Dua belas

694 90 2
                                        

     Sedari di dalam lift, Olivia melingkarkan lengannya di lengan Edward. Dia sangat senang karena bisa menghadiri pesta itu bersamanya. Biasanya Edward selalu menolak saat diajak berpergian dengannya. Lelaki itu berdalih ingin beristirahat di rumah karena lelah bekerja. Pintu terbuka begitu lift itu tiba di lantai yang dituju. Pesta itu diadakan di lantai teratas sebuah hotel bintang lima.

Edward mendapati pesta itu dihadiri para tamu kelas atas. Semua itu terlihat dari gaya berpakaian mereka, riasan yang mereka kenakan, dan cara mereka berbasa-basi satu sama lain. Penuh kemunafikan. Edward melirik Olivia yang tiba-tiba melambaikan tangannya pada tiga perempuan seusianya berbusana elegan menghampiri mereka. Olivia melepas eratan lengannya dan berbaur dengan teman-temannya itu. Mereka saling menyapa sembari menempelkan pipi mereka.

"Lihatlah, siapa pangeran yang datang bersamamu ini?" seorang perempuan kulit hitam dengan balutan busana berwarna keemasan menggoda sosok Edward yang berdiri di hadapannya.

Tersenyum—Edward berlagak seolah ia suka berada di pesta itu. Sungguh dirinya tak ingin bercakap-cakap dengan siapa pun saat ini.

"Perkenalkan, ini suamiku." Dengan bangga, Olivia mengenalkan Edward di hadapan teman-temannya. Dia berkenalan dan mencoba berbaur dengan mereka.

"Ya ampun, sudah kuduga. Kau beruntung sekali menikahi lelaki tampan sepertinya," puji temannya yang lain.

Olivia merasa berbunga-bunga mendapati sanjungan itu. Dia merasa besar kepala saat ini. Senyum manis tak pudar di bibir kirmizinya itu. Edward merasa risih sewaktu Olivia kembali mengeratkan lengannya di lengannya, tetapi tak ada yang bisa dilakukannya untuk mengelak. Harga dirinya dipertaruhkan jika melakukan itu.

"Ya ampun, aku hampir lupa. Aku Twila." Perempuan berkulit hitam tadi mengenalkan namanya pada Edward.

"Edward Pierce." Dengan gelagat ramah, lelaki itu menjabat tangan perempuan itu.

"Nama yang tampan seperti orangnya." Perempuan itu menggoda membuat Edward menyimpul senyum menahan sipu.

Kemudian Edward juga berkenalan dengan dua teman sang istri yang ada di hadapannya saat ini.

"Omong-omong, tumben sekali kau datang bersama suamimu." Twila bertanya heran. Dia tahu itu bukan hal biasanya dilihatnya ketika Olivia menghadiri sebuah pesta.

"Aku—"

"Istriku sedang hamil saat ini." Edward tiba-tiba saja bersuara sebelum Olivia benar-benar menjawab. Kedua matanya melirik perempuan itu dengan seringai penuh arti. "Bukan begitu, istriku?"

Twila dan kedua temannya saling memandang dengan tangan mengatup mulut. Wajah-wajah antusias itu tak sabar mengucapkan selamat pada pasangan itu.

Dan apa itu barusan? Olivia tak mengira kalau Edward akan mengatakan itu di hadapan teman-temannya. Dia tak bisa menebak apa yang tengah dipikirkan pria itu saat ini.

"Aku ikut senang! Selamat untuk kalian berdua." Twila lebih dulu menyampaikan sukacitanya itu.

Olivia dan Edward membalas dengan senang hati. Edward yakin kalau Olivia sangat mengharapkan dirinya mengumbar kehamilannya itu. Terlihat dari senyumnya yang merekah itu.

"Olivia, kau datang juga."

Olivia, Edward dan para perempuan itu lantas mengalihkan perhatian mereka pada seorang lelaki dengan balutan blazer dan kemeja putih yang tak sepenuhnya dikancing menyapa mereka sewaktu bercakap-cakap. Terkecuali Edward, Olivia dan yang lainnya mengenali siapa pria itu. Damien Rich; itu namanya. Sumbangsihnya pada berbagai penyelenggaraan pameran busana membuat lelaki kaya raya itu cukup dikenal oleh kalangan model di kota ini. Dia juga seorang pemilik hotel yang mereka datangi saat ini.

When I Was Your ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang