Ittaewon Street, Seoul. 11:55pm.
Chris berjalan lungai, sejak tadi ia hanya berputar-putar sembari menjernihkan pikirannya. Selepas menceritakan kejadian malam itu, Oscar marah besar. Mengatakan pada Chris untuk tidak menyembunyikan apapun. Chris tanpa sadar bergidik ngeri, ketika mengingat bagaimana mengerikannya amukan Oscar tadi. Tatapan tajam nan dingin yang mengancam, suara dingin nan rendah yang demi apapun terdengar datar tanpa nada, serta aura iblisnya yang membuat Chris merasa lemas sekali.
Menggeleng pelan, Chris berusaha menyingkirkan kejadian tadi. Ia kembali menggerakkan kakinya menuju seorang kakek yang tengah membawa barang dagangannya, sudah jelas kakek tua itu kesulitan.
"Perlu saya bantu, Kakek?" Chris berucap, membawa tangannya untuk mengangkat sebagian barang dagangan yang kakek itu bawa. Senyum terbaiknya ia perlihatkan, meyakinkan sang kakek untuk menerima niat baiknya.
"Terimakasih, Nak," kakek pedagang itu berucap lirih, "Kau sangat baik." Chris yang mendengar pujian sang kakek terkekeh ringan, menggeleng sembari menyangkal bahwa ia tidak sebaik itu.
Mereka kemudian berjalan, melewati beberapa gang sempit untuk meuju rumah sang kakek. Tanpa sang kakek ketahui, Chris mati-matian menahan rasa takutnya setiap mereka melewati gang sempit yang sepi dan gelap.
Entah kenapa, sedari tadi Chris selalu merasa was-was. Instingnya merasakan sesuatu yang buruk. Disaat itu, ia mengingat perkataan Oscar sebelum dia keluar dari apartemen. "Berhati-hatilah. Saat ini, bukan hanya Bangtan Gang yang mereka targetkan tapi juga kau. Kita masih belum tahu tujuan mereka sebenarnya."
Tersadar dari lamunannya, Chris tersentak kaget saat mendapati dirinya hanya sendirian di gang sempit itu. "Kakek?" ia berseru memanggil sang kakek, instingnya mulai memberi peringatan bahaya.
Kakek yang ditolongnya menghilang menyisakan dirirnya sendirian di gang sempit itu. ia mengarahkan pandangannya ke sekitar, mencari keberadaan sang kakek. Sudah dibilang kalau Chris itu penakut. Maka disituasi seperti ini otaknya mulai meliar, batinnya gelisah, ia tidak mungkin ditinggal, 'kan?
Tertawa canggung sebelum menggeleng pelan guna menepis pikiran buruknya, bahkan barangnya masih berada ditanganku, sangat tidak mungkin jika aku ditinggal begitu saja, ya kan?
Namun rasa takut itu kembali muncul ketika suara langkah kaki terdengar oleh rungunya. Maka dengan segenap keberanian ia menoleh kebelakang, meski terlambat saat sebuah tongkat bisbol menghantam kepalanya, membuat penglihatannya sedikit berputar sebelum ambruk dengan mata terpejam.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Park's Room, Apartemen Hannam The Hill. 07:00am.
"Kapan dia akan bangun?" Pemuda dengan surai pirang itu bergumam lirih. Manik birunya menatap aneh sosok yang tengah tertidur pulas dengan tubuh yang dipenuhi plester dan perban. Pemuda itu bahkan masih dapat melihat lebam yang tercetak di pipi sosok itu.
Menggeleng prihatin, ia melangkahkan kakinya keluar kamar, memilih abai dan berjalan menuju ruang makan. Sedikit merasa senang karena hari ini, jatah makannya tidak akan berkurang karena si pendek yang selalu mencuri makanannya tengah terkapar tak berdaya.
"Dia sudah bangun?"
Pemuda bersurai pirang mendengus kesal kala mendengar pertanyaan itu. padahal dia baru saja turun, kenapa temannya itu tidak menanyakan tidurnya semalam. Bagaimana jika ia mimpi buruk? Yeah, meskipun tujuannya meninggalkan ruangan itu memang untuk mengecek kondisi si kerdil atas perintah temannya, tapi tetap saja itu membuatnya kesal. Dengan segera ia mendudukkan dirinya di salah satu kursi yang tersedia, masih dengan mulutnya yang tengah bersungut kesal.
Sementara pria yang tadi bertanya menyernyit heran, bertanya-tanya apa kiranya yang membuat bangsawan belanda itu kesal. "Tidak ingin menanyakan sesuatu tentangku, Kim?" bangsawan itu bertanya, membuat pemilik marga Kim menatapnya malas.
