"Lo beneran mau nikah, Van?" Tanya Senja lagi, membuat Vanya menghentikan langkahnya. Gadis itu menatap Senja dengan jengah. Terhitung sudah enam kali gadis itu menanyakan pertanyaan yang sama kepada Vanya.
"Ke THT aja yok Nja yok!" Sewot gadis bercardigan abu-abu itu sembari menyeret pergelangan tangan Senja, namun senja berontak mencoba melepaskannya.
"Sakit anjir! Lo pikir gue kelainan sebagian indera apa sampe mesti ke THT?!"
Vanya memutar bola matanya malas. "Lo ngga denger jawaban gue kan sampe-sampe lo nanya berkali-kali gitu. Apa namanya kalo bukan budeg, hah?!"
Sabila memijat pelipisnya. Perdebatan macam ini akan berlangsung lama, mengingat sikap keduanya sama-sama tak mau kalah.
"Gue itu memastikan makanya nanya lebih dari sekali!"
"Kaga tujuh kali juga bego! Bilang aja lo iri kan karna masih jomblo!" Vanya mengibaskan rambutnya sombong. Tentu saja hal itu membuat Senja dan Sabila ingin muntah.
"Najis!"
"Alah, gu-"
"Niat pulang kaga si lo bedua?!" Sentak Sabila yang mulai jengah dengan keduanya.
"Pulang lah! Calon manten masa nginep, kasian mas mantennya dong sendirian. Bye!" Ujar Vanya kemudian pergi meninggalkan dua manusia yang masih diam mematung sembari menatap kepergiannya.
"Kok jadi kita yang ditinggal si Nja?" Cicit Sabila.
"Lah ngapain kita masih disini, cabut anjir!"
"Woy tungguin!"
***
Lavanya dan Gemintang melangkah bersama memasuki rumah bernuansa putih milik keluarga Vanya yang nampak ramai. Beberapa orang sedang berlalu lalang di dalam sana, Ada yang bolak-balik membawa rumpunan bunga palsu, ada juga yang membawa box plastik besar entah apa isinya.
Vanya menghembuskan nafasnya kasar. Entah kenapa hari ini terasa melelahkan padahal sekolah hari ini lebih lama jam kosong. Rasanya ingin sekali ia berlari ke kamar dan merebahkan diri kemudian memejam menjelajahi alam mimpinya. Namun sepertinya hanya angan saja.
"Loh udah pulang anak bunda," Ujar Zara yang tiba-tiba saja menghampiri mereka.
Vanya memutar bola matanya malas kemudian menjatuhkan tubuhnya di sofa dengan kasar. Harusnya ia senang karena hari ini adalah hari yang paling ia tunggu seumur hidupnya, menikah dengan Gemintang, sang bintang yang telah meneranginya sejak kecil.
"Iya bun, mami disini juga?" Bukan Vanya yang menyahuti Zara tetapi Gemi.
"Mami kamu baru aja pulang, Ge. Kamu mau disini atau pulang dulu?"
"Di sini aja deh, bun."
"Iya deh yang u-"
"Ke atas yok, Ge. Lo cape kan? Sama gue juga!" Dengan gesit Vanya menarik pergelangan tangan Gemi menuju lantai 2. Ia tau arah pembicaraan Zara akan kemana dan jangan harap Vanya akan membiarkan obrolan konyol itu berlangsung.
"Astaghfirullah Naya! Kamu ngebet banget apa gimana? Itu belum sah!" Seru Zara sembari menatap kepergian Vanya.
"Bunda kek gapernah muda aja deh!" Sahut Vanya tanpa menoleh ke arah Zara. Sedangkan wanita itu mendadak membulatkan matanya. Penuturan putrinya sontak membuat otaknya berpikir ke mana-mana.
"Astaghfirullah, istighfar Nay, Istighfar!"
Vanya tak menggubris lagi ucapan ibunya. Ia sudah tau apa yang Zara sedang pikirkan sekarang. Kaki mungilnya menaiki tangga dengan lincah, tangannya masih menarik pergelangan Gemi.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENJANA
Teen FictionDi pacarin kok bangga? Dinikahin dong! __________________________________________ Start 30 Desember 2020