Vanya memerjapkan matanya berkali-kali, ruangan serba putih menjadi pemandangan pertama yang menyambut matanya. Dadanya tiba-tiba bergemuruh mengingat kejadian beberapa waktu lalu.
"Jangan! Jangannnn! Hikss." Gemi tersentak mendengar teriakan Vanya. "Van, kamu kenapa?"
"Jangan! Jangan sentuh gue!"
"Gue Gemi, Van. Sadar." Vanya menatap pemuda itu memastikan apakah memang benar-benar Gemi atau bukan. Sedetik kemudian, Vanya memeluk tubuh Gemi dengan erat. Nafasnya terengah-engah.
"Nggak usah takut, gue bakal jagain lo," Ujar Gemi dengan lembut sembari mengelus punggung Vanya.
"Lain kali, jangan bantah omongan gue lagi. Gue nggak mau kejadian ini terulang lagi, Van. Lo nggak tau betapa takutnya gue kehilangan lo. Plis, sekali aja lo nurut omongan gue."
Mendengar ucapan Gemi, Vanya semakin terisak. Ia sadar dan ia menyesali perbuatannya. Andai saja ia menuruti omongan Gemi, semua ini tidak akan terjadi.
"Maaf," Lirih gadis itu. Gemi melepaskan pelukan Vanya. Ia menatap wajah gadis itu yang sembab. Ibu jarinya terulur menghapus airmata yang sudah mengalir deras sejak tadi.
"Udah ngga usah nangis, lo jelek banget kalo gitu. Mau pulang?"
"Emang ini dimana?" Tanya Vanya sembari menelisik setiap sudut ruangan itu.
"Coba tebak dimana?"
"Jangan-jangan lo nyulik gue?"
"Dih nggak guna banget gue nyulik lo!" Cetus Gemi membuat Vanya berdecak sebal.
"Vanyaaaaaa! Lo nggak apa-apa kan?! Gila gue kaget pas denger bocah pecicilan kek lo pingsan," Seru seorang gadis bersurai gelombang yang tangannya sibuk bergerilya di tubuh gadis itu mulai dari wajah kemudian bahu dan berakhir di tangannya. Vanya memutar bola matanya malas. Datangnya Sabila, Senja dan teman-teman Gemi pasti akan membuat ulah di sana.
"Ge, ini sebenernya dimana si?! Kenapa curut-curut ada di sini dah!" Tanya Vanya dengan kesal.
Tangan nakal Sabila menyentil dahi gadis itu cukup keras, membuat Vanya tersentak. "Apaan si, Bil! Gila lo, gue lagi pusing bego!"
"Emang ya, Ge. Temen lo yang satu ini nolepnya ngga ketulungan," Tukas Senja.
"Demi apa lo nggak tau ini dimana Van?" Tanya Aksa dengan nada tidak percayanya. Vanya menggeleng dengan polos membuat semua yang ada di sana gemas termasuk Gemi.
"Kalo gue jadi penculik, lo bakal jadi korban terbaik gue si kayaknya," Celetuk Rain.
"Lo sekolah di SMA Cendekia dah berapa tahun, Van? Bisa-bisanya nggak tau UKS sekolah ini!" Tau bagaimana respon Vanya? Gadis itu tersentak, matanya menelisik setiap sudut ruangan bernuansa putih itu. Melihat fasilitas yang ada, Rata-rata ini terlalu mewah untuk dikatakan sebuah ruang UKS.
"Omo! Gue baru tau sekolah ini UKS nya mewah banget! Gila-gila harusnya dari dulu gue tau, biar bolosnya nggak usah di halaman belakang sekolah!" Celoteh gadis itu tak henti-hentinya mengagumi kemewahan ruangan itu yang nampak seperti ruang rawat kelas VVIP.
"Kali ini kata Senja bener si, gue nolep parah. Aaaa! UKS senyaman ini nggak pernah gue gunain buat bolos?! Shit! Rugi banyak gue," Sambung gadis itu.
Semua yang ada dalam ruangan itu tercengang mendengar rentetan kalimat Vanya. Bolehkah Senja membunuh gadis itu sekarang juga? Atau bolehkan Gemi bunuh diri di depan Vanya saat itu juga? Semua tak habis pikir dengan otak Vanya yang super konyol itu. Benar-benar di atas rata-rata.
"Gak ngerti lagi kenapa Gemi mau jadiin lo istri," Cetus Rain.
"Vanya tolol!"
"Minus!"
KAMU SEDANG MEMBACA
RENJANA
Teen FictionDi pacarin kok bangga? Dinikahin dong! __________________________________________ Start 30 Desember 2020