Bangun lebih awal sebelum matahari benar-benar terbit di ufuk timur adalah rutinitas yang biasa Tim lakukan. Sehabis menyelesaikan urusannya di kamar mandi, lelaki bermata hijau dengan rambut pirang emas itu akan membereskan seisi apartemennya yang terbilang cukup sederhana. Hanya terdapat satu kamar tidur berukuran kecil, satu kamar mandi, dan satu ruangan utama yang menyatu dengan bagian dapur.
Tim membuka lemari pendingin yang tampak cukup usang. Namun, setidaknya benda itu masih berfungsi baik. Beberapa tahun lalu, dengan upah kerja kerasnya, Tim membeli lemari pendingin itu dari toko barang bekas lantaran harganya jauh lebih murah ketimbang membeli yang baru. Hampir seluruh perabotan utama dalam apartemennya adalah barang-barang yang sudah pernah digunakan pemilik sebelumnya.
Seperti sebuah sofa berwarna abu-abu yang biasa digunakannya saat bersantai di depan televisi berlayar cembung. Tim mendapatkan sofa itu dari seorang sahabatnya yang memberinya secara cuma-cuma. Di kota sebesar Los Angeles, di mana orang-orang cenderung individualis, Tim merasa beruntung dirinya masih memiliki seseorang yang peduli padanya.
Tim menghela napas sejenak saat melihat isi lemari pendinginnya. Tak ada banyak bahan makanan yang tersisa. Pasokan belanja bulanannya sudah hampir habis. Tim mengira, bahan makanan itu hanya bisa bertahan untuk menu dua hari selanjutnya. Beruntung, setidaknya dua hari ke depan jam kerjanya tak akan sepadat akhir pekan ini.
Di akhir pekan, Tim selalu mengambil jam kerja tambahan agar ia mendapatkan upah yang lebih besar. Dirinya bekerja menjadi seorang pramusaji di sebuah restoran Prancis. Tim bertekad untuk menabung sepanjang tahun ini karena tahun depan putranya; Austin yang saat ini berusia 4 tahun akan bersekolah. Tim tahu ia akan membutuhkan banyak biaya karena itu bukan sekolah biasa.
Dari dalam lemari pendingin, Tim mengeluarkan dua butir telur, beberapa sayuran yang masih tersisa, sekotak susu dan beberapa bahan tambahan lainnya. Dari kabinet di atas kepalanya, Tim mengeluarkan kotak sereal. Pagi ini Tim membuat sarapan yang sederhana. Lagi pula, itu hal yang biasa. Tim terbiasa berhemat karena hampir dari seluruh gajinya selalu habis membayar tagihan.
Kompor dinyalakan, sayur-sayuran dipotong, minyak dituang ke wajan yang panas, Tim membuat omelet sebagai sarapan paginya, sedangkan untuk putranya, ia menuangkan segelas susu dan sereal di mangkuk. Begitulah rutinitas pagi harinya. Tim membesarkan Austin seorang diri. Dirinya seorang duda, meski tak dalam artian ia pernah menikah dengan siapa pun.
Singkat cerita, beberapa tahun lalu ia melahirkan Austin tanpa didampingi siapa pun. Seorang lelaki yang sempat disebutnya sebagai kekasihnya memutuskan untuk meninggalkannya sesaat mengetahui dirinya hamil. Jauh sebelum itu, Tim sendiri bahkan tak percaya dirinya dapat mengandung layaknya seorang perempuan.
Beberapa minggu sebelum Tim membawa kabar itu, Tim datang memeriksakan dirinya ke rumah sakit karena ia mengalami sesuatu yang membuatnya cemas dengan kesehatannya. Air seninya bercampur darah. Tim mengira ia terkena penyakit menular seksual lantaran pekerjaan yang dilakukannya saat itu meskipun ia meyakini dirinya selalu berhubungan dengan aman.
Namun, hasil medis yang disampaikan dokter yang memeriksanya membawa kejutan yang nyaris tak bisa diterima nalarnya. Dokter itu mengatakan bahwa di dalam tubuhnya ada organ reproduksi perempuan yang bekerja normal.
Bagaimana bisa? Tim berpikir keras saat itu. Sejak kecil ia merasa dirinya adalah laki-laki. Dia terlahir dengan organ reproduksi laki-laki seperti awamnya. Tim semakin terkesiap tatkala sang dokter juga mengatakan bahwa darah itu adalah pertanda dirinya sedang mengalami menstruasi.
Singkatnya, Tim mengetahui bahwa dirinya mengalami
Persistent Müllerian Duct Syndrome. Tim tak akrab dengan istilah itu. Sukar untuk ia percaya. Tim sempat mengira dirinya adalah perempuan yang terjebak dalam tubuh seorang laki-laki, meski ia tak pernah merasa demikian.
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Was Your Man
Romance[Versi final tersedia dalam bentuk e-book. DM me on 💌 notyourprofessionalwriter@gmail.com] Lima tahun berlalu, tetapi Timothy Willer (Tim) masih berusaha untuk tak menghancurkan hatinya dengan mengungkit kenangannya bersama Edward Pierce. Kala itu...