Edward berdiri dengan gagah di padang golf. Kedua tangannya memegang tongkat golf dengan kukuh dan mengambil ancang-ancang sebelum mengayunkannya. Golf adalah olahraga elegan, berkelas, dan banyak dilakukan oleh mereka yang berasal kalangan atas. Karenanya, Edward mengimbangi kemampuannya dengan penampilan yang juga terlihat rapi dan menawan. Dari ujung kepala sampai kaki ia mengenakan outfit dari jenama ternama.
Kaus polo hitam yang dimasukkan dengan rapi ke dalam celana panjang katun berwarna putih susu serta ikat pinggang dan sepatu golf berwarna senada dengan warna celana yang Edward kenakan cukup membuat beberapa perencanaan, bahkan lelaki yang melewatinya menggodanya dengan tatapan mereka. Tak sekadar penampilan, tetapi mereka terkesima dengan parasnya.
Namun, Edward tak hirau. Andai saja ia mendatangi tempat itu bersama Mark; saudaranya. Mungkin lelaki itu akan lebih tertarik dengan semua tatapan itu. Edward masih ingat saudaranya sangat suka menjadi pusat perhatian orang-orang, terlebih tatapan para perempuan saat mereka SMA sampai kuliah dulu. Mark dikenal sering bergonta-ganti perempuan pada masa itu. Namun, entah di mana dirinya berada sekarang. Seolah ia melenyapkan diri dari perhatian semua orang.
Arthur bertepuk tangan putus-putus ketika melihat bola golf yang Edward pukul masuk ke dalam lubang yang cukup jauh darinya. Edward menilai permainan ini terlalu mudah. Dia sudah terbiasa melakukannya, bahkan seorang perempuan yang bertugas sebagai pramugolf yang mendampinginya hanya sekadar membawakan perlengkapannya. Edward melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya. Terlihat sudah hampir pukul 4 sore.
Edward memanggil pramugolf itu untuk mengambil tongkat golf di tangannya. Dia berpikir sudah saatnya ia melakukan hal lain setelah ini. Beberapa hari yang lalu ia mengatakan kalau akhir pekan ini adalah waktu di mana Richard harus menyerahkan Tim kembali padanya. Namun, lelaki itu tak mengabarinya apa pun, bahkan mengabaikan pesan yang ia kirimkan sebagai peringatan untuknya. Hal itu membuat Edward murka. Dia berpikir Richard benar-benar meremehkannya.
"Kau sudah menyiapkannya?" tanya Edward ketika menghampiri Arthur dengan pakaian formal serba hitam itu. Penampilan yang tak berbeda meskipun ini hari libur.
"Apa kau yakin tetap melakukan ini?" Arthur menanyakan kembali yang Edward rencanakan itu.
"Apa maksudmu? Apa aku terlihat bermain-main?" Edward membalas dengan keseriusan yang terpatri di wajahnya. Dia benar-benar terobsesi dengan tekadnya. "Siapkan mobil. Kita berangkat sekarang," titahnya kemudian sembari memasang kacamata aviator hitam di wajahnya, lalu meninggalkan Arthur yang masih sigap berdiri di tempatnya.
Sudah hampir satu minggu Tim tinggal bersama Richard. Selama itu juga, Tim tak pernah mendengar Richard mengungkitnya kapan ia harus pergi dari apartemennya. Merasa tahu diri, Tim mengambil alih pekerjaan rumah tangga yang biasa lelaki itu lakukan sendiri. Dan saat ini, Tim sedang memandikan Austin yang tadi membantunya berberes-beres. Di saat yang sama, Richard sedang pergi berbelanja membeli beberapa kebutuhan pokok.
Tim menggosok-gosok punggung putranya dengan busa mandi yang diberi sabun. Tim menghentikan sejenak yang ia lakukan ketika Austin menepuk-nepuk tangannya. Dia segera melihat wajah si kecil itu kemudian menggerakkan tangannya dengan mimik bertanya.
"Apa seorang laki-laki bisa mendapatkan bayi di perutnya?" Austin bertanya.
Terutas senyum menahan gemas di wajah Tim karena lagi-lagi putranya itu merepotkannya dengan pertanyaan seperti itu. Pangeran kecilnya itu memang memiliki dorongan yang kuat ingin mengetahui apa pun yang ia pikirkan. Tim mengira, Austin akan tumbuh menjadi anak yang pintar dan mengetahui banyak hal.
"Biasanya hanya perempuan yang bisa mendapatkan bayi di perutnya." Tim menyampaikan istilah dengan isyarat yang mudah dipahami anak seusia putranya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Was Your Man
Romance[Versi final tersedia dalam bentuk e-book. DM me on 💌 notyourprofessionalwriter@gmail.com] Lima tahun berlalu, tetapi Timothy Willer (Tim) masih berusaha untuk tak menghancurkan hatinya dengan mengungkit kenangannya bersama Edward Pierce. Kala itu...