Chapter 49. Dua Langkah Menuju Akhir

8.4K 1.3K 107
                                    

Sebelum lanjut kuy beri vote dan koment sebanyak-banyaknya!!!

Instagram : @unianhar

******

Sehabis makan malam bersama, keluarga berisi sepasang lansia, ayah dan sepasang anak itu berkumpul di ruang keluarga. Selain ngemil dan nonton kartun Spongebob, mereka juga mendengarkan curhatan hati seorang gadis yang baru saja merasakan ketidak adilan. Kadang dunia memang selucu itu. Orang yang ingin pergi malah bertahan sedangkan mereka yang ingin bertahan harus pergi dengan terpaksa.

Segigit demi segigit ia menggigit cikinya menimbulkan suara renyahan. Makan diselingi celotehan terasa nikmat, ditambah orang-orang di sekitarnya meluangkan waktu mendengarkan uneg-unegnya.

"Zoya nggak abis pikir sama keputusan Kepala Sekolah," desahnya menceritakan kejadian hari ini. Lalu merogoh kembali kemasan ciki di tangannya, tak mendapat apa yang dicarinya, diintipnya kemasan itu ingin tahu, loh? Cikinya pada kemana.

"Kepala Sekolah sudah memutuskan yang terbaik." Arseno mengetuk-etukkan jari telunjuknya di sandaran lengannya, menatap Zoya lekat. Entah apa yang ada di dalam kepalanya cucunya itu?

"Kepala Sekolah keliru, Opa. Kan Zoya udah jujur kalau Zoya pernah ngebully Felli tapi kok malah dikasih hukuman skorsing? Harusnya Zoya dikeluarin juga, kan? Iya, kan Opa? Harusnya iya dong!" Zoya mengulurkan tangan pada Ozil di sampingnya. Ozil mengelap jari-jari kecil itu dengan tisu basah sambil memfokuskan telinganya mendengarkan pembicaraan mereka.

"Hei," serobot seseorang yang sejak tadi melipat kedua tangan di dada, kaki disilangkan sambil menatap Zoya tidak percaya. Ada ya siswi ngebet minta dikeluarkan dari sekolah seperti Zoya.

"Z.O.Y.A. Zoya gadis shalehah, itu nama Zoya, jangan lupa!" sambar Zoya tak santai, melotot kecil menatap wanita tua di samping opa Arseno, wanita itu bergeming, menaikkan sebelah bahunya seolah tidak peduli, "tua sih makanya lupa nama cucu sendiri," lanjutnya ngedumel.

"Dek, nggak sopan. Jangan gitu, dia Oma-nya kita, loh," peringat Ozil dengan suara lembut nan sengaja ditekan untuk Zoya ingat.

"Becanda, Bang." Zoya merangkul lengan Ozil lalu merebahkan kepalanya di bahu abangnya itu. "Oma Lidya yang baik hati mau ngomong apa? Tadi lidah Zoya keseleo jadi nyela," kelitnya pura-pura merasa bersalah.

Oma Lidya berdeham, dagunya terangkat angkuh dengan sorot mata mengedar pada suami, putra dan cucu lelakinya sebelum berhenti pada Zoya si makhluk jadi-jadian itu. Lidya tahu kalau gadis itu sengaja dan pura-pura saja. Jangan kamu kira aku tidak tahu akal bulusmu, batin oma Lidya.

"Kenapa kamu mau dikeluarkan dari sekolah?" Ini pertanyaan pertama Lidya. Semenjak Zoya cerita sampai sekarang, dirinya menangkap bahwa gadis itu ingin dikeluarkan juga. Padahal harusnya dia bersyukur masih diberi kesempatan untuk tetap di sana.

"Bukan mau, tapi ini kan emang konsekuensi dari perbuatan Zoya." Ya, kira-kira seperti itu.

"Emang kamu ngapain? Ikut ngebully?"

"Iya, Zoya ikutan bully Felli. Jahat, kan?" Zoya juga tidak menyangka kenapa dirinya melakukan demikian. Ini karena Orion. Dasar manusia tampan itu, tiba-tiba Zoya jadi kangen, kira-kira apa yang dilakukan cowok itu? Besok adalah hari yang mereka tunggu-tunggu setelah break seminggu, akhirnya mereka balikan. Zoya mesem-mesem, tak sabar menunggu hari esok.

"Ck, selain mulutmu ternyata perilakumu juga jahat." Lidya mencibir terang-terangan. Ekspresi Zoya sontak berubah gedek. 

Arseno berdeham. "Lidya mundur, kamu kelewatan!"

"Ibu, tolong bicara yang baik-baik pada cucumu, kalau dia baik Ibu kan juga untung," lontar Aldrik tidak terima putrinya dikatai jahat. Ibunya suka bicara seenaknya, giliran Zoya membalas darahnya mendidih duluan.

ZORION (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang