You better to read the previous part before read this part, soalnya kemarin aku update juga. Happy reading~
-
Jeongwoo beringsut bangkit dari posisinya yang semula duduk di pinggir tempat tidur. Dengan handphone yang masih menempel di telinganya, ia beralih ke depan kaca besar kamarnya. Lelaki itu menggeser sedikit gorden sampai akhirnya ia dapat melihat pemandangan di luar.
Langit sudah berubah warna menjadi oranye. Matahari yang sejak pagi bersinar sekarang perlahan mulai tenggelam yang sebentar lagi akan digantikan tempatnya oleh bulan dan bintang. Tangan kirinya memegang benda pipih di telinganya sementara tangan kanannya mengetuk-ngetuk di jendela seraya menunggu seseorang di balik telepon tersebut untuk mengangkatnya. Namun, detik berikutnya ia justru menjauhkan handphonenya dari telinga.
Jeongwoo menatap layar handphonenya dengan perasaan khawatir. Ini sudah ketiga kalinya ia menelepon sejak tadi tetapi tidak ada satupun teleponnya yang diangkat. Jeongwoo menggigit bibir bawahnya dengan perasaan khawatir yang meliputi, "Lo semarah itu sama gue?"
Lelaki itu menghela nafas. Sudah berapa lama ia tidak berkomunikasi dengan Haruto. Entah kenapa lelaki itu seperti menjaga jarak dengannya. Jeongwoo sebenarnya bingung apakah alasan Haruto menjaga jarak dengannya karena laki-laki itu semarah itu padanya karena Bianca?
Tapi lo cuma salah paham Haru
Waktu terus berjalan, dari senja sampai dijemput malam. Jeongwoo sejak tadi uring-uringan memikirkan Haruto yang menghiraukan teleponnya belakangan ini. Jeongwoo bertanya-tanya sebenarnya ada apa? Jeongwoo tahu betul kalau Haruto memang tipe pencemburu. Tapi selama bertahun-tahun kenal dengan laki-laki itu, Haruto belum pernah seperti ini sebelumnya—seakan menjauh darinya.
Jeongwoo mengacak rambutnya frustasi. Semakin dipikirkan semakin membuatnya pusing. "Gue kangen sama lo." Cicitnya.
Netra Jeongwoo beralih pada jam dinding di kamarnya. Pukul 7 malam. Ia menimbang-nimbang apakah dia harus menemui Haruto malam ini juga atau besok. Setelah berpikir ia beringsut bangkit dari tempat tidur. Jeongwoo membuka lemari pakaiannya untuk mengambil hoodie abu-abu miliknya yang kemudian langsung ia pakai membalut bajunya, lalu ia mengganti celana pendeknya dengan jeans hitam dengan sobek di bagian dengkulnya.
Tanpa menunggu lama Jeongwoo segera membawa plastik bingkisan dan menyambar kunci motor vespa matic putih miliknya lalu turun ke bawah. "Woo, mau kemana kamu?" tanya Irene ketika melihat anaknya sudah rapih dengan membawa plastik bingkisan.
"Mau ke apart Haru. Boleh 'kan, Ma?"
Irene mendekat ke arah anaknya. Ia mengernyit, "Kenapa nggak besok?" Pertanyaan dari Ibunya membuat Jeongwoo menggigit bibir bawahnya. Ia tidak mungkin memberitahu Ibunya soal masalahnya dengan Haruto. "Woo, kenapa? Kok diem?"
"M-maunya sekarang.." Jawab Jeongwoo. "Kangen sama Haru, hehe."
Irene terkekeh mendengar ucapan anaknya. "Aduh.. iya tau deh yang lagi jatuh cinta. Kangen sama pacar ya?" Ia mencolek dagu Jeongwoo sambil menatap jahil pada anaknya.
Mendengar godaan Ibunya membuat pipi Jeongwoo bersemu merah. Anak lelaki itu tersenyum malu, "Mama apaan sih..." Balasnya salah tingkah.
Suara tawa Irene semakin terdengar di telinga Jeongwoo. "Kenapa malu malu gitu sih? Gapapa kok. Yaudah kalo kamu emang mau nemuin Haruto. Udah sana berangkat!"
"Boleh, Ma?"
"Ya boleh dong sayang. Masa mau ke tempat pacar sendiri gak boleh?"
Dengan tiba-tiba Jeongwoo langsung memeluk tubuh Ibunya dengan senang seraya berucap. "Makasih ya, Ma."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna [hajeongwoo] || TELAH TERBIT
Fiksi PenggemarSequel of Arunica [hajeongwoo] "a blank space, a missing part." Apa yang pertama kali muncul di benak setiap orang ketika mendengar long distance relationship? Bagi Haruto berada jauh ribuan kilometer dari orang yang di sayang merupakan ujian terber...