Sebelum membaca, saya ingatkan lagi untuk para pembaca agar memberi vote untuk mendukung karya seorang Author!!
Pelajaran terakhir telah diisi selesai oleh Pak Mardian, guru PKN. Seratus kertas yang berisikan kata maaf ditaruh Kenangan di meja Aksara. Lelaki itu memboloskan diri.
Sudahlah, yang penting Kenangan bisa menyelesaikan pekerjaannya. Dia ikut bergegas keluar bersama teman-teman lainnya. Namun, saat di pintu dimana dia orang terakhir yang akan keluar, sebuah tangan menariknya secara kasar hingga membuat dia berhenti melangkah.
"Mana kertasnya?"
Kenangan seketika menjadi gugup saat tahu dirinya sedekat ini dengan Aksara. Refleks, Kenangan langsung mundur dan menunjuk meja Aksara.
Aksara langsung melangkah mendekati mejanya, dia menemukan seratus kertas permintaan maafnya telah selesai. Tersenyum puas, Aksara berjalan keluar tanpa mengucapkan terima kasih untuk Kenangan.
***
Aksara membuka sepatunya dan melemparnya secara asal, tanpa membuka seragam dan kaus kaki Aksara berbaring di atas king size.
"Aksa, ayok makan!"
Anya, sang Nenek memanggil Aksara dibalik pintu. Aksara sudah terbiasa dipanggil oleh neneknya setelah pulang sekolah untuk makan bersama.
"Iya, Nek." balas Aksara sembari turun dari ranjang dan membuka pintu kamar.
Neneknya ada di hadapan Aksara sembari tersenyum lebar, melihat hal ini, Aksara merasa sedikit aneh.
"Loh, ini kenapa bibir kamu sobek? Kamu berkelahi lagi?"
Aksara cengengesan menggaruk tengkuknya, dia sadar pasti neneknya sudah mendapati laporan dari sekolahnya atau Tante Rania.
"Kok, nungguin Aksa?" tanya Aksara mengalihkan topik pembicaraan. Tangannya memegang hati-hati tangan keriput Anya, dan membawa sang Nenek menuruni anak tangga.
"Nggak, apa-apa sayang," balas Anya.
Aksara hanya diam mendengar jawaban Anya, hingga sampai di meja makan aksen pandangannya menjadi keruh saat melihat dua orang yang juga ada di sana.
Anya duduk di kursi sembari menatap anak dan menantunya, "Ayok duduk Aksa."
Jika bukan karena neneknya yang menyuruh dia untuk duduk, dia tidak akan bergabung dengan dua orang yang dia benci ini, Ayah dan Ibunya.
Tanpa menatap ke arah mereka, Aksara mengambil nasi dan lauk pauk tanpa memperdulikan dua orang yang sedang menatap Aksara penuh kerinduan.
"Aksa, kenapa nggak nyapa orang tua kamu dulu?"
Aksara menghela napas kasar, dan balik menatap Anya, "Nggak kenal."
Di samping meja sebelah kiri, Ibu Aksa, yaitu Astrid berkaca-kaca mendengar ucapan tajam putranya.
"Jangan seperti itu Aksara, suatu saat nanti kamu pasti akan kembali ke orang tua kamu. Nenek tidak bisa selamanya bersama dengan kamu."
Aksara menghentakkan sendoknya, mendorong kasar piring tersebut hingga jatuh berceceran di lantai.
"Nenek, udah nggak sayang Aksa?""Bukan begitu tetapi, tugas nenek udah selesai sayang jagain kamu."
"Maksudnya apa sih? Aku nggak bakal mau tinggal sama dia, sekali pun Nenek maksain. Sekali pun Aksa udah benci sama seseorang, jangan harap ada peluang baginya untuk menangin hati Aksa!"
Setelah mengatakan itu, Aksa bergegas keluar rumah, memasuki mobil menuju markas
Mengingat kembali perkataan neneknya, hati Aksara menjadi tidak tenang. "Gua gak sudi diasuh sama tuh cewek. Dia pasti maksain nenek buat ngasih gue tinggal sama dia," cercanya.