Sebelum membaca, saya ingatkan lagi untuk para pembaca agar memberi vote untuk mendukung karya seorang Author!!
Di rumah sakit, semua orang berkumpul dengan wajah gusar. Aksara duduk di kursi menutup wajahnya dalam diam menyembunyikan ketakutan.
Robi perlahan duduk di sampingnya sembari memegang punggung sahabatnya itu sambil berkata, "Tenang aja."
"Gimana gua bisa tenang?" Aksara menekan kata-katanya, berbisik kepada Robi dengan mata yang berkaca-kaca.
Robi belum pernah melihat Aksara setakut ini, di dalam Kenangan sedang tidak sadarkan diri sejak tadi.
Perlahan, Dokter Karlina keluar bersama Ibu Kenangan, Arumi. Cepat, para gadis langsung mengerumuni keduanya.
"Kenangan nggak apa-apa kak?" Ifah dahulu bertanya pada kakaknya, disusuli oleh Fladis yang sudah menangis sejak tadi.
"Iya, gimana keadaannya?"
"Nyeri pada dada Kenangan di kenal dengan angina pectoris. Akibatnya otot jantung tidak bisa mendapatkan oksigen yang cukup. Lalu, pernapasannya pun memendek karena jantungnya pun telah rusak. Jika tidak melakukan transplantasi jantung secepat mungkin, kita hanya bisa menghitung hari untuk bersama dia."
Fladis menutup mulutnya tidak percaya, Meli dan Rinai berpelukan untuk saling menguatkan. Mereka sama-sama menitikkan air mata, tidak bisa berkata-kata.
Krystal duduk membisu mendengar ucapan Dokter Karlina, diam, dia hanya bisa berdoa pada Tuhan kenapa takdir orang sebaik Kenangan begitu menyakitkan seperti ini.
Diliriknya Aksara yang tidak jauh darinya, pemuda itu tetap lesu sedari tadi. Raut wajah ketakutannya bisa Krystal baca, Aksara benar-benar menyayangi Kenangan.
Aksara berdiri meminta ijin kepada Arumi dan Dokter Karlina untuk melihat keadaan Kenangan, dia langsung mendapatkan persetujuan dari keduanya dan langsung masuk ke dalam ruangan Kenangan.
Aksara duduk di samping Kenangan, menatap lamat-lamat wajah pucat itu, pelan dia memegang tangan Kenangan dan menempelkannya di pipinya sendiri. Tangan gadisnya terasa dingin, saat menyentuh kulit Aksara sendiri.
Perlahan, mata Kenangan terbuka. Orang yang dia lihat pertama kali adalah, Aksara yang sedang memegang tangannya.
Tersenyum, Kenangan mengusap wajah Aksara dengan tenang. Keduanya saling menatap, Aksara dengan raut ketakutan sedangkan kenangan tersenyum sumringah.
Perasa nyeri yang datang pada dadanya saat melihat Kenangan tersenyum, akhirnya meluluhkan air mata Aksara. Dia menangis memegang erat tangan Kenangan, seolah tidak ingin melepaskannya sedetik pun.
"Kenapa lo bisa tersenyum di saat nyawa lo tinggal menghitung hari? Kenapa Ken?"
"Lo pikir perasaan gua gimana saat lihat lo senyum, sakit Kenangan. Jangan sok kuat di hadapan gua, please," lirih Aksara.
"Gua takut ... gua nggak mau sendirian. Jangan tinggalin gua, Kenangan."
Seiring dengan air matanya yang jatuh, tubuh tegap itu gemetar bertubi-tubi menahan sakit yang dia tahan.
Kenangan mengusap air mata Aksara yang jatuh, dan berkata dengan lembut, "Cengeng lagi, hm?"
"Kenapa kamu bisa secengeng ini sama aku? Mana Aksara keras kepala yang pernah aku kenal? Aksara si devil kasar yang membuat banyak orang ketakutan? Aksara yang mampu membuat aku jatuh cinta?"