Edward meneguk sampanye di gelasnya seiring pandangnya mengarah pada Olivia yang tengah berpose di depan kamera bersama teman-temannya. Perempuan itu terlihat bersenang-senang. Di satu sisi, Edward menahan jengkel karena ia adalah satu-satunya orang yang tak ingin berada di pesta itu. Dia merasa membuang-buang waktunya berlama-lama di sana.
"Membosankan, bukan?"
Edward mengalihkan perhatiannya pada Damien yang barusan berbicara di sebelahnya.
"Sejujurnya, aku tak begitu suka menghadiri pesta," aku Edward tanpa sungkan. Dia kembali melirik Olivia bersama teman-temannya itu.
Damien tersenyum miring. Dia melihat sisi lain Edward yang terlihat tak suka berbasa-basi dibanding sebelumnya.
"Tapi setidaknya tempat ini cukup menarik," sanjung Edward tanpa impresi berlebih.
"Hotel ini awalnya milik ayahku." Damien memberitahu, menarik perhatian lelaki di sebelahnya.
Satu alis Edward sedikit mengangkat. "Oh, aku tak tahu itu."
"Dia mewariskan semuanya untukku sebelum meninggal beberapa tahun lalu."
Mendengar itu, Edward sedikit mengubah gelagatnya saat berbicara, berharap ucapannya terdengar iba. "Aku turut berduka."
"Aku bahkan tak menangisi kepergiannya." Damien membalas dengan tawar hati.
Edward mengira ada sesuatu yang terjadi antara lelaki itu dan ayahnya sehingga ia mengatakan seperti itu, tetapi Edward sadar itu bukan urusannya. Dia bahkan sama sekali tak tertarik menanyakannya. Diabaikannya lelaki itu dan melihat kembali Olivia bersama Freya dan yang lain.
"Lalu bagaimana denganmu?" Damien sedikit tertarik untuk mengulik sosok Edward.
Edward memandangnya lagi dan menjawab seadanya. "Tak jauh berbeda. Aku memegang perusahaan ayahku."
"Begitu rupanya."
"Kupikir Olivia menceritakanku padamu."
"Tidak banyak." Damien meneguk gelas sampanyenya.
"Apa kalian cukup akrab?" Tanpa Edward sadari, ia ingin tahu seperti apa kedekatan Olivia dengan Damien. Mengingat gerak-geriknya tadi yang terlihat pelik.
"Sebelumnya kami sering bertemu. Terkadang kami makan malam bersama."
Dahi Edward mengernyit, reflek menaruh curiga. "Kau makan malam bersamanya?"
"Jangan salah paham. Kami pergi bersama yang lain juga," jelas Damien menyadari gelagat Edward seperti menuding. Suaranya terdengar lebih dingin.
Untuk beberapa saat, Edward bergeming seraya membekukan pandangnya memerhatikan lelaki itu. Tak ada yang aneh dari gelagatnya saat ini , tetapi entah mengapa Edward merasa kecurigaannya masih mencuat di dalam sana.
"Maaf membuat kalian menunggu kami," ujar Freya memecah hening antara Edward dan Damien.
Kedua lelaki itu mendapati istri dan tunangan mereka kembali menemui mereka. Olivia langsung saja mendekati Edward dan bersikap sedikit manja padanya. Terusik—itu yang Edward rasakan ketika perempuan itu berada di dekatnya. Dia ingin sekali rasanya cepat-cepat meninggalkan pesta itu dan mencari ruang agar Olivia tak terus-terusan mengganggunya.
"Kita akan potong kuenya sekarang." Freya memberitahu.
"Semuanya sudah di sini?" Damien memastikan.
"Sepertinya sudah," Freya melihat-lihat para tamu di sekelilingnya. "Tapi yang penting sahabatku sudah di sini bersama suaminya," tambahnya berseri-seri memandangi Olivia bersama Edward.
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Was Your Man
Romantizm[Versi final tersedia dalam bentuk e-book. DM me on 💌 notyourprofessionalwriter@gmail.com] Lima tahun berlalu, tetapi Timothy Willer (Tim) masih berusaha untuk tak menghancurkan hatinya dengan mengungkit kenangannya bersama Edward Pierce. Kala itu...