Siang ini Vanya dan Gemi sedang melakukan fiting baju di sebuah butik yang cukup ternama di Bandung. Pernikahan mereka sudah semakin dekat saja. Terhitung tiga hari lagi akad pernikahan mereka akan terlaksana. Gemi nampak cool dengan balutan jas hitamnya. Sedangkan Vanya, gadis itu masih berada di dalam ruang ganti. Terhitung sudah lebih dari setengah jam gadis itu di dalam sana namun tak kunjung keluar juga. Gemi sedikit khawatir terjadi apa-apa dengan Vanya karena tak kunjung menampakan dirinya."Van?" Gemi mengetuk pintu ganti itu.
"Bentar!" Balas gadis itu dari dalam sana. Gemi mendengus dalam hatinya. Apakah memakai gaun seribet dan selama itu?
Karena merasa gerah, Gemi memutuskan untuk berganti menggunakan kaos yang dibawanya. Tak lama setelah Gemi berganti, Vanya keluar dari ruangan itu.
Mata pemuda itu menatap dari ujung kaki sampai ujung kepala gadis itu dengan lekat. Mengabsennya tanpa tertinggal satu inci sekalipun.
"Mana gaunnya?" Tanya Gemi.
"Ada di dalam," Balas Vanya dengan santai sembari berjalan menuju sofa dan mengambil tasnya.
"Lah? Nggak lo coba?"
"Udah dan lo ngga perlu liat, gabisa tidur pasti kalo lo liat gue pake begituan," Ujar Vanya. Gemi memutar bola matanya malas.
"Terserah! Ayo pulang!"
"Oughey."
Suasana dalam mobil cukup canggung. Hanya terdengar suara Afgan sedang menyanyikan lagunya yang berjudul Jodoh Pasti Bertemu. Vanya sibuk dengan ponselnya sedangkan Gemi sibuk mengemudi.
"Ge," Ujar Vanya.
"Apa?"
"Tiga hari lagi lo jadi milik gue da-"
"Dan lo jadi milik gue, ngga ada yang bisa misahin kita kecuali maut," Potong Gemi, ucapannya penuh penekanan. Hati Vanya menghangat. Darahnya berdesir hebat, jantungnya berpacu dua kali lebih cepat. Ucapan Gemi sukses membuatnya baper. Entah kenapa, sekarang Vanya jadi perasaan seperti ini.
"Baper kan lo!" Celetuk Gemi.
"Wtf!" Tukas Vanya. Dalam hati ia menyesali perbuatannya, harusnya ia tak usah baper-baperan dengan ucapan lelaki itu.
"Mampus!" Cowok itu tersenyum puas. Ia menatap Vanya sebentar, raut wajahnya benar-benar lucu ketika sedang merajuk seperti itu.
"Lo nggak cinta kan sama gue?"
"Lo lebih tau dari gue dan lo tau persis perasaan gue," Balas Gemi dengan santainya.
Vanya menatap Gemi dalam-dalam dari samping. Mencari-cari jawaban di mata cowok itu. Vanya tidak ragu Gemi menyayanginya, ia hanya sedikit ragu dengan kesiapan Gemi.
Bagi Vanya menikah bukan soal cinta dan bahagia tetapi juga kesiapan. Materi mungkin bisa dicari, lalu bagaimana dengan mental? Vanya memang terkesan main-main dengan pernikahan ini tetapi ia tidak semain-main itu. Ada ketakutan dalam dirinya perihal perceraian. Terlebih mengingat sekarang kasus tersebut sangat tinggi di negaranya.
"Tapi kalo lo cinta, kenapa lo ngga ngajak gue pacaran dari dulu? Kan lumayan buat uwu-uwu pamerin ke snepgram," Ujar Vanya.
Gemi terkekeh mendengar celotehan gadis ceroboh itu. "Emang kalo cinta mesti pacaran? Ngga pacaran aja lusa kita nikah kan?"
"Iya juga si," Beo Gadis itu.
"Tapi gue si bodoamat lo mau cinta apa kaga sama gue. Lagian kita kan sama-sama nggak laku dan lo itu ngga bisa jauh-jauh dari gue, jadi ya aman-aman aja si," Lanjutnya panjang kali lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENJANA
Teen FictionDi pacarin kok bangga? Dinikahin dong! __________________________________________ Start 30 Desember 2020