Tujuh

734 122 14
                                    

     Austin selalu memilih kursi di sebelah jendela saat menaiki bus. Dan selagi di perjalanan, Tim memerhatikan Austin yang tengah bercerita dengannya. Si kecil itu mengatakan bahwa dirinya belajar berhitung bersama Brianna hari ini. Brianna juga mengajarinya mengenal huruf dan cara membacanya dengan teknik khusus.

Tim memandangi berseri-seri pangeran kecilnya itu yang kemudian mencoret-coret secarik kertas yang ia berikan dengan sebuah pena. Austin melihatkan bentuk huruf yang coba ia tulis dari apa yang diingatnya saat belajar membaca tadi.

Tim tersenyum dan memberinya pujian dengan raut bangga. Meski tulisan Austin belum begitu rapi, tetapi Tim masih dapat melihat huruf apa yang ditulisnya itu, bahkan masih lebih baik daripada dirinya dulu saat seusia putranya. Tim ingat, ia bahkan baru bisa membaca saat usianya 7 tahun.

"Aku ingin bertanya." Austin mengisyaratkan.

Tim mengunci seluruh perhatiannya pada si kecil itu. Tim membalas isyaratnya dengan raut penasaran.

"Apakah Brianna sebentar lagi akan menjadi seorang Dadda?" gestur tubuh Austin terlihat lugu saat menanyakan itu.

Tim tersenyum. Dia mencoba mencari jawaban yang mudah untuk ia jelaskan pada pangeran kecilnya itu. "Brianna akan menjadi seorang ibu."

Austin bergeming tak paham dengan isyarat 'ibu' yang Tim perlihatkan padanya. Dan itu adalah kali pertamanya ia mendapati isyarat semacam itu.

"Aku tidak mengerti yang Dadda sampaikan."

Tim sedikit tersenyum kemudian ia mengulang kembali isyarat itu dengan gerak bibir yang mengeja kata tersebut lebih pelan agar Austin dapat memahaminya jelas.

"Ibu?" Austin mencoba mengulang isyarat itu dan menirukan gerak bibir Tim barusan.

Tim mengangguk, lalu tangannya kembali bergerak. "Ibu adalah sebutan untuk seorang perempuan dari anaknya."

"Lalu bagaimana dengan Travis? Apa sebutan itu juga untuknya?"

"Travis akan menjadi seorang ayah."

Sama halnya dengan sebutan sebelumnya, Austin merasa pelik dan tak memahami sebutan 'ayah' yang Tim sampaikan.

"Ayah?" Austin mengulang isyarat tersebut. "Apa itu sama dengan ibu?" tanyanya dengan wajah polos.

"Ayah adalah sebutan untuk seorang pria dari anaknya."

"Kalau begitu, kenapa aku menyebut Dadda sebagai Dadda, bukan ayah?" Austin terheran-heran memerhatikan wajah Tim.

Sepintas, Tim terkesiap. Dia merasa ini percakapan yang cukup menantang untuk ia jelaskan sekarang pada Austin yang masih terlalu muda.

Tim menyimpul senyum. Dia berusaha menerangkan dengan isyarat yang tak berbelit. "Ada alasan kenapa kau menyebut Dadda dengan sebutan itu. Suatu hari, kau akan memahaminya saat kau sudah lebih dewasa."

"Apakah Dadda adalah ibuku atau ayahku?"

"Dadda adalah orang yang akan menjadi ibu dan ayah untukmu." Tim menjawab dengan senyum semringah.

Austin tak usai menatap Tim dengan raut pelik. "Apa bisa begitu?"

Tim mengangguk dan memberinya sedikit pengertian. "Di luar sana, ada anak-anak yang hanya memiliki ayah, atau ibu, atau bahkan tak memiliki keduanya."

Sesaat, Austin terdiam. Kelir hazel di matanya terlihat menyiratkan keresahan. Dengan takut-takut, tangannya menyampaikan tanya. "Apa itu berarti buruk kalau mereka tak memiliki keduanya?"

When I Was Your ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang