Chapter 04. Pelit

15.4K 2.2K 1K
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Emot buat Zoya dong?

Seperti janji aku kemarin kalau komentarnya sampe 1K aku update hari ini. Dan ya, aku update. Tapi sayang banget yang kemarin votenya nggak sampe 1K 😭

Yang fokus boom komentar dan lupa ngasih vote siapa? 🤣

Kali ini aku nggak ngasih target ya, kenapa? Karena aku yakin tanpa kasih target kalian tetap kasih komentar dan vote buat mengapresiasi cerita Zorion 🤭

^

^

^

^

Happy Reading....

Instagram : unianhar

Setelah memperhatikan penampilannya di cermin hadapannya, Zoya akhirnya berdiri melewati seorang perempuan seumuran mamanya yang telah membantunya siap-siap, melangkah keluar dari kamarnya menuruni deretan anak tangga. Hari ini ia tidak membawa apa-apa ke sekolah sebab belum ada kegiatan belajar mengajar, ia hanya berseragam membiarkan rambut sebahunya tergerai, dihiasi oleh jepitan menempel pada kepala sebelah kanannya.

Gadis itu melangkah riang menuju ruang makan untuk memberi asupan gizi cacing-cacing di dalam perutnya. Memasuki ruang makan ia melihat papanya duduk di depan sebagai kepala keluarga, mengikat sampul dasinya, di samping kanannya ada mamanya duduk mengoles roti, samping kiri papanya ada Arsyad yang memainkan ponselnya, tidak jauh dari mereka seorang lelaki berdiri di dekat jendela menggendong serangga menyebalkan di rumah itu.

Wajah riang Zoya berubah tertekuk, mengerucutkan bibir melangkah mendekati mereka dengan mengentakkan kaki kesal.

"Pagi Princess Papa"

"Pagi juga Papa" sahutnya melewati papa tirinya, menarik kursi di samping Arsyad yang asyik membalas pesan-pesan temannya. Tidak ada ciuman untuk mama dan papanya pagi ini sebab ia sedang kesal.

"Anak Mama berangkat hari ini?"

"Iya, bosen di rumah" jawabnya. Gadis itu meraih nasi goreng yang Moza ulurkan.

"Muka lo kenapa?" Arsyad meletakkan ponselnya, menerima roti panggang dari mama tirinya.

"Gara-gara Serangga Mama Papa" sahutnya melirik lelaki yang menggendong serangga orang tuanya.

"Zoy, dia adik kamu bukan Serangga."
Moza menatap putrinya jengah, setiap hari putrinya itu memanggil adiknya serangga dan serangga. Dia manusia, teganya kakaknya itu memanggilnya demikian, untung dia masih kecil, kalau sudah besar mungkin psikisnya terguncang dengan panggilan itu.

ZORION (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang