Di akhir pekan ketika hari menjelang sore, Edward bersiap untuk menghadiri sebuah pesta ulang tahun bersama Olivia yang mengajaknya. Awalnya, Edward menolak, tetapi Olivia memperdaya suaminya itu dengan alasan ia tengah mengandung saat ini. Dan entah mengapa Edward merasa tak bisa sekeras itu untuk menolaknya.
Apakah ini dipengaruhi nuraninya sebagai calon ayah? Tidakkah ia merasa seperti itu sebelumnya?
Sewaktu di kamar mandi, Edward merenung di bawah pancuran air. Kabar kehamilan Olivia membuatnya pusing memikirkannya, bahkan melebihi urusan kantor yang biasa dihadapinya. Bagaimana tidak? Dia tak mengharapkan seorang anak darinya. Terlebih ia tak menyadari apa yang dilakukannya. Edward berpikir ini adalah keteledorannya yang seharusnya bisa ia hindari.
Meski pusing memikirkan kehamilan Olivia, tetapi Edward tak melupakan tentang Tim begitu saja. Setelah mengetahui keberadaannya, Edward tak henti memikirkan cara apa yang patut dilakukannya untuk membawa dirinya kembali ke hadapan lelaki itu. Dia bersiasat kalau Tim bisa saja tak menyukai kehadirannya setelah kejadian itu.
Atau mungkin Tim tak mengenalinya? Tidak mungkin—batin Edward membantah siasatnya itu. Dia masih mengingat jelas perkataan Tim yang pernah diucapnya dulu. Edward tak bisa mengurungkan keputusannya. Diakuinya bahwa ia masih mencintai Tim, bahkan perasaan itu tak pernah benar-benar padam di hatinya, meskipun itu terdengar mengkhianati Olivia yang kini telah menjadi istrinya.
Perasaan bersalah menjalar dalam dadanya ketika mengingat sang mantan kekasih memelas agar tak ditinggalkannya ketika ia mengaku telah mengandung bayi mereka. Edward berpikir, seharusnya ia tak pernah menjerumuskan dirinya pada penyesalan sedalam ini. Seharusnya ia tak memilih meninggalkannya.
Kini, Edward mengharapkan setidaknya masih ada satu kesempatan agar ia dan Tim dapat sedekat dahulu. Sungguh, ia berharap dirinya dapat menebus dosanya pada Tim di masa ini dan menemui seorang anak yang seharusnya ia akui sebagai darah dagingnya.
Olivia memerhatikan dirinya di balik cermin. Dia baru saja selesai merias dirinya. Tubuh semampainya terlihat menawan dengan balutan gaun berbahan satin warna biru gelap sebatas dada yang memperlihatkan bahunya yang ramping, serta rambut pirangnya tergerai cantik menutupi punggung putihnya yang mulus itu. Olivia tak mengenakan aksesoris yang mencolok. Riasan di wajahnya tak terlihat menor. Bibirnya diberi warna kirmizi yang terlihat elegan ketika ia tersenyum.
Penampilannya terlihat sempurna dari ujung kepala sampai kaki. Sepatu hak tinggi berwarna perak yang dikenakannya memberi kesan mewah dan anggun ketika melihat kakinya yang jenjang dan ramping itu. Tak berselang lama, Olivia bergerak mendekati sebuah lemari di mana pakaian Edward tersimpan rapi di dalam sana.
Olivia membuka pintu lemari itu dan memerhatikan deretan jas dan kemeja yang digantung rapi di hadapannya. Perempuan itu memikirkan sesuatu untuk dilakukannya. Olivia melihat sikap Edward tak banyak berubah meski dirinya mengaku tengah mengandung bayi mereka. Sikap dingin Edward membuatnya menerka-nerka apa yang sebenarnya suaminya itu inginkan.
Hingga Olivia pun menyadari sesuatu. Dia berpikir ketidakpedulian Edward padanya lantaran ia tak pernah melakukan hal yang dianggapnya menjadi kewajibannya. Dia tak pernah melakukan sesuatu yang dirasa dapat meluluhkan hati suaminya itu. Seperti melayani keperluannya. Olivia sadar ia tak pernah melakukannya. Dia mengira mungkin hal itu membuat Edward menganggap dirinya bukanlah istri yang peduli, hingga Edward melakukan yang sama padanya.
Olivia pun sengaja menunggu sampai Edward keluar dari kamar mandi kemudian barulah ia menyiapkan pakaiannya dan keperluannya yang lain untuk menghadiri pesta itu. Olivia berharap Edward akan tersanjung dengan apa yang dilakukannya itu.
Ketika Edward keluar dari kamar mandi, ia terheran-heran mendapati Olivia tengah menyibukkan diri dengan pakaiannya yang diambilnya dari lemari. Edward mendekati perempuan itu dengan air muka pelik. "Kau sedang apa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
When I Was Your Man
Romance[Versi final tersedia dalam bentuk e-book. DM me on 💌 notyourprofessionalwriter@gmail.com] Lima tahun berlalu, tetapi Timothy Willer (Tim) masih berusaha untuk tak menghancurkan hatinya dengan mengungkit kenangannya bersama Edward Pierce. Kala itu...