Part 9

1.9K 275 19
                                    


Happy Reading

Vivi sedang menunggu Marsha dan Oniel untuk latihan persiapan festival. Chika juga menunggu Dey dan Mira yang akan mengambil motornya yang dijanjikan selesai sore ini.

"Awas ya macem - macem sama Marsha!" Chika mengancam menunjuk Vivi. Bibirnya mengerucut. Alih alih seperti cemburu, Chika malah nampak menggemaskan.

"Aku biasanya dinakalin, Chik," Vivi berkilah.

"Senengnya dinakalin gimana weh?" Chika menyelidik, merapat ke Vivi. "Biar Chika aja yang nakalin Vivi."

"Sama kamu bukan dinakalin, tapi 'nakhal'!" Vivi mengedip genit, jarinya memberi gestur tanda petik.

"Vivi nakal yaa pengen dinakalin Chikaaa...." Chika dengan gummy smile-nya menunjuk Vivi.

"Nakal Chika kek gimana?" pancing Vivi.

"Nanti Chika kasih tau di rumah! Auuummmm...." tangan Chika mencakar harimau, tertawa knalpot. Ia beranjak. Sudah ada Dey dan Mira.

"Kamu mau nginep lagi?" tanya Vivi setelah Chika melangkah.

"Boleh kan?" Chika menaikkan alisnya, meminta jawaban.

"Kak Vivi? Jadi kan?" Oniel tetiba menyela.

"Hei, iya. Sekarang?" tanya Vivi. Chika tetap berdiri di posisinya menunggu jawaban pertanyaannya. Ia tahu Vivi tak bermaksud mendiamkannya.

"Deket kok studionya. Sepuluh menit jalan," timpal Marsha, menggendong tas gitar.

Vivi mengangguk dan berjalan bersama kedua adik kelasnya tanpa menghiraukan pacarnya. Chika menghela nafas, menunduk lesu. Dey dan Mira sudah di parkiran motor.

"Chika!!" panggil Vivi setelah berjarak lima meteran.

Chika mendongakkan kepalanya, pandangannya lurus ke Vivi.

"Nanti aku beliin coklat yang ori sama es krim ember!!" pekik Vivi, menggesturkan hati dengan telunjuk dan ibu jarinya.

Ada senyum manis Vivi di sana yang membuat Chika menjura dan membalas gestur itu. Ia tertawa girang dan melangkah ke gerbang sekolah.

°°°

Dey dan Mira sudah sampai duluan di bengkel motor dekat rumah Vivi. Taksi online yang dinaiki Chika tersendat di perjalanan karena macet.

"Motor temen saya mana, Mas?" tanya Dey pada pemilik bengkel. Ia tetap menanyakan meski sudah ditunjukkan bahwa motornya ada dihadapannya. Bahkan sampai menunjukkan STNK dan mengecek nomor rangka.

"Lha ya ini..." Pemilik bengkel tetap menunjuk motor matic berwarna hijau berplat B 3456 MIR.

"Mas, motor saya bukan kayak gini. Jangan sembarangan maen ganti plat orang!" Dey juga bersikeras dan menimpali.

"Tuh tuh...tanya si Mbaknya yang tadi pagi minta betulin!" Menunjuk seorang gadis yang baru saja datang ke bengkel.

"Chik, motor si Amir mana?" sergah Dey tak sabar.

"Itu kan?" Chika pun menunjuk motor yang sama.

"Nah kan! Apa saya bilang?" Si pemilik bengkel menukas. Ketidakyakinan Dey sudah selesai.

Mira terdiam, belum mau bicara apapun. Entah kenapa.

"Motor si Amir buluk, Chik. Ini mah motor kayak baru," timpal Dey berjongkok. Memperhatikan motornya.

"Aku yang minta ganti semua, apalah namanya Chika ngga tau. Ngga turun mesin juga. Jadi cepet," tutur Chika polos.

Dey menyimak penjelasan Chika dan si pemilik bengkel menimpali, "Motornya kotor dalemannya, ganti oli sama bersihin sedikit. Terus ganti cover body semua, ban, grip, lampu, jok. Mbak ini yang minta, udah dibayar lunas juga."

Dey menggumam, ia menyisir rambut panjangnya dengan ruas jemarinya.

"Maksud lo apa sih, Chik?" Mira akhirnya bicara, "...lo mau pamer kalo lo kaya?" Nada bicaranya meninggi.

"Mir!"

"Diem lo, Dey!" hardik Mira, arah matanya kembali ke Chika.

Pemilik bengkel hanya bengong mendengarkan pertengkaran kecil ketiga gadis SMA itu. Tak berani ikut campur. Kecuali mereka gelut di bengkel.

"Aku salah ya, Mir, balas budi?" ucap Chika perlahan. Wajahnya mengiba.

"Balikin motor gue kayak semula! Gue ngga mau!" pinta Mira memaksa.

"Mir, keterlaluan lo!" Dey bersungut.

Mira melirik Dey, melotot.

Chika mendekat ke Mira, menatap lurus manik hitam Mira. Mira menghindari tatapan tajam itu walau sesekali meliriknya, "Kalau aku ngga dianter kamu waktu itu, pernah ngga Mira kepikiran aku dianter cowok - cowok yang aku belum kenal?" Mata Chika berkaca - kaca. "...dianter ke tempat yang aku ngga tau di mana. Dan aku ngga tau diapain aja selama mabok? Tapi kayaknya engga ya? Chika kan anak orkay yang nyebelin, sok, pamer. Iya kan?"

Baik Dey dan Mira terdiam pada akhirnya. Memilih menunduk dan mendengarkan kalimat Chika selanjutnya.

"...iya, Chika emang salah. Chika mabok. Nyusahin semua orang. Chika begini juga bukan keinginan Chika. Apa salah aku balas budi? Kalau masih belum cukup, bilang sama Chika apa maunya Mira." Chika terisak dan air mata itu lolos dari pelupuk mata. "...makasih sekali lagi udah nolong Chika. Dan Chika ngga pamer apapun!" Gadis itu menyudahi kalimatnya, dan pergi meninggalkan Mira dan Dey.

"Chika!" panggil Mira, coba mengejar. Namun Chika mempercepat langkahnya dan menghilang masuk gang kecil, "...kejar, Dey!"

"Ngga usah. Biar nanti gue ngomong sama Vivi. Dan lo, Mir. Ada masalah apa sih?" Dey mendorong bahu Mira.

Mira berdecak, arah matanya dibuang. "Pulang, Dey."

"Ngga malu naik motor ini?" sindir Dey sinis.

"Gue harus gimana?!" Mira nyolot, kesal. Ia berkacak pinggang.

"Kita balik aja," ajak Dey, "...soal Chika, gue atur nanti sama Vivi."

Mira dan Dey mengenakan helm dan menaiki motor yang baru saja diservis. Dey menyindir halus, "Buset ni motor..."

"Napa?" tanya Mira di atas motor Vivi.

"Udah kayak baru, suara mesin alus, enteng nih tarikannya." Dey tersenyum menyeringai. Rasa bersalah Mira semakin dalam dan makin berkecamuk.

°°°

Tbc

Dimaafin ngga ya Mira?

Dimaafin ngga ya Mira?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dia [ChiMi] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang