Chapter 42. Benar-benar Putus

12.7K 1.6K 609
                                    

Zoya kembali lagi setelah seminggu berlalu👋 kangen? Kangen orangnya atau kangen dengan segala ketengilannya?

Sebelum lanjut membaca jangan lupa tekan tanda bintangnya di pojok kiri bawah dan pastikan untuk komentar. Karena dengan itu authornya semangat buat update lagi 😋

***

Malam itu adalah pukulan menyakitkan bagi pasangan remaja kala salah satu dari mereka memilih untuk menyudahi kisah asmara mereka. Bukan karena sudah tak cinta, melainkan memilih melindungi hati ketika hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja. Dalam satu kondisi seseorang harus memilih diantara dua pilihan, bertahan dalam rasa sakit atau menyudahi untuk menyembuhkan sakit itu. Dan sosok gadis yang keluar dari mobil memutuskan untuk menyembuhkan rasa sakit yang merongrong di dalam sana.

Dalam keadaan basah kutup, Zoya menaiki beberapa anak tangga teras menuju pintu utama rumahnya, kulit putihnya terlihat pucat, bibirnya membiru gemetar, setetes air kembali terjatuh dari sudut matanya. Tubuhnya menggigil, bahkan tangannya yang meraih gagang pintu terasa kaku karena kedinginan.

Sebelum memasuki pintu, Zoya menoleh ke arah mobilnya, bibirnya mengkerut hendak meraung melihat Orion di dalam sana. Pelukan posesif Orion masih terasa membelit lehernya, permohonan untuk tidak mengakhiri hubungan mereka masih menusuk indera pendengarannya.

"Apa putusnya dicancel aja....?" lirihnya tak kuasa meninggalkan Orion.

Zoya menepis pikirannya. Zoya memang gila tapi lebih gila lagi kalau membatalkan permintaan putusnya. Putus ya putus saja!

Tiba-tiba Zoya terisak. Buru-buru melewati pintu dan menutupnya kasar, lalu bersandar di pintu sambil menangis kejer. Dijatuhkannya tubuh mungilnya ke lantai dengan posisi ngelengsot lalu menunduk meletakkan lengan kanannya menutupi matanya yang basah.

"Zoya, anak Mama!" panik Moza menghampiri sang putri yang menangis di depan pintu. Di belakang Moza ada Raihan dan Arsyad yang tak kalah panik, mereka memang menunggu kepulangan Zoya.

"Anak Mama kenapa nangis? Kok basah? Kamu ujan-ujanan? Duh, Mama tahu kamu suka ujan tapi nggak gini juga, kalau kamu sakit gimana?!" oceh Moza panik, cemas dan kesal dalam satu waktu.

Zoya melepaskan tangannya menghalangi wajahnya, lalu mendongak menatap mamanya yang berjongkok di depannya. Alih-alih terdiam, Zoya semakin menangis terguguh.

"Za, jangan diomelin!" tegur Raihan berjongkok di samping Zoya seraya mengelus rambut basah anak tirinya itu, "Princess Papa kenapa nangis? Terjadi sesuatu?" Meski Zoya sering menangis tetap saja Raihan tidak tega melihatnya.

Zoya mengangguk dalam isak tangisnya. Raihan dan Moza lantas menanyakan apa yang terjadi, bukannya menjawab Zoya semakin menangis sampai suaranya mengisi ruang tamu. Moza dan Raihan kebingungan, biasanya kalau mereka menanyakan penyebab Zoya menangis gadis itu akan mengatakannya.

"Ma, Pa, nanyanya nanti aja, Zoya harus ganti baju dulu takutnya masuk angin." Arsyad menyela menarik Zoya berdiri.

Tanpa bertanya apapun Arsyad mengantar Zoya ke kamar dan membantunya masuk ke kamar mandi. Arsyad mengambil handuk di laci lalu meletakkan di gantungan dekat bathtub agar memudahkan Zoya mengambilnya, setelah itu mengisi bathtub air hangat lalu menuangkan beberapa tetes sabun ke dalamnya. Tak lupa ia menyalakan lilin aroma terapi agar Zoya bisa merilekskan pikirannya.

"Udah gue siapin. Sekarang bersihin diri dulu, kalau butuh sesuatu gue di depan, tinggal panggil aja," cetusnya sebelum berbalik hendak meninggalkan Zoya yang berdiri menunduk, masih terisak kecil.

"Kakanda."

"Ya, Adindaku?" Arsyad berbalik menatap Zoya. Gadis itu kini mendongak menatapnya dengan mata memerah, sorot matanya seakan terluka.

ZORION (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang