunjuk pada angka 9 pagi. Ah, ini masih terbilang pagi tapi Jeongwoo sudah tidak ada di apartemen. Hal itu tentu membuat Haruto khawatir.
Sesaat berikutnya suara pintu terbuka membuatnya langsung mengalihkan pandangan. Sosok lelaki yang sejak tadi dia cari kini muncul di ambang pintu apartemen mereka. Haruto tentu langsung menghampiri, "Woo.."
Jeongwoo yang baru saja menutup pintu terkejut karena tiba-tiba Haruto memeluknya dari belakang dan merasakan lelaki itu menyandarkan dagunya pada bahunya. "Where have you been, hm?" tanya Haruto dengan nada rendahnya.
"Aku abis beli bubur di seberang."
Haruto menatap wajah Jeongwoo dari posisinya yang bersandar pada bahu lelaki itu. "Aku pikir kamu kemana. Kenapa nggak bangunin aku?"
Jeongwoo menoleh sedikit untuk menatap Haruto yang juga tengah menatapnya sekarang. Jeongwoo tersenyum, "Kamu masih tidur tadi. Aku nggak tega bangunin kamu, Haru. Lagian aku cuma sebentar kok ke seberang. Kenapa sih emang?"
"I miss you."
Jeongwoo terkekeh dengan salah satu tangannya mengambil kepala Haruto untuk ia usap pelan. "Aku khawatir, Jeongwoo. Pokoknya lain kali kalo mau keluar bilang dulu. Jangan tiba tiba ngilang kayak tadi!" ucap Haruto membuat ujung sudut bibir Jeongwoo tertarik ke atas membentuk senyum.
"Iya, hehe. Maaf ya udah bikin kamu khawatir karna aku nggak bilang bilang mau keluar tadi."
Haruto mengangguk dengan posisi yang sama. Lelaki itu semakin menumpukan berat tubuhnya pada Jeongwoo hingga membuat lelaki yang lebih pendek darinya memprotes dirinya. "Haru, kamu jangan nyender sama aku ih. Berat!"
Bukannya menjauh tetapi Haruto justru semakin mengeratkan tangannya yang melingkar di perut Jeongwoo. Jemari Haruto justru bermain disana menggelitiki lelaki satunya sampai suara tawa terdengar memenuhi isi ruangan.
"Hahaha. Haru, stop! Geli sumpah."
"Siapa suruh bilang aku berat? Kamu juga berat tau!" Protes Haruto balik.
Jeongwoo berusaha menghindar dari tangan jahil Haruto yang menggelitiki tubuhnya. "Haru.. ini buburnya nanti jatoh! Stop, stop. Haruto, please.."
Jeongwoo terus tertawa sambil memohon agar Haruto menyudahi kejahilannya. Namun, lelaki itu seakan tutup telinga membuat Jeongwoo berpikir bagaimana caranya membuat Haruto berhenti. Permasalahannya posisi mereka sekarang backhug dengan Haruto yang tidak berhenti menggelitikinya, sehingga agak sulit bagi Jeongwoo untuk melepaskan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna [hajeongwoo] || TELAH TERBIT
FanficSequel of Arunica [hajeongwoo] "a blank space, a missing part." Apa yang pertama kali muncul di benak setiap orang ketika mendengar long distance relationship? Bagi Haruto berada jauh ribuan kilometer dari orang yang di sayang merupakan ujian terber...