Sebelum membaca, saya ingatkan lagi untuk para pembaca agar memberi vote untuk mendukung karya seorang Author!!
Angin sepoi menyentuh kulit Aksara yang sedang berdiri membisu di depan sebuah makam yang basah, bunga-bunga telah dihias di permukaan makan tersebut sejak tadi.
Aksara masih setia berdiri, menatap nanar tanpa air mata pada objek yang sedang membuatnya terpaku seperti ini.
Bayangan tentang wanita tua yang sudah merawatnya dari kecil hingga besar seperti sekarang menghantui isi kepalanya. Rasa bersalah pada Anya membuatnya tidak bisa berkata-kata sejak di rumah sakit.
Hatinya terpaksa menjadi keras, tangannya terkepal menahan kesal. Aksara ingin sekali memukul seseorang sekarang, melampiaskan kepada siapa pun kemarahannya. Namun, naas. Aksara hari ini hanyalah sebutir debu yang bisa ditiup angin dan pergi tak tahu arah.
"Nenek udah nggak ada, siapa lagi yang bakal sayang Aksara?" tanyanya dingin. Meski dalam hati yang kalut, nada bicaranya tidak berubah.
Aksara tetaplah orang yang tegar, dia tidak ingin sedih di depan makam neneknya sendiri.
Pelukan hangat neneknya saat pertama dia dibawa di rumah oleh Anya membekas dalam memorinya, kekhawatiran Anya terhadap Aksara juga kasih sayang neneknya tersebut tidak bisa diberikan Astrid dan Melano kepada Aksara.
Itu lah, alasan mengapa Aksara sangat menyayangi wanita tua itu lebih dari orang tua kandungnya sendiri.
"Aksa orang jahat, harusnya Aksa yang sekarang dikubur. Bukan nenek," ucap Aksara pelan.
Perlahan, Aksara menaruh bunga melati kesukaan neneknya. "Aksa pamit," ucapnya lalu berjalan menuju mobil.
Geng Devil mengkawal rombongan orang-orang yang ikut menguburkan Nenek Anya, Nenek dari seorang Aksara Rhegafan Melano.
Tidak ada sorak sorai seperti biasa ketika mereka berkumpul, orang yang mereka hormati sekarang begitu berduka bagaimana bisa mereka tertawa?
Di dalam mobil yang Aksara masuk, ada Farel, Robi, dan Morgan yang setia menunggu sahabat meraka.
Mobil melaju perlahan setelah beberapa mobil di depan berjalan. Di depan dan belakang mobil Aksara juga keluarganya, geng Devil memastikan tidak terjadi apa-apa. Takutnya, beberapa musuh mereka memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang.
***
Beban yang terus menggerogoti hati Aksara membuat perasaannya menjadi tidak tenang. Sejak tadi hingga malam telah tiba, Aksara belum sekali pun menyentuh makanan.
Otaknya menjadi kacau balau, dia juga seorang manusia. Dia butuh sandaran untuk menceritakan keluh kesahnya.
Aksara mengambil jaket kulitnya, meraih kunci motor yang berada di nakas dan keluar dari kamar.
Astrid yang hendak mengetuk pintu kamar Aksara terhenti karena Aksara duluan yang membukakan pintu. Tanpa melihat Astrid, Aksara berlalu dari pandangan wanita itu.
Astrid hanyalah angin lalu bagi Aksara, tidak pernah dianggap oleh putranya sendiri.
"Mau kemana Aksa?" Astrid bertanya sembari mengekori Aksara menuruni anak tangga.
Aksara tidak membalas, melainkan keluar dari rumah tanpa berpamitan pada Melano yang sedang duduk di ruang tamu bersama keluarga yang lain.
Secepat mungkin, dia menaiki motornya menuju rumah seseorang. Seseorang yang bisa membuatnya sedikit tenang. Motor melaju dengan kecepatan tinggi, setinggi amarah dan kekesalannya saat ini.
***
Aksara berada di depan rumah Kenangan, menatap rumah sederhana gadis itu lama. Perlahan tapi pasti, Aksara menekan bel rumah Kenangan.