"Aku bertanya, Noah."
Lagi, Noah hanya bisa mendengus kasar dan mengalah. Selain kepada raja Belanda, hanya Oscar-lah satu-satunya orang yang bisa membuatnya seperti seekor anjing penurut. Ia kemudian berkata dengan nada datarnya, "Masih tidur. Sebaiknya biarkan dia bangun sendiri nanti."
Noah mengangkat tangannya dari pinggir meja, mengambil segelas wine yang memang dibuat untuk dirinya, kemudian menyesapnya, "Aku masih tidak tahu siapa yang menyerangnya tadi malam. Keadaanya begitu mengenaskan saat aku menemukannya tergeletak di gang sempit di Ittaewon. Aku yakin siapapun yang menghajarnya pasti bertenaga besar, lihat saja tubuhnya yang kini penuh dengan plester."
"Aku tidak yakin," Oscar mendesah kasar, "Yang aku tahu ini berkaitan dengan misi kami. Atau mungkin tidak. Chris adalah pemegang sabuk hitam taekwondo, bahkan jika tidak salah dia cukup mahir dalam kendo."
"Lihat luka pukul dikepalanya? Kurasa orang itu, siapapun dia cukup pintar hingga membuatnya pingsan sebelum dihajar," Noah masih menanggapi dengan santai. Ia memdongakkan kepalanya, menatap Oscar yang kini menggerang kasar sebelum bangkit menuju ruang rahasia. Meninggalkan Noah yang masih tercenung menatap punggungnya dan sepiring sarapan pagi yang sama sekali belum disentuhnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Ruang rahasia, Apartement Hannam The Hill.
Oscar menggerang kesal. Pikirannya kini tengah bercampur aduk. Pekerjaan Chris yang harus dia ambil alih seluruhnya-setidaknya sampai Chris sembuh total-, Pelaku pemukulan Chris, juga laporan dari Yoongi -yang mengatakan kalau Bangtan baru saja mendapat serangan mendadak di perjalanan pulang dari Bighit Academy- benar-benar membuat otaknya penuh.
Ngomong -ngomong soal laporan, Oscar benar-benar mengutuk Chris yang tengah tertidur pulas karena membuatnya mengerjakan pekerjaannya yang sialnya, sangat banyak itu. Netra berbeda warna itu menatap putus asa tumpukan kertas yang menggunung di meja milik sahabat kerdilnya.
Batinnya meraung, dirinya yakin sekali kertas-kertas itu tidak akan selesai hanya dalam semalam. Paling cepat sekitar tiga hari -itupun jika ia tidak berhenti untuk makan dan tidur-, untuknya berkencan dengan kertas-kertas itu sampai selesai.
Oscar mengulurkan tangannya guna mengambil ponselnya yang sempat ia lempar begitu saja ke kabinet di sampingnya, mencari sebuah nomor dan meneleponnya.
"Earl, suruh Irene noona kemari sekarang juga."
"Yes,Master."
Senyuman samar Oscar mengakhiri panggilan itu, merasa puas dengan keputusannya. Untuk apa dia repot-repot lembur bila ia bisa menyuruh noona-nya untuk mengerjakan seluruh kertas yang membuatnya iritasi itu? Biarlah telinganya memerah karena omelan dari sesosok wanita yang telah dianggapnya kakak sendiri. Setidaknya itu lebih baik dari pada harus merelakan mata dan tangannya kelelahan, bukan begitu?
Maka dengan senyum kemenangan yang mesih terpampang di wajah tampannya ia bangkit berdiri, menatap remeh pada tumpukan kertas di meja sahabatnya. Hengdak berbalik sebelum menemukan suatu kertas yang terlihat berbeda di matanya.
Tangannya terulur mengambil kertas itu dan membacanya. Hingga beberapa detik kemudian, matanya terbelalak. Pikirannya kembali dipaksa untuk berpikir kala ia membaca kertas itu. dengan tergesa tangannya membalik kertas itu, membaca sebuah kalimat bercetak tebal dengan underline.
Raymond Werthingham: Meninggal.
T.B.C.
Seharusnya, ini ku publish kemarin. Tapi karena kemarin gak buka hp sama sekali jadi ya gak ku publish.
Sebagai gantinya aku up sepagi ini.
So, hope you enjoy it!
See u next chap!
![](https://img.wattpad.com/cover/216045382-288-k397200.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
EPOCH | VMON Brothership
Hayran KurguKim Taehyung hanyalah seorang nerd yatim piatu yang tidak jelas asal usulnya. Main cast: Kim Taehyung as Oscar Armstrong a.k.a V Park Jimin as Christian Park a.k.a Je Min Yoongi a.k.a Suga Kim Namjoon ✔Brothership