RENJANA-14

200 31 1
                                    

Vanya menyusuri koridor sekolah yang cukup ramai. Senyumnya terukir sangat indah pada pahatan wajahnya yang nyaris sempurna. Hal itu membuat banyak kaum adam menatapnya terkagum-kagum. Dari arah berlawanan ia menangkap Gemi yang sedang bersandar di tembok sembari menatapnya. Vanya tersenyum manis dan mempercepat langkahnya mendekati pemuda itu. Namun, nampaknya raut Gemi sedang tak bersahabat.

"Pagi, bossque," Sapa Vanya.

"Apa?" Balasnya singkat membuat Vanya berdecak sebal.

"Hobi banget ngerusak mood!" Kesalnya.

"Lo atau gue?" Sahut Gemi dengan malas.

"Lo lah!" Gemi menatap wajah Vanya yang sudah berubah. Tidak seceria tadi. Lelaki itu menyentil kening Vanya. Gadis itu tersentak, ia mengaduh kemudian memegangi daerah bekas sentilannya.

"Apaan si! Lo pikir ngga sakit?!"

Gemi terkekeh lalu mencubit hidung Vanya dengan gemas. Pemuda itu mengabaikan ocehan dan ringisan Vanya, bukannya dilepas justru semakin kuat sampai hidung gadis itu benar-benar merah. Gemi tertawa sebentar.

"Lo punya masalah sama gue ngomong!" Murkanya. Gemi benar-benar merusak moodnya pagi ini.

"Gue gasuka lo senyum-senyum kayak orang gila, senyum lo cuma buat gue!" Tutur Gemi.

Darah Vanya sontak surut. Ucapan Gemi sukses membuatnya salting. Hatinya menghangat dan ia benci membayangkan ekspresi wajahnya sekarang. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Sial! Cowok itu memang paling bisa membuat Vanya seperti ini.

"Gue gak gila!" Kilahnya. Vanya berusaha sebisa mungkin untuk menutupi saltingnya.

"Gue suka lo yang ketus gini," Ungkap pemuda itu dan lagi-lagi itu membuat Vanya baper, eh apa baper? Sial!

"Blushing cie, ehem!" Ledeknya. Ekspresi Vanya mengbuat Gemi tertawa. Sungguh, Vanya sangatlah menggemaskan. Pipinya merah merona yang ia yakini sedang menahan malu.

"Apasi!"

"Muka lo lucu, cantik."

Sial! Sial! Sial! Vanya terus mengumpat dalam hati. Bertubi-tubi Gemi melontarkan ucapan yang membuat hatinya tak karuan. Entah sejak kapan ia menjadi sebaperan itu. Padahal biasanya ia bodoamat dengan recehan Gemi, and now? See!

"Bodoamat, Ge! Gue mau ke kelas, lo nyebelin!" Vanya melangkah dengan kesal sembari menghentakkan kakinya. Belum genap dua langkah, tangannya sudah lebih dahulu dicekal oleh Gemi. Vanya mengerang dalam hatinya.

"Apa lagi?!"

"Jangan senyum ke orang lain apalagi ke cowo lain, gue gasuka berbagi!" Tegas Gemi sekali lagi.

"Tapi gue suka berbagi, kata bunda senyum itu iba-"

"Lebih ibadah lagi kalo lo jaga senyum lo buat suami lo kelak," Potong pemuda itu.

"Astaga Gemi! Baru calon aja posesipnya bikin istighfar, Vanya berasa tahanan," Gerutunya.

"Nurut atau...," Gemi menggantungkan ucapannya, pemuda itu melangkah mendekati Vanya, mengikis jarak antara mereka. Sedangkan Vanya, gadis itu terus mundur agar Gemi tak semakin dekat. Melihat senyum devil yang terbit diwajah Gemi membuat Vanya bergidig ngeri.

"Iya!" Seru gadis itu membuat Gemi tersentak kaget.

"Gue ke kelas, bhay!" Vanya mengicir masuk ke kelasnya yang kebetulan tak jauh dari sana. Gemi menatap kepergian Vanya sembari terkekeh.

"Pulang sekolah jangan lupa!" Seru pemuda itu.

"Gue masih muda!" Balas Vanya tanpa menoleh sedikit pun.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang