RENJANA-12

205 34 3
                                    

"Ge, sini!" Gemi menoleh ke arah Anin yang sedang duduk di sofa sembari menatapnya. Cowok itu tersenyum lalu melangkah ke arahnya.

"Kenapa, mi?"

"Mami mau ngomong serius sama kamu," Ucap Anin dengan raut serius.

"Mami kayak ngomong sama siapa aja, sok atuh mau ngomongin apa?" Balas Gemi dengan riang membuat Anin menatapnya dengan lekat. Ternyata buah cintanya dengan Saga sudah tumbuh dewasa. Rasanya baru kemarin ia mengajari Gemi berjalan dan sekarang, Gemi bahkan sudah mampu berlari dengan cepat tanpa bantuannya.

"Ge, mami dan papi udah memutuskan untuk menikah kan kamu sama Vanya secepatnya, kamu pasti tau alasan kami melakukan ini," Tutur Anin.

Gemi diam. Perasaannya berkecamuk. Ia tidak tahu harus senang atau sedih mendengar penuturan sang ibu. Ia takut ini akan membebani Vanya karena mereka berdua masih menempuh pendidikan. Bukan hanya itu, Gemi juga takut menghancurkan impian gadis cerobohnya. Menikah sedini ini pasti akan menjadi mimpi buruk bagi Vanya.

"Mami jangan mengadk-ngadi! Kita masih sekolah, masih terlalu muda. Gemi nggak mau Vanya dikira hamil duluan apalagi kemarin Vanya hampir di unboxing Zeus." Anin menyimak ucapan putranya. Wanita itu menghela nafasnya berat. Ia tahu, ini merupakan hal yang sulit untuk mereka berdua.

"Tapi ini buat kebaikan kamu, Ge. Mami ngga mau kalo nan-"

"Gemi nggak mau egois mi, soal nanti itu ya nanti. Gemi ngga mau menghancurkan masa depan Vanya cuma karena wa-"

"Ge, mama ngerti perasaan kamu. Tap-"

"Ngga ada tapi mi, Vanya juga punya mimpi. Dia berhak atas hidupnya. Lagian kita masih SMA, nikah bukan ajang perlombaan mi, ngga bisa dibuat main-main."

"Yasudah, langkah lebih baiknya kita bicarakan ini nanti malam bersama keluarga Vanya. Kita ambil keputusan bersama, kamu mandi terus istirahat. Habis isya siap-siap ya, kita keluar makan malam." Gemi mengangguk dan beranjak pergi memasuki kamar dengan isi kepala yang berantakan.

Gemi mencintai Vanya tetapi jika harus menikahi gadis itu secepat ini, rasanya cukup berat. Terlebih mengingat masalah yang sedang dihadapinya, ia tak seyakin itu bisa menjaga Vanya setiap waktu.

Cowok itu merebahkan dirinya si kasur miliknya. Ia menatap langit-langit kamar. Matanya menemukan banyak bintang di sana. Pasti kerjaan Vanya. Dalam hati Gemi berdecak kesal, memang bagus tetapi seperti anak kecil.

Hembusan nafas berat terdengar dari rongga hidungnya. Ucapan ibunya kembali berputar di kepala membuatnya semakin pusing. Jika dipikir-pikir lagi rasanya terlalu buru-buru menikah diumur sedini ini. Seolah tak punya mimpi, tak punya angan untuk dikejar.

Gemi mengambil benda pipih di saku celananya. Ia membuka aplikasi berwarna hijau, lalu mengirimkan pesan untuk seseorang.

NayaLav

Van, dirumah kan?

Gue dihati lo, masa ngga
Ngerasa

Bucin!
Pasti senja yang ngajarin

Sesat banget ya gue
Ngikut senja

Lo udah tau soal nikah?

Oh lord! Gue ngga percaya
Sumpah ge! Kita bakal nikah
Secepet itu, awas aja kalo
Lo nolak!

Ngga bisa ngebayangin damainya
Hidup bareng lo tanpa bang Aiden
Bisa kalem dong gue, asekk!!

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang