Dua

900 139 8
                                    

     Sebelum tiba di tempatnya bekerja, Tim selalu mampir ke apartemen sahabatnya; Brianna untuk menitipkan Austin padanya. Brianna adalah perempuan keturunan Meksiko yang sudah lama kenal dengannya. Tim bertemu dengan Brianna di sebuah komunitas tuli, saat dirinya mengikuti sebuah kelas di mana ia belajar bahasa isyarat agar dapat berkomunikasi dengan putranya.

Kala itu, Brianna menjadi seorang sukarelawan yang sering mendatangi komunitas tersebut untuk membantu menerjemahkan bahasa isyarat yang digunakan dalam komunitas orang-orang tuli. Tim yang saat itu selalu membawa Austin yang masih berusia 1 tahun, tak ayal membuat Brianna menaruh perhatian lebih pada keduanya.

Sampai hari ini, perempuan itu adalah teman baiknya yang tak pernah menolak saat dirinya meminta bantuan untuk menjaga Austin. Belum lama ini, Brianna baru saja menikah dengan seorang lelaki yang juga memiliki keturunan yang sama dengannya.

Di depan pintu, Tim sedikit bercakap-cakap dengan sahabatnya itu. Dengan sungkan ia berkata, "Maaf, aku selalu merepotkanmu."

"Apa yang kau bicarakan? Austin sudah seperti anakku. Dia sudah bersamaku sejak bayi." Brianna menyanggah mentah-mentah. Dirinya sengaja menggunakan isyarat agar Austin bisa melihat apa yang dikatakannya.

"Tahun depan Austin sudah mulai bersekolah. Jadi, aku tak perlu menitipkannya padamu setiap hari."

Brianna menghela napas iba. Dia mengerti kalau Tim adalah orangtua yang sibuk. Senyumnya menyungging riang saat melirik Austin di sebelah Tim.

"Tak lama lagi, rumah ini juga akan dihadiri seorang bayi." Brianna berucap dengan wajah berseri-seri.

Tak butuh waktu lama, Tim langsung menangkap kabar baik itu. Kedua tangannya merapat dimulutnya yang terbuka bulat-bulat.

"Apa bayi itu—" ucapan Tim menggantung di ujung lidah seraya menatap perut sahabatnya itu yang masih terlihat rata.

Brianna mengangguk riang ketika Tim menatapnya dengan raut terperanjat. Sesaat kemudian Tim berkelebat memeluk gadis itu meluapkan kebahagiaannya. Brianna sempat tersentak kaget dengan reaksi Tim yang spontan itu. Dirinya membalas pelukan itu sama riangnya.

Austin yang berdiri di sebelah Tim bergeming memerhatikan kedua orang dewasa itu. Austin membaca raut keduanya yang terlihat bahagia. Hal itu membuatnya penasaran. Tim melepas pelukannya dari Brianna ketika Austin menarik-narik jaketnya.

"Kenapa Dadda terlihat senang sekali?" raut Austin terheran-heran seiring kedua tangannya bergerak menyampaikan isyarat.

Brianna lantas menepuk bahu Austin dan ia yang menjawab pertanyaan itu. Tatapan Austin lantas mengunci padanya.

"Sebentar lagi kau akan memiliki adik." Brianna mengisyaratkan.

"Adik?"

Brianna memainkan ekspresinya agar apa yang disampaikannya terlihat meyakinkan. "Aku sedang mengandung seorang bayi saat ini. Saat ia lahir nanti, kau bisa bermain dengannya."

Mengetahui Brianna menyampaikan kabar dengan wajah bahagia, Austin bisa menyimpulkan itu adalah kabar yang menyenangkan hati. Ungkapan 'adik' yang wanita itu perlihatkan pun tak ayal membuat Austin memikirkan sesuatu yang menyenangkan. Dia membayangkan dirinya menjadi seorang kakak.

Austin tersenyum dan bersuara seperti tawa berseri-seri melihat Brianna dan Tim di sebelahnya. Melihat wajah riang sang putra membuat Tim bersemangat untuk menjalani harinya setelah ini. Tak ada penyemangat yang dapat memacu tekadnya selain kebahagiaan pangeran kecilnya itu. Apa pun akan Tim lakukan untuk membuatnya tetap tersenyum seperti itu, meski ia harus membayar dengan air mata.

Sebelum meninggalkan Austin bersama sahabatnya itu, Tim berjongkok di hadapan Austin dan menyampaikan pesan padanya.

Brianna yang memahami apa yang Tim isyaratkan itu lantas menyanggah dengan suara. "Kau berlebihan. Dia anak yang baik dan tak pernah merepotkanku."

When I Was Your ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang