Ketika tiba di tujuan, Edward memastikan pada Arthur kalau Tim berada di supermarket yang didatanginya saat ini.
"Kau yakin ini tempatnya?"
"Kau bisa memastikannya sendiri."
Arthur terdengar meyakinkan, membuat Edward percaya orang suruhannya tak mungkin keliru menyampaikan informasi padanya.
"Tunggu aku di sini." Edward berpesan sebelum menarik tuas pintu di sebelahnya.
Arthur menyeringai seperti biasa ia menanggapi. Tak membuang waktu lagi, Edward segera turun dari mobil. Tak lupa ia mengenakan kacamata aviator berlensa cokelat gelap untuk sedikit menyamarkan wajahnya. Edward sedikit tergesa saat melangkah dari parkiran menuju pintu masuk supermarket tersebut.
Edward mendapati suasana di dalam supermarket itu terlihat cukup ramai. Beberapa kasir memiliki antrian yang mengular. Edward tak ingin gerak-geriknya terlihat mencurigakan. Dia sengaja mengambil troli belanja dan mendorongnya menyusuri supermarket tersebut. Pandangnya melirik ke sana kemari mencari wajah Tim yang ia yakin dapat dikenalinya dengan mudah.
Supermarket itu cukup besar hingga membuat Edward tak begitu saja menemui Tim, bahkan anak itu. Namun, tak berapa lama kemudian ia tak sengaja menjumpai seorang anak laki-laki yang terlihat kesulitan meraih sesuatu dari rak di hadapannya. Edward melepas kacamatanya dan memerhatikan anak itu dari jarak yang tak begitu jauh. Dan tak lama kemudian ia melepas troli yang dibawanya dan mendekati anak itu.
Edward melihat anak laki-laki itu mencoba meraih kemasan pancake yang ada di atas kepalanya. Dia pun segera membantu mengambilkan kemasan itu. Di saat yang sama, anak itu menoleh padanya. Edward nyaris mendelik saat melihat wajahnya. Jantungnya berdegup kencang. Wajah anak itu terlihat persis seperti yang dilihatnya di dalam foto. Tak hanya itu, Edward menyadari garis kemiripan wajah anak itu dengan wajahnya.
Kaget, bahagia, dan beragam emosi yang tak bisa dijelaskan Edward rasakan bergejolak dalam dadanya. Perlahan ia berjongkok di hadapan anak itu. Senyumnya merekah selagi memandangi wajahnya. Sepasang mata berkelir hazel milik Edward berbinar sewaktu memerhatikan mata anak itu. Terlihat mirip seperti miliknya. Edward yakin anak itu adalah bayi yang Tim akui ia kandung kala itu. Edward meyakini bahwa anak laki-laki yang ada di hadapannya saat ini adalah putranya.
"Kau mau ini?" Edward bertanya begitu berperasaan. Karakter suaranya yang biasa terdengar dingin, kali ini terdengar begitu hangat.
Tak ada jawaban, Edward menyadari anak itu hanya bergeming menatapnya sedari tadi. Wajah lugunya itu tak melihatkan air muka yang ketakutan saat melihatnya. Nalurinya kemudian membimbingnya meraih tangan anak itu dengan penuh perasaan. Kebahagiaan yang dirasakannya semakin membuncah. Edward berpikir ini adalah kali pertamanya ia menyentuh putranya.
Edward terkejut ketika seseorang menepis dengan kasar kemasan pancake yang ia berikan pada anak itu. Semuanya terjadi begitu cepat, tetapi Edward menyadari sosok itu adalah Tim yang langsung saja membawa pergi anak itu dari hadapannya. Segera saja ia bangkit memerhatikannya yang berlalu dengan panik meninggalkannya.
Edward merasa lega, tetapi juga tak puas hati karena Tim nyatanya tak seperti yang ia harapkan saat melihatnya. Dia kabur begitu saja tanpa memberinya sedikit waktu untuk menyapanya, tetapi wajahnya barusan cukup membuat benih-benih asmara di relungnya merekah. Tak berapa lama kemudian Edward turut beranjak dari tempatnya saat ini. Dia melangkah lebih santai dari sebelumnya, tanpa bermaksud mengejar Tim dan anak itu lantaran ia tak ingin membuat mereka ketakutan. Edward berpikir ia akan menjumpai Tim lagi di lain waktu dengan persiapan yang matang.
Namun, ketika baru saja keluar dari supermarket itu, Edward melihat sesuatu yang meruntuhkan ekspetasinya. Kebahagiaan yang menggebu-gebu barusan berubah menjadi kobaran api cemburu tatkala melihat Tim menggandeng seorang lelaki yang mana Edward tak asing mengenali siapa lelaki itu. Di saat yang sama, Edward membatin; Apakah ini pantas dikatakan jika aku marah dan tak rela saat ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Was Your Man
Romantik[Versi final tersedia dalam bentuk e-book. DM me on 💌 notyourprofessionalwriter@gmail.com] Lima tahun berlalu, tetapi Timothy Willer (Tim) masih berusaha untuk tak menghancurkan hatinya dengan mengungkit kenangannya bersama Edward Pierce. Kala itu...