Part 19

1.7K 221 25
                                    


Happy Reading

'Pertengkaran' Chika dengan Vivi semalam akhirnya membuyarkan niat nonton netplik sampai pagi. Chika malah terlelap dan Mira harus berperan sebagai Ibu Tiri yang harus menjaga tidur Chika agar tidak terjaga. Ya, Opung memang berbakat jadi...teman. Mira kira, keresahan Chika akan mereda ketika pagi menjelang. Ternyata tidak. Ada trigger kedua yang menyebabkan Chika kembali bete di pagi hari saat hendak berangkat sekolah.

"Mama sama Papa mau ke mana?" tanya Chika mendapati ada dua koper besar di ruang makan. Kedua orang tuanya masih memakai piyama.

"Maaf, sayang. Papa sama Mama mendadak harus terbang jam sebelas ke Bali. Ada yang harus Papa handle di sana secepatnya."

"Terus kenapa Mama ikut?" Chika melempar tasnya di atas meja makan ke lantai seperti anak kecil. Mira yang melihatnya tak berani berkata. Malah merasa kasihan. Tangannya saja diusap ke bahu Chika.

"Ada teman lama Mama yang lagi vacation di sana. Mama pengen ketemu. Kamu ajak teman kamu lagi menginap ya? Nemenin kamu."

"Ihh, Chika sebel...!" Chika cemberut, bibirnya mengerucut. Ia mengambil tisu hanya untuk diremas kuat - kuat.

"Kamu butuh uang?" tanya Papanya.

"Tiga puluh juta!" tukas Chika. Asal sebut sebenarnya. Mira terheran mendengarnya. Apalagi ketika Papanya mengaminkan perkataan Chika dengan santainya. Mira makin tak habis pikir.

"Nanti Papa transfer ya, begitu Papa sama Mama sampai di Bali."

"Sekarang!" Chika tegas mengatakannya. Ia suap sereal yang barusan dibuatkan ART-nya.

"Iya, iya. Papa transfer sekarang." Papanya langsung membuka ponselnya. "Kamu cek ya rekening kamu." Selang beberapa menit.

Mira hampir tersedak sereal mendengarnya. Entah untuk apa uang 30 juta, tapi terasa begitu mudah bagi Chika mendapatkan uang sebanyak itu. Mau nuduh pesugihan tapi ya berlebihan.

"Mama dua hari aja sayang. Papa mungkin tiga atau empat harian." Mamanya menjelaskan, nampaknya tak mempengaruhi mood Chika. Ia sudah terbiasa ditinggal.

"Ter-se-rah!" cetus Chika.

"Kamu mau oleh - oleh apa?" tanya Papanya. Kekesalan anak gadisnya pun tak dianggap sebagai sesuatu yang meresahkan. Malah ditenangkan dengan oleh - oleh.

"Ngga! Ayo, Mir. Berangkat." Chika meraih sebuah kunci mobil dari atas meja.

"I-iya..." Mira beranjak menyusul punggung Chika, sekalian mengambil tas Chika di lantai.

"Chika, itu mobil Pa-!" pekik Papanya, tapi anaknya sudah menghilang dari balik pintu.

Tadinya Mira hendak menawarkan diri menyetirkan mobil BMW yang Chika biasa bawa, tapi ternyata ia urungkan karena yang Chika buka pintunya adalah Mercedes S Class. Mira berpikir tiga seperempat kali menyetir mobil itu.

"Mir, maafin Chika ya tadi..." gumam Chika, menyalakan mesin mobilnya dan segera menekan pedal gas. Chika melempar senyum dan mengucapkan terima kasih kepada satpam rumah yang membukakan pintu gerbang.

"Iya, Chik. Gapapa. Yang sabar ya."

Chika membalas senyuman Mira, "Temenin Chika ya nanti di sekolah."

"Iya, aku temenin. Oh iya, Badrun belum telepon?"

Chika menggeleng, "Chat Chika ga dibales, telepon ga diangkat." Wajahnya murung. Bibirnya mengerucut. Sedih sekali. Mira bingung harus melakukan apa selain menuruti permintaan Chika tadi.

"Dituker beras kali hapenya sama Emaknya. Hehehe..." canda Mira.

"Hahaha..." Chika selalu tertawa dengan humor receh apapun.

Dia [ChiMi] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang